Bab 11. Sesakit Ini Mencintaimu

183 6 2
                                    

"Kenapa malah dimatikan? Tidak jelas banget nih orang, memang aku salah ya jawab begitu?" Dengus Laras dengan kesal sambil meletakkan kembali ponselnya. Tetapi, ada yang membuatnya tertarik saat menerima panggilan dari Alana, ia salah fokus dengan nama kontaknya.

"Serius, Pak Rafli menamani kontak istrinya dengan sebutan nama, memang sih setelah aku perhatikan Pak Rafli ini bukan tipikal pria yang romantis," gumam Laras.

Cklek!

Ia terkejut mendengar seseorang membuka knop pintu, dengan segera ia meletakkan kembali ponsel Rafli, karena sejujurnya ada rasa takut juga.

Rafli masuk dengan tatapan heran, karena melihat Laras yang langsung terdiam begitu melihatnya masuk, bahkan gerak-geriknya sedikit aneh.

"Kenapa?" tanya Rafli dengan nada biasa.

"Maaf Pak, anu ... tadi Bu Alana telepon terus saya angkat takutnya ada penting." Lapor Laras dengan pandangan menunduk.

"Oh, dia bilang apa?" tanya Rafli sambil bergegas untuk menuju tempat duduknya.

"Tidak bilang apa-apa lagi Pak, malah langsung dimatikan begitu mendengar suara saya."

Rafli yang mendengar itu segera mengambil ponselnya.

"Ya sudah, kamu bisa kembali ke tempat!"

"Baik, Pak." Laras diam-diam mengamati ekspresi Rafli, bahkan pria itu tidak marah begitu dengan lancang ia mengangkat telepon dari istrinya. Sedangkan sang istri sepertinya marah padanya mungkin karena ia sudah mengangkat teleponnya.

Rafli menghubungi balik Alana, mendengar yang di katakan Laras tentu membuat Rafli tak tenang, takutnya Alana berpikir yang tidak baik soal Laras yang mengangkatnya, namun panggilannya tidak di angkat juga sehingga Rafli memutuskan untuk berhenti menghubunginya. Karena hari ini ada yang lebih penting dari Alana, mungkin nanti bisa ia jelaskan di rumah saja, itu pun kalau Alana membahasnya.

Sementara itu, Alana sudah beranjak dari duduknya. Waktu begitu tidak terasa ternyata sudah jam tiga sore, sehingga ia memutuskan untuk segera pulang. Menyendiri di sini begitu lama sedikit membuatnya tenang, walau pun sejak tadi ia merasa gelisah dengan pikiran yang sudah kacau.

"Sudah mau pulang?" tanya Ilham yang kembali menghampiri. 

Alana yang baru saja beranjak dari duduknya segera menoleh.

"Iya, Ham. Aku harus segera masak untuk makan malam nanti," jawab Alana tak lupa dengan senyumnya.

"Enak ya jadi Rafli, pulang-pulang ada yang masakin," canda Ilham.

"Kamu memangnya tidak ada?" tanya Alana dengan pelan.

Ilham menggeleng sebentar lalu kembali menjawab, "Sejak dia meninggalkanku, aku belum berniat untuk membuka hati lagi," ucapnya dengan nada pasrah.

Alana pikir setelah lama tidak bertemu, Ilham sudah menikah lagi, mencarikan pengganti Ibu untuk anaknya, ternyata masih sama menduda seperti dulu.

"Maaf, aku pikir kamu sudah menikah lagi." Alana jadi merasa tak enak sekarang.

"Sudah tidak usah meminta maaf, oh ya, ini untuk kamu."

Alana menatap ke arah plastik itu, lalu kembali menatap Ilham.

"Ini apa?" tanya Alana.

"Croffle, cemilan kesukaanmu, tadi aku pikir kamu mau pesan, tetapi kamu hanya minum saja, ya sudah aku bungkuskan."

"Ya ampun, padahal tidak usah repot-repot, ya sudah aku bayar saja, soalnya tidak enak aku."

"Tidak usah, ini aku kasih gratis." Ilham terus memaksa sehingga Alana pun berujung menerimanya.

Rahasia Dibalik Senyum IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang