Bab 29. Rahasia Terungkap

223 22 17
                                    

Keduanya sudah sampai di rumah sakit, begitu pintu terbuka Alana terlihat terkejut, karena kali ini Ibunya tidak datang sendiri, melainkan berdua dengan Ibu mertuanya.

"Ibu?" Panggil Alana di tujukan ke Ibu mertua, yang kini sedang jalan perlahan ke arahnya.

Tidak di sangka dia segera memeluk tubuh Alana, sambil terisak. Alana yang mendengar isakkan itu ikut terbawa suasana, di balasnya pelukan itu sambil mengusap punggung beliau.

"Kenapa kamu tidak memberitahu Ibu, Nak?" Setelah melepas pelukannya.

Alana masih terdiam, ia menoleh ke arah Ibunya yang kini tengah menangis juga, Alana semakin sedih. Padahal ini baru berita soal dirinya masuk rumah sakit, apalagi nanti ketika tiba waktunya ia pergi, kedua Ibu ini pasti akan lebih banyak lagi mengeluarkan air mata.

"Maaf ..." Alana tidak kuasa menahan isak tangisnya.

Bu Dian menangkup wajah menantu kesayangannya itu, dan menghapus air matanya. "Ya Allah, malang sekali nasibmu, Nak. Mengapa wanita sebaik kamu harus di beri ujian penyakit seberat ini?"

"Mungkin ini sudah suratan takdirku, Bu. Jangan jadi pikiran ya, Bu! Do'akan saja yang terbaik." Alana bahkan masih menyempatkan untuk tersenyum.

"Kamu wanita hebat, kuat, kamu pasti bisa melawan penyakit ini. Ibu pasti akan selalu mendoakanmu, Nak."

"Terimakasih, Bu." Alana begitu bersyukur karena mempunyai Ibu mertua yang begitu sayang padanya.

"Tetapi, Bu. Aku mohon, jangan bilang Mas Rafli!" Dengan nada memohon.

"Jadi, Rafli juga belum tau soal ini?" tanyanya.

Alana mengangguk. "Aku tidak mau membuatnya terbebani, Bu."

"Kamu salah, Alana. Justru, dengan kamu yang tidak memberitahunya, Rafli akan kecewa nantinya."

Alana tidak kepikiran bahwa Rafli akan kecewa, di dalam bayangannya, begitu Rafli tau soal penyakitnya mungkin responnya akan biasa saja.

"Alana, benar kata Ibu mertuamu, sebaiknya kita beritahu saja Rafli. Mau sampai kapan terus di sembunyikan?" Timpal Bu Rumi.

Alana terdiam, menyusut air mata dengan tangannya. Entah mengapa, ia benar-benar belum siap untuk memberitahu Rafli, selalu ada ketakutan bahwa nanti Rafli Justru akan meninggalkannya, karena tau ia penyakitan.

"Dia sedang di luar Kota 'kan? Biar Ibu suruh pulang sekarang." Ibu Mertua sudah mengambil ponselnya.

"Jangan, Bu!" Tahan Alana sambil memegang tangannya. "Aku tidak mau mengacaukan urusan Mas Rafli di sana, biarlah dulu seperti ini, kalau dia sudah pulang baru aku akan memberitahunya."

"Tetapi, kamu butuh dia, Nak. Ibu yakin Rafli pasti akan lebih pilih kamu dibandingkan pekerjaannya."

"Tidak, Bu! Aku mohon, jangan dulu!" Alana kembali memohon. Tetapi Ibu mertuanya menggeleng dia tidak bisa membiarkan putranya tidak tau soal ini.

Di tempat lain.

Rafli sudah berada di lokasi, dimana tempat ini akan menjadi pabrik barunya nanti. Ia puas dengan tempat yang sesuai ekspetasinya, setelah cukup lama berbincang-bincang. Tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada satu panggilan masuk, lantas ia pun meminta izin untuk mengangkat panggilan terlebih dahulu.

"Maaf, saya mau angkat panggilan, dulu!"

"Baik, Pak Rafli."

Rafli sedikit menjauh mencari tempat yang sedikit sepi, setelah tau bahwa itu panggilan dari sang Ayah, ia segera menghubungi balik, tidak menunggu waktu lama panggilan langsung di angkat.

Rahasia Dibalik Senyum IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang