VN¹⁹

432 22 1
                                        

Happy reading 💐💐

Viong mengigit-gigit jarinya, sesekali menendang-nendang kasurnya saat pikirannya melayang pada momen indahnya tadi pagi dengan Venus.  Aroma parfum Venus masih tercium samar di seprai kasurnya, membuat Viong semakin teringat pada sentuhan lembut Venus di kulitnya.

"Bisa gila gue Ven,"  gumam Viong, sambil meracau tak bisa menahan salting nya.  Pipinya memerah, dan jantungnya berdebar kencang.

Sementara itu, Venus sedang duduk di sofa dengan sahabat-sahabatnya.  Mereka sedang bercanda dan tertawa, suasana di ruang tamu terasa hangat dan penuh keakraban.

"Gue nikah Minggu depan,"  ucap Venus tiba-tiba, suaranya terdengar datar.

"Uhhuk-uhhuk," 

Niel tersedak, teh yang baru saja ia teguk menyembur keluar dari hidungnya.

"Anjir?  Lo apain Viong tadi Ven?"  Tanya Niel, matanya terbelalak.  Bukan hanya Niel, ketiga temannya juga sangat terkejut mendengar itu.

"Bukan sama Viong, sama Kirana,"  balas Venus, sambil menggeleng pelan.

"Terus Lo sama si Viong gimana?"  Tanya Alfa, sambil menyeruput teh miliknya.

Jam menunjukkan pukul tiga sore, membuat mereka memilih bersantai di sini saja setelah pekerjaan cukup melelahkan tadi.

Venus menghela nafasnya, kepalanya pusing saat memikirkan perjodohan konyol yang dibuat Oma-nya.  Ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit, dan tidak tahu bagaimana harus keluar dari masalah ini.

"Gi, lo udah dapat dimana keberadaan Perdinan?"  Tanya Venus, membuat Gio menggeleng pelan.

"Akun gue di blokir anjir, stress banget gue,"  gumam cowok itu, sambil menatap bersalah pada Venus yang tidak bisa ia bantu.

"Kok bisa di blokir?"  Tanya Gavin, suaranya terdengar heran.

"Nggak tau, semalam gue coba cari lokasinya pas mau dapet tiba-tiba akun gue di blokir,"  jelas Giovano, suaranya terdengar putus asa.

"Emang bokap Lo kenapa sih Ven?  Kok sampai identitasnya disembunyikan begitu?"  Tanya Gavin, suaranya terdengar penuh rasa ingin tahu.

"Gue juga nggak tau, bahkan mama gue nggak pernah mau nyeritainnya,"  balas Venus, suaranya terdengar putus asa.

"Huh!"  Helaan nafas dari mulut Niel membuat etensi mereka semua kini tertuju padanya.

"Kenapa lo?"  Tanya Gavin, suaranya terdengar khawatir.

"Lihat Venus kayak gini, gue jadi ikutan sedih,"  balas Niel, suaranya terdengar lirih.

"Alahh, gaya lo,"  ucap Gavin, sambil tertawa kecil.

"Iya anjir, gue juga jadi keinget bapak gue!"  Ucap Niel, suaranya sedikit terisak.

Melihat semua nya terdiam, seolah memberikan waktu untuk Niel bercerita membuat Niel kembali membuka mulutnya.

"Bokap gue ninggalin mama gue, setelah gue lahir.  Gue kurang tau sih sebenernya, tapi yang gue dengar papa gue ninggalin mama gue karna diseret sama mama nya.  Arghh bingung banget, sampai sekarang gue nggak tau apa-apa,"  ucap Niel, suaranya terdengar sedih.

Semuanya terdiam, seolah mencari jawaban yang pas.  Ternyata orang seceria Niel, punya cerita hidup semenyedihkan itu.  Laki-laki yang seakan tidak pernah punya masalah, ternyata memendam banyak luka di benak nya.

"Kalau lo ada apa-apa, bilang sama gue,"  jawab Venus, sambil menatap dalam Niel yang ada didepan. 

"Sans bos!  Kok jadi mewek gini?"  Tanya Niel sambil tertawa, dengan menghapus airmata nya yang keluar dari sudut matanya.  Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya, dan kembali bersikap ceria.

"Lama kita sahabatan Niel, gue baru dengar cerita Lo ini,"  ucap Gavin.

"Aelah, santai aja kali.  Udah lama juga,"  balas Niel, seolah memberitahukan agar tidak membahas itu lagi.  Ia tidak ingin teman-temannya terlalu khawatir dengan masalahnya.

....

  

"Bagus nggak Ven?" Tanya Kirana sambil menunjuk satu cicin pada Venus. Venus melirik, lalu mengangguk pelan.  Tatapannya kosong, seakan-akan tak tertarik dengan cincin yang Kirana tunjuk.

"Ini aja kita ambil ya, couple-an?" Tanya Kirana, dan hanya dibalas anggukan oleh Venus. 
"Lo ke mobil aja, biar gue yang bayar" ucap Venus, suaranya datar, tanpa ada sedikitpun semangat.

"Oke sayang" balas Kirana, lalu berlari menuju mobil mereka. Senyumnya mengembang, tak menyadari perubahan sikap Venus yang mendadak dingin.

"Mbak, yang ini ya" ucap Venus sambil memberikan dua cincin tadi pada pelayan toko.  "Masih ada mas?" Tanya sang pelayan.  Venus melirik deretan cincin, serta perhiasan lainnya yang jelas pasti mahal harganya. 

"Kalung yang ini ya mbak satu, sama cincinnya" ucap Venus sambil menunjukkan satu kalung, dan cincin yang menarik perhatian nya.  "Oke, borong ya mas" ucap wanita itu sambil terkekeh, namun Venus tidak peduli.  Ia hanya ingin cepat-cepat keluar dari toko itu.

Setelah selesai membeli perhiasan, Venus kembali ke mobilnya.  "Nih" ucap cowok itu, sambil memberikan paper bag itu pada Kirana.  "Sekarang kita fitting baju" ucap Kirana, matanya berbinar penuh semangat.  "Gue nggak bisa, kapan-kapan aja" balas Venus, lalu menjalankan mobilnya.

"Kapan-kapan gimana maksud lo? Satu Minggu lagi kita nikah Ven" jelas Kirana, suaranya mulai meninggi.  "Lo dengar gue nggak sih?" Tanya nya, saat Venus hanya diam saja.

"Kita fitting baju, lagian Oma yang bilang itu tadi sebelum kita kesini" jelas Kirana, namun Venus masih diam.  "Gue telpon Oma ya, biar lo percaya! Biar besok aja kita nikah!" Ucap Kirana, sambil membuka tas nya.  Tangannya gemetar, menahan amarah yang mulai memuncak.

Cittt

"Lo apa-apaan sih Ven?" Tanya Kirana, saat Venus tiba-tiba mendadak menghentikan mobilnya. 
"Keluar" ucap Venus, dengan wajah yang enggan menoleh pada Kirana.  "Jangan bercanda! Ini udah mulai malam Ven" balas Kirana sambil melihat jalanan yang cukup sepi.  "Turun Kirana!" Ucap Venus lagi, namun kali ini ia menatap Kirana dengan tatapan dingin nya.

"Nggak mau" balas Kirana sambil memegang seal-belt nya dengan erat.  "Egois lo Ran" ucap Venus lalu kembali melanjutkan mobilnya.  Capek bertengkar dengan Kirana, jelas dia pasti akan mengadu pada Dania.

Setelah beberapa saat, akhirnya mobil itu sampai didepan rumah Kirana.  "Nggak mampir dulu? Papa..."  Belum sempat Kirana melanjutkan ucapannya, mobil Venus sudah melaju meninggalkan nya.

....

"Gabut banget, Venus nggak jadi dateng ya?" Tanya Viong, sambil berdiri di depan kaca, matanya menerawang ke arah gerbang rumah. Rasa bosan menggerogoti hatinya, dan ia  mencoba mengusirnya dengan berdandan. 

"Gue telpon aja kali ya?" gumamnya, jari-jari lentiknya sudah siap menekan tombol panggil.

Tok... Tok... Tok... 

Suara ketukan dari pintu kamarnya mengagetkan Viong.  "Non, bukain dong," suara Bibi Nina terdengar sedikit terengah-engah. 
"Iya, bentar Bi," jawab Viong,  segera beranjak membuka pintu.

Seketika, jantung Viong berdebar kencang.  Wajah Bibi Nina pucat pasi, tangannya gemetar hebat, dan matanya berkaca-kaca. 
"Kenapa, Bi?" tanya Viong, suaranya bergetar.  Bibi Nina hanya menggeleng, bibirnya kelu, seolah-olah terikat oleh beban berat. 
"Tenang dulu Bi, jangan bikin aku panik," ucap Viong, berusaha mengendalikan rasa khawatir yang mulai merayap di hatinya.

"Pak Rido... Pak Rido... meninggal," bisik Bibi Nina, suaranya teredam oleh isak tangis.

....

To be continue 💐💐

VENUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang