Bab 1

103 5 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dalam jejeran elite global, ada sebuah nama yang terselip diantara mereka yang dikenal masyarakat dunia. Nama yang sama sekali tak pernah terkuak ke media, nama yang seolah sengaja disembunyikan, dan nama yang seolah tersimpan rapi tanpa pernah tersentuh. Murni, bersih, terbingkai apik namun kokoh bertengger di singgasananya. Tak ada seorangpun yang dapat meruntuhkan atau bahkan sekedar menggoyangkannya saja pun tidak.

Sosok itu berkamuflase sebagai nama perusahaan, nama industri, atau nama sebuah organisasi, sekolah, bahkan instansi pemerintah. Tak pantas di sebut sembunyi sebenarnya, karena memang dia sama sekali tidak membuat orang-orang tertarik. Mereka hanya mau tau soal hasil dan mengabaikan prosesnya. Ini termasuk keuntungan besar yang memang mereka mau.

Bukan tanpa sebab, kenapa dia enggan dikenal sebagai orang yang berpengaruh terhadap dunia. Bahkan alasan yang mendasarinya pun sebenarnya ringkih untuk dijabarkan sembarangan. Kenapa? Karena alasan itu, sangat sakral. Akan terjadi ketidakseimbangan besar jika tiba-tiba goyah sedikit saja. Bagai poros dunia yang tidak boleh di sentuh sebab akan menghancurkan tatanan yang sudah sempurna ini.

Memangnya ada sosok seperti itu?

Ada!

Terselip diantara orang-orang besar, keluarga mereka hidup dengan berbagai tekanan yang harus mereka terima karena menjadi istimewa. Jangan katakan mereka itu memanfaatkan orang besar untuk secuil keuntungan. Tidak! Mereka justru bersedia dimanfaatkan. Begitu katanya.

Lalu siapa dia, dan kekuatan apa itu?

Kepala keluarganya bernama Erlangga dan memiliki anak bernama Aster Zein. Kekuatan mereka adalah, bisa melihat apa yang tidak bisa orang lain lihat, bisa merasakan apa yang tidak orang lain rasakan, dan bisa merubah apa yang tidak bisa dirubah.

Konspirasi tentang kekuatan melihat makhluk gaib, menghapus ingatan orang lain, bahkan menyembuhkan orang sakit, dan melihat masa depan, terjawab sudah. Di usianya yang ke-17, Aster mulai sempurna menguasai semua itu berkat latihan dari sang Ayah.

Namun, ada pantangan yang tak bosan-bosan Ayahnya wanti-wanti supaya bisa mempertahankan kekuatan itu, bahkan mempertahankan keberlangsungan hidupnya sendiri. Yaitu, Aster tidak boleh jatuh cinta pada wanita yang memiliki garis keturunan darah Emas, sebab mereka lebih dominan dan akan menghapuskan kekuatan Aster hingga ke akar-akarnya bahkan bisa sampai mengancam nyawanya.

Sama halnya dengan Erlangga yang dulu sempat memiliki kekuatan-kekuatan itu, dan malah bertemu dengan Monika yang ternyata memiliki darah Emas paling sempurna hingga membuat kekuatan Erlangga perlahan menghilang tanpa disadari. Kalau saja Monika tidak mengorbankan nyawanya untuk kelangsungan hidup Erlangga, mungkin sekarang Erlangga pun sudah tidak ada di dunia ini lagi.

Karena itu, kisah cinta tragis? Erlangga benar-benar menentangnya. Dia selalu melarang Aster untuk jatuh cinta. Entah itu pada laki-laki, maupun wanita. Ya! Bukan artinya Erlangga membebaskan Aster untuk membelok atau menyukai sesama jenis ya. Tapi seseorang yang memiliki darah Emas itu memang sangat berbahaya bagi mereka tanpa terkecuali baik pria maupun wanita. Keduanya sama aja.

"Hari ini akan ada acara penerimaan siswa baru di sekolah kamu." Ungkap Erlangga ketika mereka berdua tengah sarapan bersama di meja panjang nan mewah itu. Aster dengan tenang menatap tablet miliknya untuk mengkoreksi laporan presentasi Sains yang sudah ia kerjakan sejak kemarin.

"Pemeriksaan darah?" Tanya Aster sudah tau arah pembicaraan sang Ayah.

"Ya.." Jawab Erlangga yang lalu kembali memotong roti dengan pisau dan garpu lengkap yang kemudian ia makan dengan elegan.

Padahal ini baru memasuki pertengahan semester dua, namun sudah ada rencana penerimaan siswa baru. Terlalu awal memang, namun semenjak Aster sekolah di sana setahun lalu, Erlangga memastikan semua  peraturannya berubah. Dia akan memastikan jika tidak ada sama sekali siswa berdarah emas di sekolah elite itu.

"Aku dengar tahun kemarin ada orang tua yang protes karena anaknya gak bisa masuk gara-gara pemeriksaan darah. Apa gak papa tahun ini ada tes itu lagi?" Tanya Aster masih dengan tenang. Sikapnya memang selalu seperti itu. Buah memang tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.

"Gak masalah. Ayah sudah bicara dengan Pak Okan sebelumnya." Jawab Erlangga lagi. Mendengar nama kepala sekolahnya disebut-sebut, Aster sedikit mengangguk. Sepertinya memang sudah tak ada masalah apapun.

Tuk
Tuk
Tuk

Suara langkah sepatu pantofel beradu dengan marmer mengkilat itu terdengar nyaring.

"Tuan, mobil sudah siap." Seorang pria tegap dengan setelan jas hitam-hitam dan lengkap dengan earpiece di telinga tiba-tiba datang dan berbicara dengan suara baritonnya.

"Aster.. File Pak Riko tolong segera kamu kirim. Biar Ayah yang kirim ke Kiyai Zidan." Ungkapnya yang kemudian bergegas bangkit setelah mengelap ujung bibirnya dengan napkin yang memang sudah tersedia di sana.

"Ya.." Aster mengerti lalu kembali dengan tabletnya untuk mencari tulisannya tentang Pak Riko yang memang sudah ia selidiki seminggu terakhir.

Sebenernya ada nama-nama lain di sana selain Kiyai Zidan. Aster memiliki profil beberapa orang kepercayaan yang memang sudah bertahun-tahun bekerja sama dengan sang Ayah. Contohnya orang yang menamai dirinya Habib Manaj, Mbah Gun, dan Mpok Fatimah.

Yap!

Kalian gak salah baca kok. Semua nama-nama itu adalah dukun-dukun terkenal yang memanfaatkan kekuatan Aster dan menjadikan ini bisnis yang menjanjikan hingga dalam empat tahun saja, Aster dan Ayahnya bisa mempunyai beberapa mansion yang harganya diluar nalar. Dan pintarnya Erlangga, dia tidak berhenti di dalam bisnis gelap itu saja. Dia juga memiliki beberapa bisnis real yang legal hingga membuat kekayaannya makin bertambah tanpa bisa dibendung lagi.

Entah itu bisnis dalam bidang transportasi, fashion, bahkan kuliner, akan terselip nama Erlangga di sana sebagai salah satu pemilik saham. Di tambah kehidupan Erlangga dulu pun sebenarnya sudah sangat mapan berkat keluarganya turun temurun. Artinya Aster memang terlahir menjadi orang kaya yang gak nanggung.

"Mas, berangkat sekarang?" Tanya seorang pria yang berpenampilan sama dengan pria besar tadi seolah bergiliran karena memang waktu keberangkatan mereka berbeda.

"Tomi.." Pandangan Aster masih tertuju pada tab miliknya meski sempat memanggil sang bodyguard.

"Ayah berangkat kemana?" Berbarengan dengan pertanyaan itu, Aster menoleh seolah meminta jawaban dengan sopan. Kilat mata kebiruan milik Aster sering kali membuat setiap orang yang melihatnya berdebar. Termasuk Tomi yang entah kali keberapa selalu mengagumi paras sempurna itu.

"Kantor pusat Mas," Jawabnya penuh perhatian. Aster mengangguk dengan sedikit senyuman, lalu bangkit dan berjalan keluar, menuju mobil yang sudah Tomi siapkan di halaman mansion itu.

"Jangan berlebihan Tomi.." Setelah berjalan melewati beberapa pelayan pria yang sengaja menunggu di dekat mobil itu, Aster sempat terdiam dengan wajah tak suka.

Mobil yang Tomi persiapkan di hadapannya sekarang ternyata sebuah mobil sport hitam dengan bak terbuka.

"Gimana Mas?" Tomi bertanya dengan hati-hati.

"Pakai mobil klasik aja." Pinta Aster.

"Di buang Bapak kemarin Mas, Bapak nyuruh saya pakai mobil ini buat anter Mas.." Tomi kembali berbicara dengan hati-hati.

"Sampai halte aja." Ujar Aster yang kemudian naik tanpa menunggu lama.

"Bapak nyuruh saya.." Tomi hendak kembali menimpali namun terpotong oleh tatapan tajam Aster yang sepertinya enggan dibantah.

"Sss... Cepet." Ujar Aster.

"Ba.. Baik Mas.." Tomi tak berani membantah lagi. Beberapa orang yang menunggu di sana pun terlihat ikut panik mendengar percakapan singkat itu. Untunglah tidak terjadi hal aneh lainnya.

Namun tentu saja, melanggar perintah Erlangga artinya kematian yang tertunda. Tomi tau dengan pasti akan hal ini.

.
.
.
.
.
.
.
.

AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang