Bab 16. Tuduhan

262 14 8
                                    


"Mas, aku bisa jelaskan ... " ucap Alana dengan pelan.

"Pulang sekarang juga, aku tunggu penjelasannya di rumah!" Setelah itu Rafli memutus panggilan sepihak bahkan tidak membiarkan Alana menjelaskan.

Safia menatapnya dengan polos, juga Ilham yang kini sudah menghentikan mobilnya, bahkan kini sudah menoleh ke belakang menatapnya dengan penasaran.

"Safia, kalau Tante, Alana lagi telepon jangan berisik, atau bilang Tante saja jangan Bunda!" Tegas Ilham sedikit membentak putrinya.

"Kenapa begitu, Pa? Kan tadi sudah setuju mau di panggil Bunda, iya 'kan Bunda?"

"Iya, Nak. Tidak apa kok." Sambil tersenyum, walau sekarang suasana hatinya sedang tidak baik.

"Ilham sudah tidak usah dimarahi, ayo jalan lagi soalnya aku sudah di tunggu di rumah!" Alana berusaha untuk terlihat tenang.

Ilham diam beberapa saat, perasaannya mulai tidak enak sekarang, apalagi tadi Alana tidak banyak bicara dengan seseorang yang menghubunginya, tetapi feeling-nya itu pasti Rafli.

"Baiklah." Ilham kembali melanjutkan perjalanan. Alana yang semula ceria, kini sedikit murung, masih terdengar nada bicaranya tadi sehingga menjadi kepikiran, pasti Rafli sudah salah paham padanya.

Semoga saja, Mas Rafli tidak berpikir terlalu jauh soal ini! Batinnya.

Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di halaman rumah Alana, ia pun sedikit terburu-buru untuk keluar dari mobil.

"Tidak ada masalah 'kan?" tanya Ilham, Alana hanya mengangguk.

"Terimakasih tumpangan serta traktir makanannya, aku masuk dulu, ya. Bye Safia!"

"Bye Bunda, sampai ketemu lagi nanti!" Sambil kiss bye. Alana hanya melempar dengan senyumnya.

"Kalau begitu aku pamit dulu! Assalamualaikum!" ucap Ilham.

"Waalaikumsalam!" Setelah itu mobil Ilham berlalu pergi, Alana menghela nafas panjang dia pikir Rafli sudah ada di rumah ternyata dia yang sampai duluan.

Hingga saat akan masuk ke rumah, mobil Rafli sudah datang, sehingga mengurungkan niatnya untuk masuk, dengan perasaan takut, Alana menunggu di depan pintu, dan akan masuk bersama nanti.

Terlihat Rafli yang sudah keluar dari mobilnya, dengan tatapan matanya yang tajam, pria itu sudah mendekat sekarang.

"Masuk!" Perintahnya dengan dingin, seraya jalan lebih dulu!

Alana mengangguk, ia pun segera melangkah masuk. Rafli masih membelakanginya, sampai Alana merasa takut untuk bicara, tetapi jika hanya diam saja tidak akan menyelesaikan masalahnya.

"Mas, maaf tadi itu ..."

"Anak dari siapa?" Sambil berbalik, menatap Alana dengan sangat dingin.

Deg!

"Mas, kamu sudah salah paham."

"Cih! Salah paham kamu bilang? Aku tidak tuli, Alana, aku dengar sendiri dia menyebutmu, Bunda."

"Dia, anak sahabatku." Jawab Alana dengan tegas. Tiba-tiba Rafli tertawa dengan renyahnya, seolah yang di bicarakan Alana adalah lelucon.

"Alasan macam apa ini? Mana ada anak sahabat panggil kamu, Bunda!"

"Aku serius, Mas. Dia itu anak sahabatku, hubungan kami memang sangat dekat, dan ..."

Rafli mendekat lalu mencengkeram kedua bahu Alana, sehingga membuat Alana menghentikan ucapannya, di tatapnya mata elang yang menyala itu, Alana menelan ludah dengan paksa.

Rahasia Dibalik Senyum IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang