꧁ Part 05 ꧂

80 6 2
                                    

══════════ ꧁꧂ ══════════

Hujan turun deras pagi itu.

Di teras belakang rumah, Airyn dan Zeus duduk berhadapan di lantai. Ada papan catur di tengah-tengah mereka. Rupanya pasangan pengantin baru itu sedang bermain catur. 

"Tak ada pesta pernikahan, tak ada bulan madu, dan Airyn malah mengajakku bermain catur. Dia memang wanita yang berbeda. Tapi, aku menyukainya, apa pun itu yang disukai Airyn," batin Zeus.

Airyn memindahkan bidak kudanya. "Mendiang ayahku suka bermain catur. Saat bosan, dia akan mengajakku bermain catur. Ibuku bukan tipe orang yang suka permainan otak. Jadi, hanya aku yang bisa diajak bermain catur oleh Ayah," paparnya.

"Begitu, ya?" Zeus memindahkan bidaknya.

"Iya." Airyn memindahkan perdana menteri ke depan kaisar milik Zeus. "Kau mati langkah."

Alis Zeus berkedut. "Ah, ya, aku kalah lagi." Pria itu terkulai lemas di lantai.

Hujan di luar masih deras. Air mulai menggenang, menenggelamkan rumput taman belakang.

"Airyn, apakah kau tidak membenciku?" tanya Zeus.

Airyn yang sedang menata ulang bidak di papan catur pun menghentikan aktivitasnya ketika mendengar Zeus bertanya demikian.

"Sepertinya dia muncul," ucap Airyn dalam hati. Pandangannya tertuju pada bel alarm yang dipasang di dinding ruangan itu.

Di tiga rumah yang paling dekat dengan rumah Zeus dan Airyn, terlihat beberapa pria berjas yang senantiasa mengawasi rumah pasangan pengantin baru itu. Mereka adalah orang-orang kepercayaan Claire.

Tangan Airyn bergerak merogoh sesuatu di dalam saku celana. Wanita itu tak berhenti menatap suaminya.

Zeus bangkit untuk duduk. Kepalanya tertunduk dalam. Melihat perubahan pada suaminya, Airyn menelan saliva. Ia merasa cemas untuk sebuah alasan. Jantung wanita itu berdegup kencang.

"Saudara-saudaraku __kecuali Claire__ menyumpahiku karena mereka berpikir jika aku adalah aib keluarga. Mereka bilang, aku ini iblis, aku pembunuh. Mereka menuduhku terlalu banyak. Dan aku baru tahu kalau Selena dan Max mengalami hal mengerikan. Semua orang menuduhku," papar Zeus.

Airyn masih berwaspada. Wanita itu mengeluarkan tabung suntikan kecil dari dalam saku celana. "Namun, dari suara dan perkataannya, sepertinya dia masih Zeus," batinnya.

Zeus mendongak menatap istrinya. Airyn terkejut melihat Zeus yang menangis.

"Hanya kau satu-satunya orang yang bisa menerimaku. Kau tidak pernah mempertanyakan apa yang terjadi," ujar Zeus.

Airyn menyahut, "Karena kau memang tidak 'mengetahuinya', kan? Kau sendiri tak tahu dengan apa 'yang terjadi'."

Zeus terdiam mencerna ucapan istrinya.

"Di situasi seperti ini, seharusnya aku memeluknya, kan? Tapi, bagaimana jika iblis itu tiba-tiba muncul dan menyerangku?" ucap Airyn dalam hati.

"Aku memang bodoh!" Zeus memukuli kepalanya sendiri. Buliran bening masih mengalir membasahi pipinya.

"Gawat!" batin Airyn yang segera melompat ke atas meja hingga bidak-bidak catur yang sudah ditata rapi itu berjatuhan ke lantai.

Airyn memeluk Zeus dan menahan kedua tangan kekar pria itu agar berhenti memukuli kepalanya sendiri. "Berhenti atau aku akan marah." Airyn memeluk suaminya.

Zeus membalas pelukan Airyn yang duduk di pangkuannya. Pria itu melelapkan kepala di dada istrinya tersebut.

"Jika kau ingin menangis, menangislah. Tapi, aku mohon, jangan sakiti dirimu sendiri," ucap Airyn.

Freesia RefractaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang