Bab 22

9 3 1
                                    

.
.
.
.
.
.
.

Permainan futsal malam itu bener-bener asik. Ralat judgement Lovelyn tentang Aster yang lemah. Dia lihai banget main bola. Beberapa kali cetak gol dan keliatannya enteng banget. Mungkin ini sebabnya Evan sempat memintanya masuk club futsal waktu itu. Tim Evan terlihat kewalahan dengan skor jomplang.

Dan tau tidak? Malam itu, selain hanya memakai jaket baseball milik Evan, Lovelyn juga hanya membawa ponselnya saja. Gak tau kenapa, Lovelyn malah membuka kamera dan memotret Aster diam-diam. Bahkan setelah mendapatkan beberapa foto, dia sempat menzoom dan yang lebih gila, dia terlihat tamvan dalam angel manapun.

Mungkin ini yang disebut permata tersembunyi..
Lovelyn ~

Priiiit
Priiiit
Priiiit

Gak. Permainan belum berakhir. Itu hanya sebuah pelanggaran yang berujung huru-hara di tengah lapangan. Evan bahkan sempat mendorong kasar dada Aster hingga terjengkang.

Hei! Kenapa si? Lengah sedikit tiba-tiba kok begini?

Wasit terlihat sedang bernegosiasi. Aster dibantu Bayu kembali berdiri kemudian terlihat menyodorkan tangan pada Evan untuk bersalaman. Lovelyn benar-benar ingin tau apa yang terjadi di sana. Tapi masa iya harus teriak-teriak dan bertanya?

Oke! Jangan main ponsel terus. Fokus nonton aja. Lovelyn mematikan layar ponselnya kemudian ia masukkan ke dalam saku jaket.

Permainan kembali dimulai. Kali ini suara tendangan-tendangan itu lebih kuat dari sebelumnya. Beberapa orang diantara mereka mulai bernafsu untuk mengarahkan bola-bola itu pada Aster dan timnya. Apa memang lumrahnya seperti ini? Mereka terlihat benar-benar hanyut kedalamnya. Tendang sana tendang sini seolah tanpa perhitungan. Tak lagi mempedulikan skor.

Bukankah permainan seperti ini berbahaya? Pikir Lovelyn.

Gol!

Entah kali ke berapa Aster mencetak gol lagi. Evan terlihat mulai kesal. Ayolah. Ini hanya permainan tapi kenapa lama sekali? Lovelyn mulai mencari-cari cara untuk menghabiskan waktu. Bukan tak senang melihat keseruan mereka main bola. Tapi jika kasar begitu, lebih baik tidak di tonton kan?

Lovelyn mulai beranjak. Melihat di sekeliling ternyata ada sebuah cafe jajanan kayaknya. Tapi mana punya uang best! Lovelyn bahkan tidak membawa dompetnya. Dan saldo di rekening pun nihil. Anj**ir kan? Padahal perut mulai lapar. Tapi jalan dulu aja lah. Dia tak tega melihat serangan-serangan bola yang mulai ngaco itu.

Lovelyn memilih berkeliling di sekitar sana. Ini sudah larut malam tapi cahaya lampu di sana masih terang benderang. Sekolah mana lagi yang rela menghamburkan uang hanya untuk club futsal doang? Kayaknya memang cuma Utopia deh. Gumam Lovelyn yang kini masih juga berjalan-jalan di sekitar gedung futsal itu.

"Neng, mau kemana?" Tiba-tiba seorang wanita paruh baya dengan trolley attendant bertanya dengan ramah.

"Oh? Udah di pel ya buk?" Lovelyn tak enak hati ketika menginjak lantai yang memang sudah mengkilap itu.

"Ah.. Gak papa Neng, hari ini ibu bisa pulang lebih cepat karena semua gedung di sewa. Lima belas menit lagi sudah bisa pulang." Ujarnya kemudian duduk terlihat sedang beristirahat setelah membersihkan seluruh ruangan itu.

"Sendirian buk?" Tanya Lovelyn.

"Karyawan publik area di sini ada empat. Dua shift pagi, dua shift malam. Ibuk sama teman ibuk berdua." Ungkapnya.

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang