Bab 28

7 3 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Om Anthony pengen ketemu katanya. Kita makan malam di luar. Mereka udah pesan tempatnya." Erlangga tiba-tiba membuka pintu kamar Aster ketika hari menjelang malam.

Tak ada jawaban apapun, Aster langsung menyibak selimut yang ia pakai kemudian bergegas ganti baju. Jika ini perintah Erlangga, Aster mana mungkin menolak. Padahal ia kira tadi ayahnya hanya mengajak makan malam. Aster sudah menyiapkan kalimat penolakan halus yang gak mungkin di bantah.

Tomi dan Joe tak pernah ketinggalan jika pergi begini. Mereka memang sudah satu paket dengan pasangan masing-masing. Aster dengan Tomi, dan Erlangga dengan Joe. Harus seperti itu meski hanya menggunakan satu mobil. Entah apa yang Erlangga takutkan padahal selama ini Aster disembunyikan dengan baik olehnya.

"Mbah Gun minta kamu cari tau soal Ki Agung yang lagi viral itu?" Tanya Erlangga ketika dalam perjalanan menuju tempat makan yang sudah Anthony siapkan sebelumnya.

"Ageng Yah.." Jawab Aster sedikit mengoreksi dan tersirat membenarkan apa yang dia sebutkan tadi.

"Udah sampai mana kamu cari tau?" Tanya Erlangga lagi.

"Belum sempat. Tapi kayaknya Gio sama Bayu udah dapet info." Ungkap Aster.

Ya. Mana sempat memikirkan dukun halu itu ya kan? Pikirannya kini malah penuh dengan kekecewaan pada sikap Lovelyn. Harusnya sih naik motor dulu cari angin, atau mungkin pergi ke pantai buat refreshing. Tapi tau sendiri. Aster mana boleh melakukan semua itu sesuka hati. Ada banyak urusan yang harus dia selesaikan bersama Erlangga.

Dari mulai memantau masa depan bisnis Erlangga biar selalu terkendali, memastikan kekuatannya bertahan atau bahkan meningkat ketajamannya, berurusan dengan klien yang kebanyakan pejabat-pejabat tinggi itu, menghindar dari media apapun, plus berjaga-jaga setiap saat mana tau ada darah emas yang tiba-tiba datang kan? Hidupnya memang selalu seperti ini sejak lama. Aster begitu diandalkan oleh Erlangga. Dia tak punya siapa-siapa lagi.

"Jangan ikut-ikutan kalau sama media. Sekali aja kamu ikut, selamanya kamu bakal terlibat. Biar Ayah aja yang atasi. Kamu tinggal tau eksekusi aja." Ungkap Erlangga yang kemudian kembali mengecek tablet yang sejak naik tadi selalu ia otak-otak. Aster tak menjawab lagi karena jawaban darinya tak akan berpengaruh apapun. Sekilas dia merasa lelah sebenarnya. Memang apa yang akan terjadi jika dia kehilangan kekuatan ini?

Apa Erlangga akan lebih melonggarkan kekangannya? Sebenarnya ada banyak hal yang ingin Aster lakukan di luar sana. Dia juga ingin tampil seperti orang lain. Dipuji, dibenci, di sanjung, bahkan dihina seperti orang lain pun tak masalah. Asal tak ada beban berat di pundaknya yang harus selalu ia jaga biar seimbang.

Tapi kapan? Sampai kapan perasaan terikat ini ia rasakan? Coba diterima seperti apapun percuma. Aster malah semakin sesak. Selama kekuatan ini masih ada, sepertinya Erlangga tak mungkin melepaskannya.

Beberapa menit di perjalanan, Aster sampai di sebuah restoran bergaya klasik. Dua orang pelayan ramah menyambut bahkan mempersilakan mereka untuk masuk. Ini pertama kalinya Aster datang ke tempat itu. Konsep mereka sudah seperti kerajaan-kerajaan jaman dulu. Antik dan terkesan me-lokal sekali.

Anthony gak lebay dengan memesan seluruh restoran untuk menjamu mereka. Masih ada beberapa tamu yang datang meski tidak terlalu ramai. Erlangga sempat bertanya dimana tempat yang Anthony booking, dan akhirnya pelayan-pelayan itu mengantarkan sampai tujuan.

Tak hanya Anthony, tentu saja Lovelyn pun sudah berada di sana menunggu Aster entah berapa lama.

"Udah lama?" Tanya Erlangga. Anthony mengelak setelah meminta mereka duduk bersama di sebuah meja makan yang lumayan paling besar di sana. "Abis mendadak sekali. Aku bahkan gak bawa apa-apa ke sini." Lanjut Erlangga tak enak hati.

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang