Saat malam tiba dan suasana rumah semakin tenang, Reza merasakan kekhawatiran di dalam dirinya. Dia tahu bahwa dia harus berbicara dengan keluarganya jika masalah ini semakin memburuk, namun saat ini dia lebih memilih untuk memendam perasaannya sendiri.
Di ruang tamu, Kevin, abang Reza yang berusia 21 tahun, sedang duduk dengan laptop di meja, memeriksa tugas kuliahnya. Kevin dikenal sebagai sosok yang pendiam dan bijaksana, selalu siap membantu adiknya jika dibutuhkan.
Di dapur, Cindy, kakak Reza yang berusia 24 tahun, sedang menyiapkan makan malam. Cindy adalah seorang yang ceria dan perhatian, sering kali menjadi pendengar yang baik bagi Reza.
Saat Reza masuk ke ruang tamu, dia mencoba tersenyum. "Hei, Kak Kevin, Kak Cindy, gimana hari kalian?"
Kevin menoleh dan tersenyum. "Hari ini padat banget, gue baru selesai ngerjain tugas. Ada yang bisa gue bantu, Reza?"
Cindy dari dapur juga ikut menyapa. "Iya, Reza. Kamu kelihatan nggak enak. Ada yang bisa kita bantu?"
Reza mencoba menenangkan diri. "Nggak, kok. Gue cuma capek aja," jawabnya sambil berusaha untuk tetap positif.
Mereka berbicara sejenak tentang kegiatan hari itu, tetapi Reza tidak bisa sepenuhnya fokus. Setiap kali Kevin atau Cindy berbicara, pikirannya melayang pada rasa nyeri di dadanya dan perubahan aneh yang terjadi padanya. Ketika makan malam selesai, Reza langsung pamit ke kamarnya dengan alasan lelah.
Di kamarnya, Reza menatap cermin lagi, mencoba untuk mencari jawaban tentang apa yang terjadi pada tubuhnya. Rasa cemas dan bingung semakin membebani pikirannya. Dia tahu, suatu hari dia harus berbicara dengan Kevin atau Cindy tentang apa yang terjadi, tetapi untuk saat ini, dia merasa lebih baik jika menghadapi semuanya sendiri.
Di kamarnya, Reza berusaha tidur meski rasa nyeri di dadanya semakin mengganggu. Setelah beberapa jam berbaring di tempat tidur, dia merasa gelisah dan tidak nyaman. Jam menunjukkan pukul 3 pagi ketika dia terbangun, terjaga oleh rasa nyeri yang semakin terasa parah di bagian dadanya.
Reza duduk di tempat tidur dan mengusap dadanya yang mulai terasa gatal. Dia menyentuh kulitnya dengan lembut, dan merasakan ada sesuatu yang tidak biasa. Rasa gatal itu semakin membuatnya tidak nyaman, dan dia merasa tidak bisa tidur lagi.
Dengan perasaan cemas, Reza bangkit dari tempat tidur dan menuju cermin di kamar. Dia memeriksa bagian dadanya dengan seksama, dan melihat ada sedikit kemerahan dan benjolan kecil di sekitar area yang terasa nyeri. "Apa ini?" gumamnya, semakin khawatir.
Dia mencoba menenangkan dirinya dan mencari cara untuk meredakan rasa gatalnya. Reza mengambil beberapa lotion dari meja riasnya dan mengoleskannya ke area yang gatal. Namun, itu tidak banyak membantu, dan rasa nyeri serta gatalnya tetap tidak hilang.
Reza memutuskan untuk duduk di kursi di sudut kamar dan menghela napas dalam-dalam. Dia merasa putus asa dan bingung dengan apa yang sedang terjadi pada tubuhnya. Ketidakpastian tentang perubahan yang dia alami membuatnya semakin tertekan.
Dia tahu, besok pagi, dia harus menghadapi kenyataan dan mencari cara untuk mengatasi masalah ini. Namun, untuk saat ini, semua yang bisa dia lakukan adalah menunggu dan berharap agar rasa nyeri dan gatal ini mereda.
Akhirnya, Reza memutuskan untuk mencoba tidur kembali, meskipun dia masih merasa cemas dan tidak nyaman. Dia berharap besok akan ada jawaban atau setidaknya sedikit kelegaan dari apa yang sedang dia alami.
Reza terbangun dengan rasa kantuk dan kelelahan yang menyertai tubuhnya. Jam menunjukkan pukul 7 pagi, dan dia terkejut karena biasanya dia sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah pada waktu ini. Malam tadi, setelah terbangun dari rasa nyeri dan gatal, dia hanya bisa tidur dengan nyenyak hingga pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Punya Hormon Cewek
Teen FictionPERINGATAN: Cerita ini mengandung tema dewasa seperti eksplorasi seksualitas dan perubahan gender. Hanya untuk pembaca berusia 21+ . Harap bijak dalam membaca dan menghormati batasan pribadi masing-masing. Cerita ini tidak dimaksudkan untuk konsums...