Karabella langsung di bawa ke rumah sakit terdekat. Dan kini masih di tangani oleh dokter di dalam sana, sementara Mavell sejak tadi tak bisa diam. Ia tidak duduk sama sekali, Mavell sibuk mondar mandir di depan pintu ruangan dimana Karabella di tangani di disana.
"Minum dulu Vell." ujar Irene; kakak Karabella. Dirinya juga sama khawatirnya dengan kondisi Karabella, apalagi setelah mendengar penjelasan Mavell.
Irene sangat membenci Javier.
Di rumah sakit, hanya ada Mavell dan Irene. Karena kedua teman Mavell tengah mengurus Javier. Mavell pun langsung menerima botol minum tersebut karena jujur, tenggorokannya terasa kering.
"Maaf..." satu kata itu terucap dalam bibirnya, Irene menoleh, dilihatnya Mavell duduk dengan menundukkan kepalanya.
"Gapapa, ini bukan salah kamu..." Mavell menggeleng kepalanya pelan.
Dirinya sangat menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Kalau saja, dirinya lebih cepat masuk ke dalam toilet, Karabella tidak akan mengalami hal seperti ini. Mavell merasa tidak becus menjaganya, dan terus menyalahi dirinya sendiri.
Sementara Irene hanya diam, ia hanya memberikan waktu untuk Mavell. Penampilannya sangat berantakan, kemeja yang kusut, rambut pendek yang sedikit berantakan, dan kedua tangannya terdapat jejak darah disana.
Mereka berdiam diri cukup lama, sampai pintu terbuka. Terlihat dokter yang menangani Karabella keluar membuat keduanya serentak berdiri dan menanyakan kondisi Karabella.
"Gimana kondisi adik saya Dok?"
"Pasien tidak memiliki luka yang serius, namun pasien mengalami syok, juga masih lemas karena bekas cekikkan. Mungkin pasien akan mengalami sedikit trauma, anda hanya perlu menemaninya, dan juga pasien harus istirahat yang cukup." jelas sang dokter.
"Apa kami bisa masuk ke dalam?" tanya Mavell yang langsung diangguki oleh dokter tersebut.
"Silahkan, namun sekarang pasien tengah beristirahat. Kalau begitu saya permisi, panggil saya jika terjadi sesuatu pada pasien." mereka mengangguk dan membiarkan dokter itu pergi.
Saat keduanya akan masuk, sebuah suara menghentikan langkah mereka.
"AUNTY!" itu Maudy. Dengan wajah yang memerah serta nafas yang memburu Maudy berlari menghampiri keduanya.
"Gimana keadaan mommy?" tanyanya pada Irene.
"Mommy kamu baik-baik aj—"
"Kalau gak kenapa-napa gak mungkin mommy masuk rumah sakit!" selanya menatap Mavell tajam namun Mavell tak berani menatap Maudy.
Dan dengan penuh amarah, Maudy mendorong dada Mavell dengan kencang sampai Mavell sedikit terhuyung ke belakang karena dorongan yang tiba-tiba.
"Liat kan?! Lo emang gak pantes buat mommy! Lo gak becus jagain mommy!" ujarnya dengan berani menunjuk Mavell.
Irene langsung meraih bahu Maudy untuk menahannya, "udah-udah. Ini rumah sakit, kamu mau liat mommy kamu kan? Ayo masuk."
Maudy diam, namun tatapan tajam penuh amarah itu masih tertuju pada Mavell yang tengah menunduk, "jangan pernah masuk nemuin mommy!" Mavell hanya mampu terdiam membiarkan Irene dan Maudy masuk ke dalam, tanpa dirinya.
Padahal Mavell sangat ingin tahu bagaimana kondisi Karabella saat ini, namun mendengar apa yang diucapkan Maudy ada benarnya. Dirinya merasa tak pantas untuk sekedar melihat Karabella, sungguh. Mavell sangat membenci dirinya sendiri.
"Gak guna!" geramnya pada dirinya sendiri.
Mavell hanya melamun sambil duduk, namun ponselnya bergetar menandakan bahwa seseorang menghubunginya. Raut wajahnya menjadi sangat datar dan , rahangnya langsung mengeras ketika tahu siapa yang menghubunginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Good Parents
FanfictionTentang Mavella Wira Adhiyaksa, dan Karabella Waverly yang akan sama-sama berusaha untuk menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anak mereka. Dimana masa lalu keduanya saat itu cukup jauh dari kata baik dalam perihal mengurus anak-anaknya. Namun d...