Gue enggak suka sama Abyan!
Sejak kemarin kalimat itu terus Tiana ucapkan. Berulang-ulang, berulang-ulang, sampai rasanya walau tidak berkata apa-apa, Tiana bisa mendengar suaranya sendiri di telinga mengatakan, gue enggak suka sama Abyan.
“Mbak?” Tiana menoleh, seorang wanita muda sudah berdiri di sampingnya menyodorkan map bening pada Tiana. “Ini laporan untuk Pak Abyan, Mbak.”
Tiana meraih map, membuka lembar pertama, kedua kemudian kembali menatap wanita yang menyerahkan laporan tersebut. “Bukannya laporan ini seharusnya diserahkan Satrio?”
“Hari ini Satrio enggak masuk, Mbak. Tadi pagi dia izin di grup kantor, Mbak. Jadi, saya yang selesaikan laporannya.”
“Saya belum lihat grup, nanti laporannya saya kasih ke Pak Abyan.”
“Baik, terima kasih, Mbak.”
Tiana mengangguk kemudian meraih ponselnya. Wanita itu tidak keliru, Satrio memang memberi kabar tidak bisa masuk kerja karena ibunya sakit.
Cepat jemari Tiana bergerak mengirimkan pesan dan tak lama ia mendapatkan balasan dari Satrio.
Maaf Tiana, aku enggak kasih kabar langsung ke kamu. Kemarin malam ibuku collapse, sekarang sedang di rumah sakit.
Rumah sakit mana? Nanti pulang kerja aku mampir, balas Tiana.Enggak perlu karena rencananya mau dipindah ke rumah sakit yang lebih besar, tapi aku juga enggak tahu bagaimana, soalnya jujur saja dananya belum ada.
Tiana diam sejenak lantas berbalik menoleh ke arah ruang kerja Abyan yang kosong karena Abyan sedang mengikuti rapat pagi. Tiana bisa saja mengirimkan semua uang yang disebut Satrio, tetapi rekening tabungannya dipegang sang ibu.Nominal yang diperlukan Satrio sangat besar, ia juga tidak yakin ibunya mau mengizinkan Tiana memberikan uang itu pada orang yang baru dikenalnya.
Denting lift terdengar, pintu lift terbuka. Abyan keluar dari dalam lift, berjalan menghampiri Tiana lantas memberikan selembar kertas padanya.
“Hari senin saya enggak masuk. Kamu arsip dokumen cuti saya.”
Tiana menatap lembar dokumen kemudian meletakkan di meja. “Bapak mau ke mana?”
Mata Abyan mengerling, ia melesakan kedua tangannya ke saku celana. “Saya harus jawab kamu?”
Tiana menggigit bibirnya. Seharusnya ia tahu kalau tidak akan mendapatkan jawaban dari sang atasan durjana ini, tetapi Tiana harus tahu mengapa Abyan cuti.
Kenapa?
Karena ia sekretaris Abyan.
“Karena saya sekretaris Bapak! Jadi, saya harus tahu!”
“Siska enggak pernah tanya apa-apa kalau saya cuti.”
Tiana kembali memeras kepala. “Saya, saya, ‘kan orang baru. Jadi, kalau ada yang tanya—”
“Saya sudah dapat izin cuti dari atasan saya. Lalu masalahnya di mana?”
Abyan hendak pergi, tetapi Tiana menarik tangannya. “Kemarin kamu antar Alita pulang. Kenapa? Aku dan Alita satu tempat kos, tapi kemarin kenapa kamu bilang kamu enggak bisa antar aku?”
Abyan melepaskan tangan Tiana. “Bukan urusan kamu.” Tanpa sengaja Abyan melirik laporan yang berada di atas meja. Ia meraih dan membuka lembar demi lembar isinya. “Kadang saya bertanya terhadap diri saya sendiri. Untuk apa saya memperpanjang kontrak kerja dengan Satrio yang jelas-jelas enggak bisa membuat laporan sederhana tanpa ada kesalahan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Janji, Menagih Rindu
RomanceKalau belum bisa menikah, seenggaknya tahun ini bisa punya pacar. Harus! Satu tekad ini membuat Tiana nekat memutar hidup. Namun, malah berakhir terlibat dalam belitan masalah Abyan, si bos iblis berwujud manusia. Deritanya bertambah-tambah ketika...