Semilir angin bercampur aroma mawar membuat otot-otot tegang Tiana sedikit mengendur. Matanya dimanjakan oleh hamparan mawar di taman yang tertata rapi. Suara desau lonceng-lonceng kecil yang digantung dekat kolam ikan di sisi kanan gajebo membuat hati Tiana semakin tenang.
Moira keluar dari dalam rumah, menurunkan sepiring kue, dua cangkir susu hangat dari baki lantas duduk di kursi berseberangan dengan Tiana.
“Makan dahulu, aku akan bicara setelah kamu mengisi perut kamu.”
“Moira, aku—”
Moira mengangguk. “Aku tahu. Pembicaraan kita akan panjang, makan dulu Tiana.” Bergantian Tiana menatap makanan di meja dengan Moira. “Makan. Kalau kamu mau makanan yang lain, kita bisa pesan.”
Tiana tersenyum. “Enggak perlu.”
Dua potong kue cokelat dan segelas susu hangat, Tiana nikmati pelan. Beban dalam hatinya malah terasa semakin kuat hingga sesekali Tiana menyusut air mata. Moira yang juga menatap Tiana hanya tersenyum dan sesekali ekor matanya melirik bayangan hitam yang berdiri tidak jauh di belakang Tiana.
Pelan Tiana menyeka bibirnya dengan tisu. “Terima kasih.”
“Nah, sekarang kita bisa mulai bicara.” Moira bangkit, menaruh kembali piring dan gelas ke baki, memindahkannya ke meja beton panjang di sisi kiri. “Kita enggak bisa berlama-lama Tiana,” lanjutnya memindahkan mangkuk perak berisi air ke atas meja.
“Aku akan minta Abyan menikahi Alita dengan begitu Chandra bisa tenang.”
Moira berhenti menaburkan kelopak mawar ke dalam mangkuk perak, ia kembali duduk lantas menatap Tiana. “Tidak sesederhana itu Tiana. Urusan hati enggak akan pernah bisa dipaksa, terkecuali kamu mau bersekutu dengan makhluk di belakang kamu.”
Sontak Tiana menoleh ke belakang, tetapi ia tidak melihat apa-apa selain hamparan bunga mawar. “Ada apa di belakang aku?”
Moira malah tersenyum lantas kembali menaburkan kelopak mawar ke dalam wadah. “Makhluk yang dihidupkan oleh nenekmu Tiana. Persekutuan iblis akan selalu meminta darah. Pada akhirnya, kamu tetap akan kehilangan Tiana.”
Sesak dalam dada Tiana membola nyata. Setelah apa yang ia lalui, ia percaya penuh akan semua ucapan Moira. Bulu kuduknya meremang. Ketakutan menelan tubuhnya bulat-bulat.
“Ba-bantu aku,” cicit Tiana.
Moira tersenyum. “Seenggaknya kamu harus lepas dari karma yang enggak pernah kamu buat. Apa kamu ingat aku pernah bicara seperti itu? Aku tahu kamu enggak bersalah. Sedari awal, kamu enggak pernah memaksa Abyan untuk menyukaimu.”
Tiana mengangguk. “Iya, aku enggak pernah memaksa Abyan.”
“Dia dalam bahaya dan rasanya enggak mungkin meminta Abyan berhenti menyukai kamu. Selama bertahun-tahun dia sudah berusaha keras untuk berhenti menyukai kamu, tapi seperti yang aku katakan, urusan hati enggak akan pernah bisa dipaksa. Takdir menyeret kalian sekali lagi untuk bertemu.”
“Tolong, aku ingin Chandra berhenti mengganggu Abyan. Aku akan berusaha membujuk Abyan, aku berjanji.”
Moira menggeleng. Perlahan senyum yang sedari tadi ia perlihatkan lenyap. “Mereka sudah sekali membawa Abyan ke dunianya dan Chandra berhasil menyelamatkan Abyan. Bukan Chandra yang harus kamu lenyapkan Tiana. Dia sudah sejak lama berada di sisi kamu. Jauh sebelum kamu pindah ke sini.”
“Ta-tapi, bukankah Chandra enggak bisa jauh dari Alita? Bukankah—”
“Aku sudah katakan, masalahnya enggak sesederhana itu. Chandra tahu kamu enggak bersalah Tiana. Chandra terikat oleh janji dan rindu pada Alita, termasuk urusannya dengan ibumu. Chandra menanti permintaan maaf ibumu.”
“Maaf?”
Moira mengangguk. “Kalian berdua adalah korban. Apa kamu membawa benda itu?”
“Benda?”
“Benang yang ibumu minta ikatkan pada foto Abyan, yang kamu ceritakan di telpon semalam.”
Cepat Tiana membuka tas lalu mengeluarkan benang yang dimaksud Moira. “Ini.”
Moira mencelupkan benang ke dalam wadah perak. Ia tersenyum ketika warna merah dari benang luruh menyisakan warna asal benang, putih bersih. Moira menarik kembali benang, meletakkannya di atas meja.
Senyum Moira lenyap ketika warna benang kembali berubah menjadi merah. “Ini enggak bisa kita akhiri sendiri Tiana.”
“Apa maksudnya?”
“Kamu enggak seharusnya lahir Tiana. Ibumu tahu semua resikonya. Ibumu tahu kelak kamu yang akan menanggung dosa dari perbuatannya. Selama ini Chandra mengganggu semua lelaki yang menyukai kamu Tiana.”
“Ta-tapi kalau memang sejak lama Chandra mengikuti aku, kenapa aku baru bisa melihatnya sekarang?”
“Mereka yang bisa kita lihat, mengizinkan kita untuk melihat mereka. Selama ini Chandra melindungi kamu Tiana.”
“Aku?”
Moira mengangguk. “Dari keserakahan ibumu yang mampu membangkitkan iblis.” Kedua pundak Tiana jatuh terkulai. Moira benar, ibunya serakah. Moira meraup benang merah di atas meja, menarik tangan Tiana lantas meletakkannya di telapak tangan Tiana. “Hanya ibumu yang bisa mengakhiri segalanya, tapi kita harus mencoba semua kemungkinan. Pendam benang ini di atas pusara Chandra termasuk sisa benang yang ada di rumahmu. Aku harap mereka akan berhenti menagih hutang darah dari kamu.”
“Moira.”
“Kamu harus cepat Tiana. Pergilah!”
“Iya.”
Moira menggenggam erat tangan Tiana. “Tiana, ibumu sangat mencintai kamu. Dia rela memberikan apa saja untuk kamu. Tiana pada akhirnya, kamu tetap akan kehilangan.”
***
Halo, semuanya.
Maaf aku baru menyapa kalian lagi.
Enggak terasa sudah 30 hari, akhirnya aku ikut event maraton menulis dengan baik.
Terima kasih banyak kalian sudah setia mengikuti kisah Tiana dari awal part.
Untuk kepentingan proses cetak dan lainnya, cerita aku tutup di part ini, ya.
Akan ada banyak hal yang masih ingin aku ceritakan, spesial tentang Chandra, all about Chandra.
Kalian yakin enggak, sih, Chandra meninggal beneran karena kecelakaan? Kalian yakin Alita enggak tahu Chandra sudah meninggal?
Tiana berhasil enggak, ya, mematahkan karma dari ibunya?
Yang pasti, Abyan enggak akan mau melepaskan Tiana begitu saja.
Naaaah, yuk, nanti bisa ikutan PO-nya yaaaaa.
Sayang kalian semuaaa.
Sampai ketemu di next cerita aku.
💋💋💋
KAMU SEDANG MEMBACA
Menanti Janji, Menagih Rindu
RomanceKalau belum bisa menikah, seenggaknya tahun ini bisa punya pacar. Harus! Satu tekad ini membuat Tiana nekat memutar hidup. Namun, malah berakhir terlibat dalam belitan masalah Abyan, si bos iblis berwujud manusia. Deritanya bertambah-tambah ketika...