Bab 21 : Melepas Rumah Kedua

68 42 91
                                    

Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar, mengiringi langkah mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar, mengiringi langkah mereka. Rama merasakan jantungnya berdebar kencang. Tatapan sinis dari teman-temannya membuatnya merasa tidak nyaman.

Aisyah, yang berjalan di sampingnya, tampak lebih tenang. Ia tersenyum tipis pada Rama, memberikan isyarat agar temannya itu tidak terlalu memikirkan tatapan-tatapan tersebut. Namun, rasa tidak nyaman yang dirasakan Rama semakin menjadi. Ia ingin sekali menghilang dan tidak terlihat oleh siapapun.

"Kenapa mereka menatap kita seperti itu?" bisik Rama lirih pada Aisyah.

Aisyah menghela napas. "Abaikan saja," jawabnya tegas.

Rama mengangguk pelan, namun ia tetap merasa gelisah. Mereka berdua akhirnya sampai di bangku mereka. Rama duduk dengan tubuh bungkuk, berusaha menghindar dari tatapan teman-temannya. Ia merasa seperti orang asing di kelasnya sendiri.

Saat mereka duduk, pintu kelas terbuka dan seorang guru biologi dengan wajah sedikit memerah masuk. Beliau mengipas-ngipasi wajahnya dengan buku. "Aduh, ada apa ini? Kenapa bau sekali di kelas?" tanyanya sambil menengadah ke langit-langit.

Beberapa siswa mulai berbisik-bisik. "Bau telur, Bu," kata salah seorang siswa.

Guru biologi itu mengerutkan kening. "Telur? Siapa yang membawa telur ke kelas?" tanyanya curiga.

Semua mata di kelas tertuju pada Rama. Rama yang tadinya sudah merasa tidak nyaman, kini semakin merasa bersalah. Ia yakin bahwa aroma telur ini berasal dari bekalnya yang tumpah tadi. Rama menunduk dan melihat ke bawah dimana bekalnya terjatuh, ia melihat lantai di samping mejanya sudah bersih dan tidak ada sedikitpun butiran nasi yang tersisa karena ia sudah membersihkannya.

"Rama, kamu membawa bekal telur?" tanya Bu Ayu.

Rama mengangguk pelan. "Iya, Bu."
Rama merasa malu. Ia tidak menyangka bahwa telur yang dibawanya akan menimbulkan masalah sebesar ini. Ia meminta maaf kepada guru dan teman-teman sekelasnya.

"Maaf, Bu." ucap Rama.

"Sudah, tidak apa-apa."

Selama pelajaran berlangsung, Rama kesulitan berkonsentrasi. Pikirannya terus terganggu oleh tatapan-tatapan sinis dari teman-temannya. Ditambah lagi dengan perasaan malu dan bersalah oleh gurunya itu, benar-benar membuatnya ingin menghilang dari kelas.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Rama segera berkemas dan keluar dari kelas. Ia tidak ingin berlama-lama di sana. Aisyah menyusulnya dan berjalan bersamanya.

"Mau pulang bareng?" tanya Aisyah.
Rama mengangguk lemah. Ia tidak ingin berjalan sendirian.

Dalam perjalanan pulang, Aisyah berusaha menghibur Rama. Ia menceritakan berbagai hal yang lucu untuk mengalihkan perhatian Rama dari masalahnya. Namun, Rama tetap merasa sedih dan kecewa.

Mereka terus berjalan menjauh dari sekolah, mengikuti langkah kaki Rama yang seolah berjalan tanpa arah. Aisyah yang merasa ada yang aneh dengan arah jalan yang mereka lalui pun akhirnya bersuara, "Rama, kok kita belok ke sini sih? Bukannya tempat halte bus itu lurus?"

Kapan Aku Bisa Menjadi Diriku Sendiri? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang