Bab 29

7 3 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.





Drrrt
Drrrt
Drrrt

"Ya Pah?" Jawab Lovelyn yang kemudian menoleh ke samping lalu tersenyum hangat.

Mereka kini tengah menikmati indahnya gemerlap  kota di atas sebuah jembatan penyebrangan dengan lalu lalang kendaraan yang bebas malam itu.

"Dimana!" Sentak Anthony di seberang sana hingga membuat keduanya tersenyum semakin lebar.

"Lagi jalan-jalan sama Aster Pah.."

"Lovelyn sama aku Om.." Aster ikut menjawab.

"Ah.. Jangan pulang terlalu malam!" Ujar Anthony yang kemudian menutup telpon asal. Kemungkinan mereka masih ada di restoran itu sekarang. Padahal yang merencanakan makan malam sebenarnya mereka. Tapi akhirnya malah di tinggal begitu saja.

Meski begitu, Aster dan Lovelyn malah terkekeh bersama sambil kembali menikmati jalanan di bawah sana yang masih juga ramai.

"Jadi sedekat itu sama Evan?" Tanya Aster yang sejak tadi mendengarkan cerita Lovelyn tentang Evan yang memang sudah lama dekat dengannya.

"Ya gitu lah. Dia gak ada temen dulu. Sekarang kayaknya udah pinter bergaul sampai salah kaprah. Harusnya gue ada di samping dia." Lovelyn terlihat menyesal.

Teori Aster sebelumnya kemungkinan besar benar. Bahkan ketika Lovelyn banyak menceritakan tentang Evan, cahaya emas itu masih terang benderang dan makin indah karena ini malam hari. Artinya, yang bermasalah bukanlah cahaya emas itu. Tapi mata biru miliknya.

Meski begitu, Aster enggan memikirkannya sekarang. Dia hanya ingin fokus berbicara dengan Lovelyn karena gak tau kenapa malah semakin nyaman dan enggan terusik oleh apapun. Hanya fokus pada obrolan mereka saja membuat Aster bahagia tanpa bisa dijelaskan. Kalau udah gini, bukankah yang benar itu nikmati saja?

"Lu suka sama Evan?" Pertanyaan ini sebenarnya rawan bagi Aster. Jika jawabannya Ya. Bayangkan seberapa kecewanya dia saat itu. Dan tentu saja rasa nyaman yang semula ia rasakan akan berubah dan merusak semuanya.

"Gak lah.." Jawab Lovelyn santai. Setidaknya untuk perasaannya yang sekarang, Lovelyn benar-benar jujur. Evan sudah menghilang sepenuhnya dalam hati.

"Jujur, ada seseorang yang baru gue inget pernah bikin gue sama Evan bermasalah. Tapi gue pikir, masalah itu udah selesai dan kita baik-baik aja. Tapi liat keadaan sekarang, gue jadi sadar. Ternyata Evan gak sepenuhnya bisa lupa tentang masalah itu. Dia masih marah sama gue." Ungkap Aster yang sedikit demi sedikit mulai terbuka.

"Siapa?" Tanya Lovelyn penasaran.

"Namanya Zia. Gak tau kenapa Evan malah ceritain tentang Angga?" Jawab Aster setengah bertanya untuk memastikan.

"Kasusnya mirip?" Tanya Lovelyn lagi seperti menemukan pencerahan.

"Mungkin agak beda. Tapi dia sama-sama meninggal. Meski bukan karena bunuh diri." Aster menjeda kemudian melanjutkan "Dia ngejar-ngejar gue, tapi hamil sama orang lain. Sayangnya, Evan suka sama dia. Zia cewek ter-nakal yang pernah gue tau. Gue pun sampai sekarang gak pernah tau siapa yang hamilin dia."

"Terus?" Lovelyn makin penasaran.

"Akhirnya gue nolak dia terang-terangan. Gak kasih respon sama dia, kalau ke rumah gue usir. Di sekolah gue biarin Genk Yuri bully dia. Pokoknya gue kasar banget waktu itu. Gue juga salah sih. Sampai akhirnya gue putusin minta tolong kepsek buat keluarin dia aja. Niatnya sih biar dia bisa fokus lahirin dulu anaknya. Tapi Evan mohon-mohon sama gue dan janji bakal bikin Zia jauh dari gue asal Zia gak di keluarin." Aster bercerita sambil menerawang langit yang hitam pekat itu kemudian kembali menatap Lovelyn silih berganti.

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang