Bab 6 : Titik Didih

49 34 2
                                    

Setelah ledakan emosi dari Ibunya, keheningan mulai menyelimuti isi rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah ledakan emosi dari Ibunya, keheningan mulai menyelimuti isi rumah. Rama masih terisak di kamarnya, perasaan sakit dan kecewa menyelimuti hatinya. Rama merasa tidak pernah cukup baik di mata Ibunya, tidak peduli seberapa keras dirinya berusaha.

Ayahnya mencoba mengetuk pintu kamar Rama, namun Rama tidak menjawab. la tahu, anaknya sedang sangat terluka. Dengan hati yang berat, Ayahnya memutuskan untuk memberikan Rama waktu dan ruang untuk menenangkan diri.

Hari-hari berlalu dan kejadian dimana Ibunya membentaknya masih meninggalkan bekas luka yang mendalam di hati Rama. Setiap malam, Rama terbangun dari mimpi buruknya, terbayang-bayang kata-kata pedas Ibunya. Rasa tidak berharga terus menghantui Rama. Rama mencoba berusaha sekeras mungkin untuk membuktikan bahwa dirinya mampu, namun setiap usahanya selalu terasa kurang.

Rama mencoba berbagai cara untuk mendapatkan perhatian positif dari Ibunya, namun hasilnya selalu nihil. Perlahan nilai Rama disekolah mulai membaik, Rama juga ikut membantu pekerjaan di rumah, bahkan Rama mencoba untuk menjadi anak yang lebih baik lagi dan segala sesuatu sudah Rama lakukan. Namun, pujian yang Rama dambakan dari Ibunya tak kunjung datang.

Minggu demi minggu berlalu dan bulan pun berganti, namun luka di hati Rama tak kunjung menghilang. Rama merasa semakin lelah dan putus asa. Rasa benci mulai tumbuh dalam diri Rama, terutama kepada Ibunya. Rama merasa seolah-olah Ibunya adalah sumber dari segala penderitaannya.

Suatu hari, saat sedang makan malam bersama. Rama tidak sengaja menjatuhkan ayam dari piringnya ke lantai karena Rama kesulitan memotong ayam dengan sendok yang dipegangnya.

"Kamu bisa enggak sih, Rama. Satu hari tidak bikin masalah terus!" ucap Ibunya dengan nada marah.

"Maaf, Bu. Rama tidak sengaja menjatuhkannya," ucapnya merasa bersalah.

"Mau kamu sengaja atau tidak, seharusnya kamu bisa lebih hati-hati."

"Sudahlah, ayam yang kamu masak tadi memang sedikit keras. Aku juga merasa sulit memotongnya," ucap Ayahnya berusaha membela Rama.

"Seharusnya dia bisa mengambilnya menggunakan tangan, kan? Bukan malah menjatuhkannya seperti itu, sekarang lihat lantainya jadi kotor."

"Aku nanti yang akan membersihkan lantainya, kamu tenang saja."

"Mas, ini bukan masalah siapa yang akan membersihkan lantainya! Tapi coba kamu lihat anak kamu yang selalu bersikap ceroboh dan membuat masalah setiap harinya."

"Ibu, Ayah, biar Rama saja yang membersihkan lantai dan membereskan semua piring ini. Rama akan membersihkannya sampai benar-benar bersih," ucap Rama ditengah perdebatan orang tuanya.

"Tidak perlu, Nak. Biar Ayah saja yang akan membersihkannya nanti."

"Kamu itu ya, mas. Jangan terlalu memanjakan anakmu, biar saja dia yang membereskan semua ini. Biar dia bisa belajar bertanggung jawab terhadap diri dan hidupnya, jangan hanya tahu mengeluh dan menangis!" ucap Ibunya dengan suara sedikit keras dan menekankan kata-katanya.

Kapan Aku Bisa Menjadi Diriku Sendiri? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang