Bab 2. Curiga

215 10 0
                                    


Alana baru saja selesai membereskan pekerjaan rumah, dan kebetulan sekali hari ini dia kedatangan tamu spesial yakni mertuanya.

Alana menyambut kedatangannya dengan ramah, jarak rumah Ibunya ke sini sekitar 10 menitan tidak terlalu jauh, dan hubungan Alana dengan beliau cukuplah baik.

"Apa tidak sebaiknya cari pembantu saja? Kasihan setiap hari kamu kerjakan semua tugas rumah," ucap Ibu mertua.

"Nanti dulu deh Bu, kalau sudah punya anak baru aku cari pembantu, sekarang masih bisa aku kerjakan sendiri." Alana menyuguhkan air minum serta camilan untuk mertuanya.

"Didikan orang tuamu memang begitu bagus sampai membuat putrinya tidak pemalas. Ibu senang Rafli menikahi kamu, sudah cantik, pintar dalam segi apa pun pokoknya menantu idaman banget." Puji Ibunya dengan menyunggingkan senyum.

Siapa yang tidak senang dipuji seperti itu, tentu saja Alana sangat senang sehingga hatinya ikut berbunga. Mempunyai mertua yang baik adalah impiannya sejak awal.

"Ibu bisa saja, jangan puji aku terus, Bu!"

"Ya, faktanya begitu Nak. Makannya sejak awal melihat kamu Ibu langsung srek, dan tidak menyangka kalau ternyata kamu memang jodohnya anak Ibu. Tapi, memang sih dari jamannya sahabatan sama Ibu kamu, kami sudah niat banget mau jodohin."

Lalu mereka pun sedikit santai untuk mengobrol dan sesekali bercanda membahas masa remaja sang Ibu mertua dengan Ibunya. Kedua Ibunya memang begitu dekat buktinya persahabatannya sampai sekarang, dan berujung menjodohkan anak-anaknya.

"Oh ya, apa sudah ada kabar baik tentang promil kamu?" Pertanyaan itu sontak membuat Alana jadi diam.

"Ibu bukan mau ikut campur, kalau memang tidak cocok sama promil yang sedang kamu jalani, sebaiknya kamu sama Rafli pergi ke Dokter saja untuk di cek, siapa tau memang ada masalah." Lanjutnya.

"Mungkin belum rezekinya, Bu. Yang penting aku sama Mas Rafli juga sudah berusaha, soal diberi atau tidaknya kita serahkan pada yang maha kuasa saja. Lagian, aku takut kalau cek ke Dokter takutnya ada apa-apanya nanti malah bikin drop."

"Nak, apa pun hasilnya lebih baik kamu tau dari sekarang, dari pada nanti wallahualam kalau ternyata memang ada apanya terus parah nanti kamu sendiri yang akan menyesal. Ibu tuh sayang sama kamu juga Rafli dan Ibu itu sudah pengen banget segera gendong cucu dari kalian." Ibunya menggenggam tangan Alana. Seketika Alana merasa sedih, sebegitu sayang mertua padanya dan sudah dia rasakan satu tahun ini. Effortnya untuk mendukung kehamilan sungguh besar, segala makanan sehat seputar promil Ibu mertuanya berikan untuk dirinya.

"Baiklah, nanti aku coba ajak Mas Rafli untuk cek ke Dokter, Bu. Sekali lagi aku minta maaf karena belum bisa beri Ibu cucu." Alana tersenyum menutupi segala pikiran cemasnya.

"Husttt! Jangan merasa bersalah begitu. Ibu juga tidak mau terlalu mendesak, maaf tadi Ibu cuma beri kamu saran saja. Ya, ujungnya kalau memang belum rezekinya mau bagaimana lagi."

Alana mengangguk dengan perasaan tak karuan, untung saja Ibu mertua berhati malaikat tidak terlalu mendesak juga. Hanya saja kalau dibahas soal ini sebenarnya ada rasa sedih di dalam hati Alana karena soal itu begitu tak mudah untuk dikabulkan.

***

Disaat jam makan siang, seperti biasa dia pergi menuju kantor suaminya dan sekarang Alana baru saja turun dari angkot di depan kantor. Bibirnya menyunggingkan senyuman seraya melihat rantang yang dibawanya, lalu dia segera melangkah ke area kantor. Sejauh ini, dia tidak pernah absen untuk mengantar makan siang untuk suaminya. Dan Rafli sendiri tidak pernah menolak selalu menghargai makanan yang dia bawa.

Seketika langkahnya terhenti kala melihat sang suami baru saja keluar dari kantornya dan terlihat sedang berbincang dengan seorang wanita yang tentu saja tidak asing untuknya. Alana mencoba menenangkan diri dan tetap berjalan untuk menghampiri mereka.

Rahasia Dibalik Senyum IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang