Bab 14. Hati Yang Beku

254 12 0
                                    

Pagi yang dingin menyelimuti ruang tamu, tetapi tubuh Alana justru merasakan hangat dari selimut yang kini menutupi seluruh tubuhnya. Matanya mulai terbuka, dan sempat bingung karena ia berada di sini, tetapi ingatan semalam kembali, ia tersadar bahwa semalam tidur di ruang tamu, seorang diri dan sampai pagi.

Alana beranjak untuk duduk, tiba-tiba tubuhnya terasa kaku karena posisi tidur yang tak nyaman. Alana lagi-lagi baru menyadari dengan selimut itu, semalam ia tidak kembali ke kamar sengaja menghindar, dan memutuskan tidur di ruang tamu, karena ia tak mau percakapannya dengan sang suami kembali berujung dengan perdebatan. 

Alana menggenggam selimut itu dengan perasaan haru juga sedih kini bercampur menjadi satu, siapa lagi kalau bukan suaminya yang melakukan ini.

Ternyata di hatimu, masih ada sedikit perhatian untukku, Mas, walaupun kamu melakukannya dalam diam, gumamnya sambil menatap selimut itu.

Suara langkah kaki mampu memecah keheningan, Alana tidak berniat untuk menoleh memilih tetap menunduk, sampai akhirnya suaminya yang memulai bicara.

"Sudah bangun rupanya!" Barulah Alana mau menoleh ke arahnya.

Rafli hanya menatapnya sekilas, lalu berlalu ke arah dapur untuk mengambil air minum. Alana beranjak dari duduknya untuk menghampiri sang suami. 

"Mas, selimut itu, apa kamu ..."

"Ya, aku yang memberikannya, tidak usah dibawa perasaan, karena aku hanya kasihan saja melihatmu kedinginan semalam."

Hati yang berbunga kembali kuncup bahkan layu, baru saja ia berpikir bahwa suaminya mungkin sudah mulai menerima kehadirannya, ternyata ia salah. Suaminya sudah mempertegaskan bahwa itu hanya bentuk kasihan saja.

"Terimakasih, Mas. Apapun alasan melakukannya," ucap Alana sambil melempar senyum tipisnya.

Rafli yang sedang meneguk minuman, langsung terdiam seraya menatap Alana. Senyum itu, baru lagi muncul di bibirnya, setelah belakangan ini Alana selalu terlihat sedih.

"Lupakan, dan tidak usah diambil hati." Lalu berjalan melewati Alana.

Alana menarik kembali rasa senang yang baru saja ia rasakan, tidak seharusnya ia menyimpulkan terlalu jauh soal selimut itu, ya mungkin Rafli memang hanya merasa kasihan saja padanya.

Rafli diam-diam memperhatikan Alana dari kejauhan, ingatannya kembali, semalam ia merasa gelisah saat Alana tidak menyusulnya ke kamar entah dorongan dari mana membawanya menuju ke arah sana, begitu dilihat Alana sudah terbaring di sofanya, dengan sangat hati-hati ia mendekat memastikan bahwa Alana telah tidur, saat tengah menatap wajahnya tiba-tiba Rafli melihat sesuatu, dar*h yang ada di tisu. Ia tidak berani mengambilnya hanya melihatnya saja, tisu itu masih ada di tangannya, ia pun tak tau bekas darah apa itu. 

Rafli mencoba mencari sesuatu, takutnya Alana telah menyakiti diri sendiri tetapi setelah mencoba meneliti, tidak ada yang aneh di antara tubuh luarnya, nafasnya juga masih berhembus yang artinya Alana masih hidup. Entah Rafli merasa lega walau ia penasaran dengan da*ah tersebut.

***

"Mas, aku ikut ya nebeng mobil kamu."

Rafli hanya melirik sekilas sambil memakai dasi di depan cermin, ekspresi wajahnya datar, tanpa menoleh ia menjawab dengan dingin.

Rahasia Dibalik Senyum IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang