𝐊𝐚𝐭𝐚𝐫𝐢𝐧𝐚 𝐄𝐥𝐞𝐚𝐧𝐨𝐫 lahir sebagai ancaman terbesar bagi dunia iblis, 𝑎 𝑐𝑢𝑟𝑠𝑒 𝑣𝑒𝑖𝑙𝑒𝑑 𝑖𝑛 𝑚𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑜𝑟𝑚. Hidupnya hancur dalam sekejap saat 𝑅𝑒𝑑 𝑀𝑜𝑜𝑛 𝐸𝑐𝑙𝑖𝑝𝑠𝑒 mengungkap kebenaran mengerikan: ayahnya adalah...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tiga tahun telah berlalu sejak kejadian mengerikan yang mengguncang Starlexice, mengubah kerajaan yang dulu damai menjadi tempat yang suram dan penuh kegelapan. Banyak nyawa tak bersalah telah terenggut, dan dunia yang dulu mereka kenal hancur berkeping-keping. Namun, dari puing-puing kehancuran itu, Helena, pewaris tahta kerajaan, bangkit dengan kekuatan yang tak terduga
Dulu, Helena hanyalah seorang putri yang sering mengeluh, seorang gadis yang selalu mencari pelarian dari tanggung jawabnya. Tetapi sekarang, semua itu tinggal kenangan. Kini, ia adalah Ratu dari Starlexice, sosok yang kuat dan penuh tekad, memimpin dengan hati yang terbebani oleh kehilangan namun tetap tegar di hadapan rakyatnya
Hari itu, langkah Helena terasa begitu berat saat ia menyusuri istana yang dingin dan sepi. Setiap langkahnya menggemakan kesedihan yang tak terucapkan, membawanya menuju paviliun tua—tempat yang dulu menjadi saksi tawa dan kebahagiaan yang kini hanya tersisa dalam kenangan yang menyakitkan. Helena berhenti di pintu paviliun itu, menatap kosong ke dalam, di mana bayangan masa lalu mulai bermunculan di benaknya, mengoyak hatinya sedikit demi sedikit
Helena berdiri di sana, mengingat saat-saat mereka masih bersama. Wajahnya dipenuhi kesedihan saat kenangan-kenangan itu mulai bermunculan di benaknya. Ia teringat bagaimana Kaiser, dengan senyum nakalnya, sering mengganggunya, membuatnya tersipu malu namun tak pernah benar-benar marah. Teringat juga Edgar dan Kaiser yang selalu berdebat, tetapi meski sering berselisih, mereka memiliki ikatan yang kuat sebagai teman. Ia bisa melihat dalam pikirannya bagaimana mereka tertawa bersama, berselisih paham, namun selalu berakhir dengan saling menggoda
Air mata mulai mengalir di pipi Helena saat ia mengenang saat-saat indah itu, kenangan akan pesta teh bersama Katarina dan Eloraa, di mana mereka berbicara tentang impian dan masa depan yang sekarang hanya tinggal angan-angan. Bibirnya bergetar, menahan rasa sakit yang seakan menghimpit dadanya. Ini adalah kenyataan yang tak pernah ia bayangkan—hidup dalam dunia yang begitu sunyi tanpa mereka
Helena menyeka air matanya, meski tahu bahwa rasa sakit itu tidak akan hilang hanya dengan menangis. Paviliun ini, tempat yang dulu penuh dengan tawa dan canda, kini hanya menyisakan kesunyian yang mencekam. Setiap sudutnya, setiap bayangannya, mengingatkan Helena akan kebahagiaan yang pernah mereka miliki—kebahagiaan yang kini hanya menjadi kenangan. Helena menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya, tetapi air mata itu terus mengalir. Hatinya terasa begitu hampa. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan isak tangis yang semakin keras, tetapi rasa kehilangan itu terlalu mendalam, terlalu menyakitkan untuk disembunyikan
Di dalam pikirannya, Helena bisa melihat mereka—sahabat-sahabatnya yang kini telah pergi untuk selamanya. Wajah-wajah mereka begitu jelas, senyuman mereka, tawa mereka, bahkan suara mereka masih terngiang di telinganya. Seolah-olah mereka masih ada di sana, tertawa dan bercanda seperti dulu. Tetapi ketika ia mengulurkan tangannya, yang ia rasakan hanyalah kekosongan yang menghantamnya dengan kenyataan pahit bahwa mereka tak akan pernah kembali