Reza masih duduk di bawah naungan halte kecil bersama Meira, mendengarkan hujan yang terus mengguyur dengan deras. Waktu sudah menunjukkan jam 4 sore, dan meskipun mereka sudah berteduh cukup lama, pakaian mereka tetap basah kuyup. Hawa dingin mulai menyusup hingga ke tulang, membuat Reza sedikit gemetar.
Meira melirik jam tangannya dan tampak gelisah. "Zah, kayaknya kita nggak bisa lama-lama di sini. Kalau kita nungguin hujan berhenti, bisa-bisa pulang kesorean. Udah hampir jam 4, dan kita harus sampai rumah sebelum jam 6."
Reza mengangguk pelan, masih merasa canggung dengan suasana yang dingin dan basah ini. "Tapi... kita mau ke mana? Kafe masih jauh.
Meira terdiam sejenak, matanya berkedip ragu. Dia tampak berpikir keras, lalu mendesah panjang. "Zah... gimana ya... Kalau kayak gini, kayaknya kita harus ke rumahku. Nggak ada tempat lain yang bisa kita tuju."
Reza menatap Meira, sedikit bingung. "Ke rumah kamu?"
Meira mengangguk, tapi ada kecemasan di matanya. "Iya, tapi masalahnya... kamu tahu kan, Zah, orangtuaku strict soal tamu. Apalagi, Bu Yuni, asisten rumah tanggaku, bisa langsung lapor ke mama kalau tahu aku bawa cowok ke rumah. Itu bisa gawat."
Reza langsung merasa canggung mendengar itu. "Terus... gimana?"
Meira menatapnya serius, lalu berbicara dengan nada yang lebih rendah. "Yang boleh ke rumahku cuma cewek. Jadi, kalau kamu ke rumahku... kamu harus kelihatan kayak cewek."
Reza terdiam, tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Apa? Mei, aku nggak bisa... maksudku... nggak mungkin," katanya terbata-bata. Wajahnya memerah, setengah karena malu dan setengah karena syok dengan ide itu.
Namun, Meira tetap bersikeras. "Zah, ini satu-satunya cara. Kita udah basah kuyup, dan nggak ada waktu lagi. Kamu bisa ganti baju di rumahku, dan nggak bakal ada yang tahu selama Bu Yuni ngira kamu cewek."
Reza menggeleng pelan, masih bingung. "Tapi... aku cowok, Mei. Aku nggak bisa..."
Meira mendekat, tatapannya serius tapi juga penuh perhatian. "Zah, tubuh kamu udah berubah... kamu sendiri bilang kan? Jadi, kamu bisa pakai baju cewek, dan nggak bakal ada yang curiga. Bu Yuni nggak bakal ngeh sama sekali."
Reza terdiam. Benar, tubuhnya memang sudah banyak berubah, terutama setelah hormon-hormon di dalam dirinya mulai mempengaruhi penampilannya. Tapi ide untuk berpura-pura jadi cewek? Itu terasa sangat jauh dari jati dirinya, bahkan setelah semua perubahan yang terjadi.
Melihat Reza yang masih ragu, Meira menghela napas dan melunak sedikit. "Denger, Zah... aku nggak akan maksa kamu kalau kamu nggak mau. Tapi ini cara paling aman. Kalau Bu Yuni lapor ke mamaku kalau ada cowok di rumah, bisa masalah besar. Dan aku nggak pengen bikin kamu lebih canggung atau bikin kita dalam masalah."
Reza terdiam, mencoba memproses semuanya. Meira benar, situasi ini sulit, dan mereka sudah kehabisan waktu. Pilihan untuk tetap tinggal di sini atau melawan hujan bukanlah pilihan yang lebih baik. Meskipun gagasan untuk berpura-pura jadi cewek membuatnya sangat tidak nyaman, ada sedikit perasaan dalam dirinya yang mengatakan bahwa ini mungkin bisa dilakukan. Toh, tubuhnya memang sudah berubah-dan saat ini, itulah kenyataan yang harus ia hadapi.
Reza masih duduk di bawah naungan halte, menatap Meira dengan tatapan bingung dan sedikit frustasi. Tubuhnya yang basah kuyup membuatnya menggigil, tapi pikirannya justru sibuk mencerna permintaan aneh dari Meira. Dia merasa terjebak dalam situasi yang membingungkan, dan semakin lama dipikirkan, semakin tidak masuk akal.
"Mei," Reza akhirnya membuka suara, suaranya terdengar serius, "Lagian, tadi kamu sendiri yang ngajak aku ke rumahmu. Kalau kamu udah tahu kalau cowok nggak boleh ke rumahmu, kenapa kamu nggak ajak Azizah atau Adinda aja? Kenapa harus aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cowok Punya Hormon Cewek
Teen FictionPERINGATAN: Cerita ini mengandung tema dewasa seperti eksplorasi seksualitas dan perubahan gender. Hanya untuk pembaca berusia 21+ . Harap bijak dalam membaca dan menghormati batasan pribadi masing-masing. Cerita ini tidak dimaksudkan untuk konsums...