Mata dunia bersinar dengan garang siang itu. Fajar membelokkan motornya ke pelataran parkir minimarket. Gerah, dan tenggorokannya terasa kering sekali. Dia baru saja selesai membuat ulang berkas-berkas untuk keperluan melamar kerja. Surat kelakuan baik, surat keterangan sehat, foto diri, fotokopi KTP, fotokopi ijazah, dan sebagainya, dan sebagainya. Begitu banyak seakan semua berkas itu penting. Dia lupa, di zaman ini, lebih penting menyiapkan uang sogokan dibanding sekedar berkas-berkas.
Memang pekerjaannya yang kemarin dia dapat tanpa sogokan, tanpa calo. Tapi itu dua tahun yang lalu. Untuk saat ini dia juga ragu apa akan seberuntung kemarin atau tidak. Umurnya pun sudah bertambah. Banyak pabrik yang memasang batas umur sebagai syarat. Fajar harus bersaing dengan mereka yang baru lulus sekolah, atau yang usianya lebih muda darinya. Dua puluh tiga tahun tentu usia yang masih sangat muda. Tapi untuk masuk ke pabrik, itu usia yang mendekati uzur. Dua puluh empat atau dua puluh lima tahun batas maksimal umur untuk diterima kerja di pabrik, seakan mereka yang sudah melewati umur tersebut tidak layak untuk diperkerjakan. Padahal di usia yang matang banyak orang yang sudah dipusingkan dengan segala kebutuhan. Ada yang sudah berkeluarga, atau yang sedang menyiapkan membentuk keluarga. Tentu semangat kerja mereka berlipat-lipat dibanding bocah ingusan yang baru lulus.Fajar sebenarnya belum tahu kapan dan pada perusahaan yang mana dia akan melamar. Tadi pagi dia hanya suntuk, tidak tahu mau berbuat apa, hingga terpikirlah menyiapkan berkas-berkas itu. Jika di suatu hari ada lowongan, tentu akan lebih repot menyiapkannya secara mendadak, bukan? Semua berkas itu sudah lengkap di dalam tas gendongnya. Dia masuk ke minimarket untuk membeli minuman.
Fajar berdiri di depan lemari minuman dingin, memilih-milih minuman mana yang enak untuk dia kucur ke tenggorokannya. Setelah memilih beberapa saat, tetap saja air mineral murah yang dia ambil. Ada barang lain yang mau dia beli. Tapi tenggorokannya tidak bisa menunggu terlalu lama. Dia ke kasir untuk membayar minuman terlebih dahulu, lalu menenggaknya.
Di luar minimarket, sebuah sedan hitam tua baru saja tiba. Seorang ibu muda yang duduk di kursi depan, menengok pada anaknya yang duduk sendirian di kursi belakang. "Mau ikut masuk gak, Vi?" tanya Ibu Dewi. Rambut panjangnya diikat. Persis sekali dengan Vivi yang sedang khusyuk membaca buku. "Enggak ah," jawab Vivi.
"Ya udah. Ibu juga sebentar kok."
"Ayah titip rokok, Bu," kata Pak Wira di belakang kemudi.
"Ayah kan udah janji mau berhenti merokok!" tegur Vivi.
"Tuh, Yah, dengar kan anaknya ngomong apa?" Ibu Dewi tersenyum. Sedangkan Pak Wira hanya mendengus pasrah.
Ibu Dewi keluar mobil. Berjalan lalu mendorong pintu minimarket dan masuk. Mengambil keranjang, berjalan menyusuri lorong, tiba di depan rak minyak goreng, dia pindahkan tiga pouch yang berukuran dua liter pada keranjang. Di rak sebelahnya, dia ambil tiga kilo gula, dua pack teh celup, dua kaleng susu kental manis dan sebungkus besar sereal. Keranjangnya tampak penuh. Begitu dia ingin membawanya ke kasir, dia tampak tidak kuat mengangkat. Berat.
"Mas ..." Kepalanya bergerak mencari pegawai minimarket untuk minta tolong. Tapi tidak dia temukan.
"Boleh saya bantu, Bu?" suara itu muncul dari belakang. Ibu Dewi membalikkan badan. Dilihatnya seorang pemuda berdiri. Bukan pegawai minimarket.
"Oh iya. Makasih ya," ucap Ibu Dewi.
Fajar tersenyum tipis. Lalu mengangkat keranjang belanja Ibu Dewi, menjinjingnya, dan menaruhnya di atas meja kasir.
"Makasih ya," ucap Ibu Dewi lagi.
Sekali lagi Fajar hanya tersenyum dan mengangguk. Dia lalu pergi berkeliling mencari sesuatu yang hendak dibelinya.
"Sebentar ya, Neng. Ada yang kelupaan," kata Ibu Dewi pada kasir. Dia kembali masuk ke lorong rak. Di rak kopi, dia berpapasan dengan pemuda yang tadi membantunya. "Maaf, sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya, tapi di mana ya? mukamu sepertinya gak asing buat saya," kata Ibu Dewi. Terlihat dia sambil berpikir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Portulaca
Genel KurguKarena sebuah janji harus ditunaikan hingga tuntas. Apalagi, jika harga diri keluarga ikut terseret di dalamnya.