makan malam.
Reza merasakan panas di tubuhnya semakin menjadi. Dia merasa butuh menyegarkan diri, jadi dia memutuskan untuk ke WC dan mencuci muka dengan air dingin, berharap bisa sedikit meredakan panas yang dirasakannya.Saat Reza bangkit dari meja makan, ibu memperhatikan wajah Reza yang pucat. "Reza, kamu mau ke mana?" tanya ibu dengan nada khawatir.
Reza mencoba tersenyum meski tubuhnya terasa lemah. "Mau ke WC, Bu. Cuma cuci muka sebentar, biar lebih segar," jawab Reza sambil berjalan perlahan menuju pintu.
Ibu mengerutkan kening, jelas terlihat khawatir. "Kamu yakin gak apa-apa? Mukamu pucat banget. Jangan-jangan kamu sakit?"
Reza menoleh sejenak dan berusaha menenangkan ibunya. "Gak apa-apa, Bu. Mungkin cuma kecapekan aja, nanti juga pasti baikan."
Setelah itu, Reza buru-buru menuju WC, berharap ibunya tidak terus mengkhawatirkannya. Sesampainya di sana, dia menatap cermin dengan mata yang agak sayu. Rasa panas di tubuhnya semakin intens, dan dia menyiramkan air dingin ke wajahnya, berharap bisa menghilangkan perasaan aneh yang melanda.
Tapi, di balik rasa dingin yang menyegarkan dari air itu, Reza tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Tubuhnya terasa berat dan tidak nyaman, terutama di bagian dadanya yang masih terasa penuh dan sedikit sak
Setelah itu, Reza buru-buru kembali ke kamarnya.
Begitu tiba di kamar, Reza langsung merebahkan diri di kasur, menarik selimut, dan menutup matanya. Namun, rasa panas di tubuhnya semakin parah. Suhu badannya meningkat, dan tubuhnya mulai bergetar kecil karena demam. Meski begitu, Reza merasa terlalu lelah untuk bangun dan mencari obat. Dia hanya berharap bisa tertidur dan bangun dengan kondisi yang lebih baik.
Tengah malam, Reza terbangun dengan tubuh yang benar-benar panas. Keringat mengucur deras, membasahi bantal dan kasurnya. Dia menggeliat gelisah, mencoba mencari posisi yang lebih nyaman, tapi sakit kepala dan rasa tidak nyaman di dadanya membuatnya sulit tidur lagi.
Di tengah-tengah rasa tidak nyaman itu, Reza merasakan sesuatu yang aneh di tubuhnya. Dadanya terasa lebih penuh, seakan ada tekanan dari dalam. Dia mencoba mengabaikannya, menganggap itu hanya bagian dari demam yang sedang dialaminya. Namun, perasaan itu tidak hilang. Malah semakin lama semakin jelas.
Reza merasa cemas dan takut. Dia mencoba menyentuh dadanya, dan terkejut saat merasakan bentuk yang berbeda. Dadanya terasa lebih kenyal dan mulai membesar, tetapi belum terlalu menonjol dan putingnya semakin melebar. Bentuknya mungkin setara dengan ukuran pada anak perempuan berusia sekitar 10 atau 11 tahun, yang baru saja mulai mengalami perubahan fisik.
Reza terkejut dan takut. Dia menyingkirkan selimut dan bangkit dari tempat tidur untuk melihat cermin. Dengan tangan gemetar, dia membuka kausnya dan menatap bayangan dirinya di cermin kamar. Betul saja, dadanya mulai berubah bentuk, mirip dengan tanda-tanda awal pubertas pada seorang gadis muda.
"Ini gak mungkin terjadi...," bisik Reza, suaranya terdengar serak karena ketakutan.
Dia tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi. Apakah ini efek dari demamnya? Tapi logika itu tidak masuk akal. Tubuhnya seharusnya tidak bisa berubah seperti ini hanya karena sakit biasa. Perubahan ini terlalu cepat, terlalu tiba-tiba.
Reza merasa kepalanya semakin berat. Dia terlalu bingung dan takut untuk berpikir jernih. Akhirnya, dia kembali ke tempat tidur, menarik selimut dengan lebih erat, mencoba mengabaikan kenyataan yang baru saja dia lihat. Dia berharap ini semua cuma mimpi buruk yang akan hilang saat dia bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Punya Hormon Cewek
Teen FictionPERINGATAN: Cerita ini mengandung tema dewasa seperti eksplorasi seksualitas dan perubahan gender. Hanya untuk pembaca berusia 21+ . Harap bijak dalam membaca dan menghormati batasan pribadi masing-masing. Cerita ini tidak dimaksudkan untuk konsums...