Aku turun dari mobil di parkiran hotel, masih dengan rasa canggung saat melangkahkan kaki keluar. Sepatu heels ini benar-benar tantangan tersendiri bagiku. Ketinggiannya sekitar lima sentimeter, mungkin tidak begitu tinggi bagi perempuan yang sudah terbiasa, tapi bagi seseorang sepertiku yang baru pertama kali mencobanya, rasanya seperti berjalan di atas es licin. Setiap langkah yang kuambil terasa goyah, ditambah lagi rok span ketat yang membungkus tubuhku membuatku harus berjalan dengan langkah yang lebih pendek.
Cindy turun lebih dulu, melangkah percaya diri seperti biasa, seolah tak ada yang aneh dengan situasi ini. Sementara itu, aku menatap hotel besar di hadapanku. Hotel bintang empat yang cukup mewah, dengan fasad kaca yang memantulkan langit sore yang mulai oranye. Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Pandangan orang-orang yang lalu lalang di sekitar parkiran terasa seolah tertuju padaku. Rasanya seperti ribuan pasang mata mengawasi setiap gerakanku, menilai dan berbisik-bisik tentang penampilanku yang tidak biasa.
"Kenapa pakai rok span ini sih, Kak? Rasanya susah banget buat jalan," keluhku, sambil meraih lengan Cindy untuk menyeimbangkan diri. Dia hanya tertawa kecil, jelas menikmati momen ini lebih dari yang kubayangkan.
"Kamu harus terbiasa. Lagipula, lihat deh, kamu kelihatan cantik sekali. Percaya dirilah sedikit," ujar Cindy sambil tersenyum, memberi dukungan. Meskipun aku tahu dia berniat baik, rasanya tetap canggung berjalan dengan pakaian seperti ini di tempat umum.
Kami berjalan menuju pintu masuk hotel. Aku mencoba melangkah pelan-pelan agar tidak terpeleset. Di dalam lobby, ruangan itu luas dan elegan. Lampu gantung kristal yang besar tergantung di langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang memantul di lantai marmer. Aku bisa melihat sofa-sofa empuk dengan warna cokelat tua, meja-meja kaca kecil dengan rangkaian bunga segar yang ditata cantik di atasnya. Beberapa orang duduk di sana, berbicara sambil menyesap kopi dari cangkir keramik putih.
Aku merasa semakin kecil di tempat mewah seperti ini, seolah semua orang bisa melihat siapa aku sebenarnya.
Cindy berjalan menuju meja resepsionis, dan aku mengikutinya dari belakang. Saat kami menaiki beberapa anak tangga menuju area check-in, aku merasa kakiku sedikit goyah. "Hati-hati, jangan sampai jatuh," bisik Cindy sambil tersenyum kepadaku, seolah membaca pikiranku.
Tapi sialnya, saat aku berusaha melangkah lebih hati-hati, kakiku justru tergelincir. Aku kehilangan keseimbangan. Dalam sekejap, aku merasa tubuhku melayang. Aku mencoba meraih pegangan tangga, tapi terlambat—aku jatuh terduduk dengan cukup keras, dan rasa sakit menjalar dari pinggul hingga punggungku. Sepatu heels-ku terlepas satu. Beberapa orang di sekitar menoleh, matanya terkejut melihat seorang gadis muda jatuh seperti itu.
Rasa malu membanjiri diriku. Jantungku berdegup kencang. Aku ingin segera bangkit, tapi tubuhku masih terasa lemas karena kejutan.
Tiba-tiba, seorang pria datang menghampiri. Dia tampak seumuran dengan Cindy, mungkin sedikit lebih tua. Tingginya sekitar 180 cm, dengan rambut hitam yang sedikit berantakan namun terlihat keren. Wajahnya terlihat khawatir, dan tanpa berkata banyak, dia langsung menunduk, memungut sepatu heels yang terlepas dari kakiku, lalu menyodorkannya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Punya Hormon Cewek
Teen FictionPERINGATAN: Cerita ini mengandung tema dewasa seperti eksplorasi seksualitas dan perubahan gender. Hanya untuk pembaca berusia 21+ . Harap bijak dalam membaca dan menghormati batasan pribadi masing-masing. Cerita ini tidak dimaksudkan untuk konsums...