BAB 20

98 22 26
                                    

Begitu Yoojung tiba di rumahnya, ia disambut dengan sebatang rotan yang tanpa ampun mengenai betisnya dengan keras.

"Aduuuh! Aduuuh! Ampun!" Yoojung melompat-lompat menghindari sabetan rotan ibunya.

"Anak nakal! Ke mana saja kau!" Bibi Sung memarahi anak bungsunya yang sangat badung itu. "Apa kau tak tahu betapa susah hati ayah dan ibumu ini? Sehari-semalam kami tidak tidur demi mencari-carimu ke mana-mana."

"Plaaak! Plaaak! Plaaak!"

Bibi Sung masih belum puas memukuli kaki Yoojung.

"Ampun, Eomma! Ampun!" Yoojung terus berlari-lari di ruang tamu rumahnya demi menghindari rotan ibunya.

"Ooh, Sung Yoojung, kau membuat umur orangtuamu berkurang sepuluh tahun." Bibi Sung menarik Yoojung ke dalam pelukannya dan menangis tersedu-sedu. Biar semarah apapun hatinya kepada gadis remaja itu, nalurinya sebagai seorang ibu tetaplah yang menang. Tak henti-hentinya Song Ok-suk mengucapkan syukur karena puteri bungsunya itu telah kembali pulang dengan selamat. Ia ciumi pangkal kepala si anak.

"Eomma, seharusnya Eomma tidak memukulku." Yoojung tersedu-sedu.

"Kenapa Eomma tak boleh memukulmu? Tunggulah sampai ayahmu kembali, kaki dan tanganmu pasti akan biru matang dibuatnya. Kau memang sangat nakal." Song Ok-suk gegetun.

"Eomma tak boleh memukulku karena aku pulang membawa seseorang."

"Siapa?" Dahi Song Ok-suk berkerut kaget.

"Lihat saja sendiri." Yoojung berlari ke depan rumah. "Oppa! Kemarilah."

Song Ok-suk hampir tak memercayai matanya saat ia melihat Taehyung berdiri di muka rumahnya. Wajah pemuda itu menampakkan rasa malu dan juga sesal.

"Taehyung ah! Taehyung ah! Akhirnya kau pulang juga."

Bukan Bibi Sung yang berseru dan terseok-seok menyambut pemuda tampan itu, melainkan Nenek Park.

Taehyung terpana mendengar seruan sang nenek.

"Nah, apa kubilang? Nenek terus memanggil-manggil nama Oppa, nama Taehyung Oppa." Yoojung menjentik hidungnya sendiri dengan bangga. Sudah lupa ia dengan keadaan betisnya yang biru-biru terkena sabetan rotan.

Sebelum Nenek Park menuruni serambi rumah, tangan Taehyung sudah menggapainya. "Nenek, bagaimana kabarmu?"

"Akhirnya kau pulang juga." Nenek Park berkaca-kaca. Ia membelai wajah Taehyung seperti yang selama ini selalu ia lakukan. "Taehyung ah...."

Taehyung mengangguk. Ia menahan diri untuk tidak larut dalam rasa haru. "Akhirnya Nenek tahu juga nama saya."

Nenek Park tersenyum. "Sejak dulu Nenek sudah tahu." Ia memeluk Taehyung.

Taehyung sudah sering dipeluk oleh berbagai macam wanita, namun pelukan Nenek Park selalu menghangatkan hatinya. Ia teringat akan mendiang neneknya sendiri------satu-satunya orang yang selalu ada untuknya saat ia kecil.

"Sejak dulu Nenek sudah tahu kalau saya ini Taehyung dan bukan Jinwoo?" Taehyung mengerjap-ngerjap kebingungan.

Nenek Park tersenyum manis. Senyumannya mengingatkan Taehyung kepada senyuman nakal Yoojung. "Nenek sudah tahu. Nenek hanya senang menggodamu."

Taehyung tak bisa marah kepada Nenek Park meskipun wanita tua itu telah mengerjainya selama ini. Hati Taehyung begitu bahagia karena melihat kasih sayang yang ditunjukkan oleh Nenek Park untuknya.

"Nek, biar saya periksa kondisi Nenek dulu." Karena Taehyung tak membawa peralatan dokternya, dengan tangan kosong ia meraba nadi Nenek Park, mengecek suhu, perut, mata, dan lidah si nenek. Masih ada bekas demam, tapi secara keseluruhan kondisi nenek Park boleh dibilang baik.

LOVE THAT DOESN'T HAVE A NAME [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang