BAB 21

97 19 28
                                    

Lama sudah Yoona melamun di balik meja kerjanya. Seperti biasa, perpustakaan selalu kosong. Dahulu Yoona tak pernah mempersoalkan sepi atau tidaknya perpustakaan. Ia bekerja di sana karena mendiang ibunya adalah penggagas pertama perpustakaan Jeongdo. Almarhumah ibu Yoona berasal dari kota lain. Ibunya datang ke Jeongdo dengan sebuah misi: mengajarkan anak-anak di sana untuk mencintai buku. Karena di tempat terpencil ini, hanya bukulah yang menjadi pintu dan jendela mereka untuk melihat dunia-----bahwa di balik bukit dan lautan yang mengelilingi pulau, ada dunia lain yang tak kalah menariknya. Sayang ibunya pergi dengan begitu cepat. Begitu anak keduanya lahir, ibu Yoona menghembuskan nafasnya yang penghabisan. Ibu Yoona tak pernah sempat melihat perpustakaan yang digagasnya itu kini telah diisi dengan belasan ribu buku dari seluruh penjuru Korea.

Dan akupun gagal membuat penduduk desa tertarik untuk membaca buku. Yoona mendesah lesu. Ia beranjak dari kursinya dan mengambil sebuah buku dari dalam rak untuk dibersihkan. Gerakan tangannya perlahan-lahan terhenti. Ia menyandarkan kepalanya di pinggir rak sambil memeluk buku tersebut.

Tempat ini sepi. Teramat sangat sepi. Terutama setelah dia pergi...

Yoona mengerjap-ngerjapkan matanya yang terasa basah. Entah sudah berapa kali ia menangis tanpa sebab selama beberapa bulan ini. Tanpa sebab? Ah, tidak. Setiap orang menangis karena memiliki sebab. Begitupun dengan dirinya. Ia juga memiliki alasan mengapa airmatanya sering sekali menetes.

Dahulu cinta tidaklah menyakitkan seperti ini. Rindu tidaklah seperih ini. Namun semenjak ia menyerahkan hati dan cintanya kepada Taehyung, segala yang pernah Yoona rasakan seolah-olah menjadi kutukan baginya.

Ada kalanya tanpa disadari oleh Yoona, kakinya melangkah ke tepi laut dan berharap lelaki yang dicintainya itu akan muncul secara tiba-tiba. Ada kalanya ia tak sengaja melihat mercusuar yang dijaga oleh Pak Go, dan hatinya terasa bagaikan tertusuk duri. Bahkan setiap kali ia terbatuk, Yoona akan teringat ciuman pertama yang diberikan oleh Taehyung padanya. Itu memang bukan ciuman pertama yang pernah ia rasakan dalam hidupnya, tapi mengapa hanya ciuman dan pelukan dari Taehyung yang kini selalu diingat olehnya?

Yoona sangat merindukan Taehyung. Begitu merindunya ia sampai-sampai dua hari ini Yoona seolah berhalusinasi mendengar bunyi bel sepeda Taehyung di luar perpustakaan. Tentu ia hanya berkhayal saja bahwa Taehyunglah yang melintas di sana karena setiap kali Yoona berlari ke luar, yang dilihatnya hanyalah orang-orang desa atau pelajar SMA yang hendak pergi ke sekolah.

Nomor telepon Taehyung masih tersimpan di dalam ponselnya. Pesan-pesan dan kata-kata cinta lelaki itu masih tersimpan di kotak pesannya tanpa pernah ia hapus. Tapi Yoona sama sekali tak mau menghubungi Taehyung. Ada satu tembok tinggi yang menghalanginya.

"Tap. Tap. Tap."

Yoona sontak memasang telinga begitu ia mendengar suara langkah kaki. Mungkin itu adalah ayahnya, mungkin juga salah satu warga desa yang ingin meminjam buku.

Tapi bukan mereka yang dilihat oleh Yoona. Melainkan Taehyung.

Yoona tertegun. Terhenyak. Terpana. Tersentak melihat kehadiran Taehyung di depan matanya. Apakah halusinasinya sudah separah ini sehingga ia membayangkan sosok Taehyung dengan begitu jelasnya dan bukan hanya sekedar samar-samar bayangan?

"Yoona," hampir tak tahan Taehyung ingin meraih Yoona, menariknya ke dalam sebuah pelukan dan menghujani gadis itu dengan kecupan yang penuh kerinduan. Namun gadis yang berdiri di hadapannya itu hanya menatapnya dengan dingin.

"Kau... Kembali?" Tanya Yoona dengan tawar, padahal di dalam dadanya tengah terjadi huru-hara yang sangat dahsyat.

"Bukankah sudah kubilang aku akan kembali lagi?" Taehyung tersenyum. "Aku rindu padamu."

LOVE THAT DOESN'T HAVE A NAME [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang