VN¹⁴

188 16 0
                                    

Happy reading 💐💐

 

   Siska keluar dari kamar mandi, tubuhnya lemas. Rasa mual dan muntah masih terasa, menggerogoti sisa-sisa makanan yang baru saja masuk ke perutnya. Obat yang diminumnya tadi, yang seharusnya meredakan mualnya, malah membuatnya semakin mual dan perutnya terasa sakit.

  Siska duduk di tepi kasur, tangannya terulur meraih foto pernikahannya dengan Perdinan. Air matanya mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat.

"Kapan kamu pulang mas? Kamu nggak kasihan sama aku, dan anak kita?" tanya Siska lirih, suaranya bergetar menahan tangis.

   Tangannya mengelus foto wedding itu, matanya menatap wajah Perdinan yang terlukis di sana. Foto yang menjadi bukti ia pernah diikat oleh hubungan dengan Perdinan, pria yang kini menghilang entah ke mana.

  Siska teringat saat-saat indah mereka bersama, saat Perdinan selalu ada untuknya, selalu menemaninya melewati suka dan duka. Tapi semua itu kini hanya tinggal kenangan.

"Kamu janji mas, kamu nggak akan ninggalin aku," bisik Siska, suaranya semakin lirih.

   Siska teringat janji Perdinan saat mereka menikah, janji untuk selalu bersamanya, untuk mencintainya selamanya. Tapi janji itu kini sirna, terenggut oleh ketidakpastian.

"Mas, di mana kamu sekarang?" tanya Siska, suaranya bercampur dengan isak tangis.

"Mas, aku mohon, pulanglah," rintih Siska, suaranya bercampur dengan isak tangis.

  Siska memeluk erat foto wedding itu, berharap Perdinan bisa merasakan kepedihannya, bisa merasakan betapa hancurnya hatinya saat ini.

"Aku butuh kamu mas," bisik Siska, suaranya nyaris tak terdengar.

  Siska terdiam, matanya menatap foto wedding itu, berharap Perdinan bisa kembali padanya, bisa menemaninya melewati masa-masa sulit ini.

...

  Venus duduk di balkon kamar Viong, matanya tak lepas dari layar handphone. Jari-jarinya bergerak lincah, menari-nari di atas layar, seakan tak peduli dengan Viong yang tengah bergelut dengan tumpukan buku di meja belajar.

"Dia sibuk banget sih, sama handphone nya?" gumam Viong pelan, matanya kembali pada buku-buku nya.

Venus benar-benar bandel, pikir Viong.

  Venus sedari tadi disuruh pulang oleh Viong, namun dengan kokoh Venus menolaknya.
  
  Venus akhirnya menyimpan handphone nya di saku, lalu berjalan mendekati Viong. Ia bersandar pada meja belajar, tubuhnya seakan mengurung Viong yang duduk di kursi. "Masih lama?" tanya Venus, suaranya sedikit menggoda.

"Pulang aja Ven, gue masih banyak tugas," jawab Viong, berusaha fokus pada buku-bukunya.

  Venus menghela napas, lalu berjalan menuju kasur Viong dan duduk di pinggirnya. Ia memperhatikan Viong yang sibuk dengan buku-bukunya, matanya berbinar-binar.

"Yong," panggil Venus, suaranya lembut.

  Percayalah, Viong hanya menulis hal-hal yang tidak jelas, agar tidak salah tinggal diperhatikan selama itu oleh Venus.

Venus benar-benar menyebalkan!

"Kenapa?" tanya Viong, tanpa menatap Venus.

"Sini dulu," ucap Venus, suaranya sedikit mendesak.

Viong meletakkan pulpennya, lalu berjalan menuju Venus.

"Kenapa?" tanya Viong lagi, matanya masih tertuju pada Venus.

  Venus menarik pelan Viong, hingga Viong terduduk di pangkuannya. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Viong, tubuhnya menempel erat pada tubuh Viong.

"Lo belum diapa-apain udah ngos-ngosan aja," ucap Venus, suaranya sedikit menggoda.

"Siapa yang ngos-ngosan? Orang gue biasa aja," elak Viong, sambil memilin tangannya sendiri, yang ada di atas pahanya.

"Dada Lo naik turun!" Jelas Venus.

"Lo yang mesum," ucap Viong, pipinya memerah.

"Gue nggak bilang apa-apa," ucap Venus sambil menatap lekat Viong.

  Titik paling Venus sukai dari Viong adalah, mata nya. Mata gadis itu, sangat susah berbohong.

"Udah ah," Viong hendak berdiri, namun Venus semakin mengeratkan pelukannya.

"Yong..." bisik Venus, napasnya terasa hangat di telinga Viong.

"Can I kiss you?" tanya Venus hati-hati, matanya menatap lekat ke dalam mata Viong.

...

  Viong, langsung menampar wajahnya sendiri.
"Awssh"
"Anjir sakit banget, pipi gue" batin nya.

"Kenapa lo tampar?" Tanya Venus heran.
"Gue kira lagi mimpi, gue nggak mau mimpiin gitu lagi" jelas Viong. Venus menggulum bibir, lalu terkekeh kecil.
"Lo mimpiin gue cium lo?" Tanya Venus

  Viong meruntuki mulutnya sendiri. Mudah sekali terjebak pada cowok ini.
"Lo mimpiin apa?" Tanya Venus lagi.
"Awas Ven, gue mau berdiri" ucap Viong.
"Gue lepasin kalau lo cerita" balas Venus.

  Viong menghela nafasnya.
"Gue mimpi lo cium gue, terus tangan Lo nakal banget mau grepe-grepe gue" jelas Viong
"Gue cium lo dimana?" Tanya Venus
"Disini " tunjuk Viong, mengarah pada bibir nya.
"Gue grepe-grepe dimana?" Tanya Venus lagi, namun merasa sedikit lucu atas kalimatnya.

Grepe-grepe konon!

"Disini" ucap Viong lagi, sambil menunjuk kearah dadanya.
Venus tersenyum, sambil mengangguk. Ia menarik lebih dekat Viong, padanya.
"Gue bantu wujutin ya" ucap Venus, lalu memajukan wajahnya. Viong dengan segera memejamkan matanya, seolah belum siap melihat wajah tampan Venus saat mencium nya.

Tunggu! Apa Viong benar-benar mengharapkan itu?

Bodoh amat!

Venus tersenyum, lalu kembali mendekatkan bibirnya pada bibir Viong sebelum...

Ceklek

"ASTAGHFIRULLAHAZIM!!!" 

  Viong langsung berdiri, dari pangkuan Venus. Ia merasa tubuhnya panas dan jantungnya berdebar kencang.

"Sorry-sorry kita ganggu ya?" tanya Celia sambil menutup matanya, namun masih memberikan cela untuk mengintip.

  Viong menatap Celia dan Putri, masuk ke kamarnya. Namun sebelum itu, ia melihat Arga tadi namun cowok itu segera pergi.

"Ngapain sih lo pada?" tanya Viong, sambil berusaha menetralkan detak jantungnya dan tetap sadar.

"Eleh, gara-gara mau ciuman jadi kesel kita datang," ledek Putri diangguki Celia.

"Gue nggak ada apa-apa sama Venus! Ven, mending lo pergi deh," ucap Viong, suaranya terdengar gugup.

"Kita pacaran," ucap Venus tiba-tiba.

"What??? Pacaran?" teriak Celia dan Putri bersamaan, matanya melotot.

"Ven, lo apa-apaan sih? Mending lo pulang deh, jangan bikin masalah," ucap Viong lagi, suaranya terdengar panik.

"Emang kita pacaran kan?" tanya Venus, senyumnya mengembang.

"Iya, tapi lo pergi dulu," balas Viong, wajahnya memerah.

"IYAAA?"
"KALIAN BENER-BENER PACARAN?" teriak Celia dan Putri lagi, matanya masih terpaku pada Venus.

Oke! Viong mengaku kalah! Venus benar-benar sangat pintar membuatnya jujur tanpa batas!

Viong membuang kasar nafasnya. Tiba-tiba ingatan Arga tadi langsung pergi terlintas di pikirannya.

"Kalian sama Arga tadi?" tanya Viong.

"Ck, nggak usah ngalihin Yong...enak nggak ciuman nya?" tanya Celia sambil menaik-turunkan alisnya menggoda.

"Ck, Arga tadi ikut ya? Kok dia langsung pulang?" tanya Viong lagi, suaranya terdengar sedikit penasaran.

"Nggak tau Yong, tadi dia ikut karna mau bicara penting sama lo," ucap Putri.

  Viong menerka-nerka apa yang hendak Arga katakan padanya. Minggu belakangan ini, Arga benar-benar semakin menempel padanya. Arga juga semakin perhatian, walau masih menjahili gadis itu sesekali.
"Gue mau lihat Arga bentar," ucap Viong, lalu segera pergi keluar kamarnya.

  Kini tinggal Venus dan kedua sahabat Viong di kamar itu.

"Kalian benar-benar pacaran Ven?" tanya Putri.
"Hm," balas Venus, lalu segera pergi dari sana.

""""

To be continue 💐💐

VENUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang