Chapter 15 : Tanktop

1.7K 36 26
                                    

Setelah Meira berjanji untuk menyimpan rahasianya, suasana di antara mereka berubah. Meira duduk diam di samping ranjang UKS, sementara Reza masih berbaring, tangannya memeluk selimut erat-erat, menutupi tubuhnya yang terasa semakin asing. Udara di ruangan terasa tegang, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

Reza mencuri pandang ke arah Meira, melihat wajahnya yang penuh dengan kebingungan, namun tidak ada tanda-tanda jijik atau penolakan. Itu membuat hati Reza sedikit lega, tetapi juga semakin berdebar-debar. Dia menyukai Meira-sudah lama-dan sekarang gadis itu tahu rahasia terbesarnya. Tapi bagaimana bisa Meira melihatnya sebagai pria lagi ketika tubuhnya malah terlihat semakin seperti perempuan?

"Meira..." Suara Reza akhirnya terdengar, lembut dan sedikit serak. "Terima kasih... udah nggak kabur setelah lihat... semua ini."

Meira tersenyum tipis, meski terlihat ada keengganan di matanya. "Reza, aku... aku nggak bohong, aku masih bingung. Aku nggak tahu harus mikir apa. Tapi yang aku tahu, aku mau bantu kamu. Apa pun yang terjadi."

Reza menatap Meira dalam-dalam, perasaan campur aduk menghantamnya. "Tapi... ini semua... aneh, kan? Aku sendiri nggak ngerti kenapa semua ini terjadi."

Meira menggeleng pelan, suaranya tenang tapi jelas. "Ya, ini aneh. Tapi... kamu masih Reza. Aku tahu kamu bingung, tapi aku nggak akan ninggalin kamu begitu aja. Kita bisa cari tahu apa yang sebenarnya terjadi bareng-bareng."

Ucapan Meira memberi sedikit kelegaan pada Reza, tapi itu tidak mengurangi kekhawatirannya tentang apa yang akan terjadi setelah ini. Bagaimana mungkin Meira masih bisa melihatnya sebagai cowok? Dia menatap tubuhnya yang masih terasa asing di balik selimut, dadanya yang sekarang terlihat seperti milik seorang gadis muda, kulitnya yang begitu halus. Dia merasa semakin terjebak dalam tubuh yang tidak dikenalnya lagi.

Meira mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat. "Reza, kamu bilang cuma Kak Cindy yang tahu, kan? Berarti kamu udah lama ngejalanin ini sendirian?"

Reza mengangguk pelan, matanya masih menunduk. "Iya... aku nggak tahu harus cerita ke siapa lagi. Aku takut mereka semua bakal... ngerasa aku aneh. Aku nggak pengen kehilangan teman-teman."

Meira menatapnya dengan penuh rasa iba, tapi juga dengan ketegasan yang tidak pernah Reza sangka akan ia temui dalam diri Meira. "Kamu nggak sendiri sekarang. Aku di sini. Dan... kita bisa cari cara buat nyelesain ini. Kamu nggak perlu takut."

Reza menelan ludah, dan sebuah pertanyaan yang telah lama menggelayut di benaknya akhirnya meluncur keluar tanpa bisa ia tahan. "Mei... setelah kamu tahu semua ini... gimana... perasaan kamu ke aku?" Suaranya lirih, hampir berbisik, penuh dengan ketakutan akan jawaban yang mungkin menyakitkan.

Meira terdiam, tatapannya melunak. "Reza... jujur aja, aku juga nggak tahu pasti. Kamu adalah salah satu teman terdekatku. Aku peduli sama kamu, dan aku nggak akan ninggalin kamu. Tapi soal perasaan... aku butuh waktu untuk ngerti semuanya. Ini bukan hal yang mudah."

Hati Reza semakin terenyuh mendengar kata-kata Meira. Di satu sisi, ia merasa lega karena Meira masih ada di sisinya, tetapi di sisi lain, rasa sakit karena cintanya yang tak terbalas semakin terasa nyata. Dia tahu Meira butuh waktu, tapi bagaimana mungkin dia bisa berharap pada perasaan yang normal, sementara tubuhnya sendiri berubah sedemikian rupa?

Mereka terdiam lagi untuk beberapa saat, suasana di antara mereka tegang namun juga penuh kehangatan yang sulit dijelaskan. Meira menatap Reza dengan lembut, seolah mencoba memproses semua hal yang baru saja terjadi, sementara Reza hanya bisa menghindari tatapan itu, takut akan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Namun sebelum salah satu dari mereka bisa melanjutkan pembicaraan, langkah kaki terdengar dari arah luar. Pintu UKS terbuka perlahan, dan petugas medis yang tadi memeriksa Reza kembali masuk.

Cowok Punya Hormon CewekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang