Hari itu Paman Sung tidak ikut isterinya dengan Taehyung ke kedai. Pria setengah baya itu mengatakan bahwa ia harus mengerjakan sesuatu di rumah. Agar tidak menjadi beban Taehyung dan Ok-suk, Paman Sung melarang ibunya untuk ikut mereka buka kedai.
Namun saat Taehyung, Bibi Sung, dan Yoojung kembali ke rumah, Paman Sung tidak ada di sana.
"Dong-il bilang dia mau memperbaiki pondok lilin." Nenek Park selonjoran di lantai rumah mereka sambil menikmati buah jeruk. Ia tersenyum pada Taehyung, "duduklah di sini, Nenek kupaskan jeruk untukmu."
"Memperbaiki pondok lilin?" Bibi Sung terheran-heran. "Apa yang mau Dong-il lakukan di sana?"
"Apa itu pondok lilin?" Taehyung menoleh ibu Jinwoo.
"Taehyung ssi, ikutlah dengan Bibi. Yoojung, kau temani nenekmu di sini." Bibi Sung memakai sendalnya kembali dan bergegas pergi diikuti oleh Taehyung.
"Bi, apa itu pondok lilin?" Taehyung kembali bertanya. Ia masih tidak mengerti ke mana mereka melangkahkan kaki dengan terburu-buru seperti ini.
"Ayah dan ibu mertuaku adalah salah satu pembuat lilin tradisional di Jeongdo," Song Ok-suk mulai bercerita tanpa memperlambat langkah kakinya, "mereka membangun sebuah pondok di dekat bukit sebagai tempat membuat lilin."
Taehyung ingat Paman Sung pernah bercerita kepadanya tentang pekerjaan yang dilakoni oleh kedua orangtuanya dulu.
"Namun sejak ayah mertuaku wafat dan ibu mertuaku sudah tidak bisa bekerja lagi, usaha pembuatan lilin Keluarga Sung-pun ditutup. Suamiku tak mau melanjutkannya. Dia beralasan ongkos dan tenaga yang dipakai untuk pembuatan lilin tidak sebanding dengan hasil yang kami dapatkan dan di Pulau Jeongdo ini hampir tidak ada lagi yang memproduksi lilin. Ibu mertuaku adalah salah satu pengrajin lilin terakhir di sini. Sejak lima tahun yang lalu pondok lilin kami otomatis tidak pernah lagi digunakan."
"Kalau sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun, pondok itu pasti sudah rusak sekarang." Kata Taehyung.
Bibi Sung mengangguk. Jalan menuju kaki bukit tidaklah sebagus jalan menuju desa. Penerangan di sana juga sangat minim. "Sudah lama sekali kami tidak mendatangi pondok lilin. Tempat itu memang hampir tak bisa ditempati lagi. Entah apa yang ingin suamiku lakukan di sana."
Jika tidak ada cahaya dari lampu gas dan suara berisik, Taehyung tidak akan tahu jika mereka sudah sampai di dekat pondok lilin. Pondok itu gelap-----mungkin listrik sudah lama dicabut dari sana. Bangunan pondok rusak parah. Sebagian atap rumah yang terbuat dari byeotjib----jerami kering-----yang biasa disebut dengan nama chogajiboong, sudah banyak yang hilang, entah diterbangkan oleh angin atau rubuh ke dalam pondok.
"Tok! Tok! Tok!"
"Yoojung Appa." Bibi Sung setengah berlari menghampiri suaminya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Paman Sung berhenti memaku dinding. Ia menoleh isterinya sekilas, "aku sedang memperbaiki pondok lilin."
"Untuk apa? Kita sudah tidak memproduksi lilin lagi. Ayo pulang. Sekarang sudah larut malam."
"Tidak. Aku harus menyelesaikan dinding pondok agar besok aku bisa mengganti atap jeraminya." Paman Sung mengibaskan lengannya yang dipegangi oleh Song Ok-suk.
"Yeobo... Tak ada gunanya kau perbaiki pondok ini. Bukankah kau sudah tak mau membuat lilin lagi? Untuk apa kau capek-capek memperbaiki pondok jika tidak ada yang akan membuat lilin? Sekarang ini kau adalah seorang petani dan pemilik kedai makan-----"
"------Diamlah!"
Bukan hanya Song Ok-suk yang tersentak oleh bentakan suaminya, Taehyung juga.
Hening membekukan suasana di antara mereka bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE THAT DOESN'T HAVE A NAME [VYOON FANFIC]
أدب الهواةAkibat kelalaiannya, Kim Taehyung tak sengaja menghilangkan nyawa seorang pria. Namun ia tidak menerima hukuman apapun berkat campur tangan kedua orangtuanya. Untuk menghilangkan perasaan berdosa yang menghantuinya, Taehyung mendatangi kampung halam...