Bab 1. Pernikahan Tanpa Cinta

560 14 0
                                    

Seperti biasa Alana baru selesai menyiapkan pakaian kerja untuk suaminya, rutinitas yang selalu dia lakukan setiap hari bahkan hampir satu tahun menikah. Tidak pernah ada kata bosan untuk terus mengabdi kepada suaminya. Karena, saat ini dia hanya ingin menjadi seorang istri yang baik untuk suaminya.

Alana mengetuk pintu dengan pelan seraya menempelkan telinganya dipintu kamar mandi. Tidak terdengar lagi aktivitas di kamar itu sehingga Alana berpikir bahwa suaminya sudah selesai membersihkan diri.

"Mas, pakaianmu sudah aku siapkan, kalau sudah selesai langsung ke meja makan, ya!" ucap Alana. Walau tidak ada balasan tetapi tidak masalah untuk Alana ini sudah biasa memang, dan tidak pernah ia ambil hati.

Sepeninggalan Alana dari kamar, Rafli pun akhirnya keluar dengan hanya memakai handuk yang dia lilitkan di pinggang. Pria itu menatap pakaian kerja yang sudah digantung dengan lengkap. Tanpa pikir panjang dia pun segera memakainya, seperti biasa Alana memang selalu membuat pakaian kerjanya serapi dan sewangi ini.

Setelah selesai berpakaian, Rafli menuruni anak tangga untuk menemui istrinya dimeja makan. Sambil berjalan dengan pelan Rafli melihat dengan lekat Alana yang tengah sibuk menyiapkan sarapan. Wanita itu selalu memanjakan perutnya dengan masakkan yang sangat enak, sayangnya tidak bisa memanjakan hatinya. Karena sampai detik ini satu tahun pernikahan tidak bisa membuat dirinya jatuh cinta kepada Alana.

Maklum, pernikahan ini terjadi atas dasar perjodohan. Kedua orang tua Alana adalah sahabat baik orang tuanya, mereka hanya mempunyai satu anak perempuan yaitu, Alana. Di usianya yang sudah menginjak dua puluh satu tahun mereka ingin Alana untuk segera menikah, dan berhubung dirinya juga belum menikah diusianya yang ke dua puluh tujuh tahun, akhirnya para orang tua bersepakat untuk menjodohkan.

Sejak pertemuan pertama, tidak ada sedikit pun dia tertarik dengan Alana. Wajah datarnya mencerminkan bahwa wanita itu sangatlah membosankan. Tetapi, apalah daya dia tidak punya keberanian untuk menolak karena tidak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa, dan akhirnya menyetujui pernikahan itu yang tidak dia sangka akan bertahan sampai sekarang.

"Silahkan dimakan, Mas! Aku juga sudah buatkan kopinya." Alana tersenyum sambil mendekatkan piring yang sudah dia isikan makanan untuk suaminya.

Seperti biasa, Rafli tidak akan banyak bicara sebagai bentuk menghargai istrinya dia langsung duduk dan menyantap makanan itu dan sarapan bersama disatu meja.

Alana selalu mencuri pandang kearahnya, tetapi Rafli memutuskan untuk sibuk memainkan ponselnya entah walau hanya scroll sosial media, yang terpenting jangan sampai mengobrol dengan Alana.

Sebenarnya, Alana merasa sedih karena setiap makan dengan suaminya, pria itu selalu sibuk dengan ponselnya. Seakan ponsel itu lebih penting dibandingkan dirinya, tidak pernah ada niat untuk membuka percakapan dengannya, kecuali Alana sendiri yang memulainya.

"Mas, inikan sudah lewat tanggal gajian. Kenapa kamu belum memberiku uang bulanan?" Pertanyaan Alana yang pelan sukses membuat Rafli menyimpan ponselnya lalu menatap kearahnya, memberikan tatapan yang dingin tanpa ada kehangatan sedikit pun.

"Memangnya yang bulan kemarin tidak cukup? Perasaan aku kasih lebih." Jawabnya dengan dingin.

"Bulan kemarin ada pengeluaran yang tidak terduga, dan alhasil uang yang kamu berikan tidak terkontrol, Mas."

"Perasaan belakangan ini banyak sekali pengeluaran yang kamu maksud itu, boleh aku lihat catatan pengeluarannya?" Pinta Rafli, bukan tidak mempercayai Alana. Hanya saja uang segitu cukup aneh rasanya habis tanpa sisa, karena biasanya Alana selalu menyisakan uang bulanan darinya.

"Mas, aku tidak sempat mencatatnya. Untuk apa juga? Toh, aku menggunakan uang itu dengan baik kok tidak pakai hura-hura."

Rafli nampak kesal mendengarnya, karena beberapa bulan ini Alana memang terlihat lebih boros dari biasanya. Tetapi, karena dia adalah pria kaya yang banyak uang tentu tidak mau terlalu mempermasalahkannya yang terpenting dia tetap bertanggung jawab, dan membuat pernikahan ini baik-baik saja.

"Nanti aku transfer lagi, bulan ini aku mau kamu ngirit jangan boros! Jangan mentang-mentang aku banyak uang, lalu kamu hamburkan seenaknya, aku juga harus nabung," ucap Rafli dengan begitu dingin.

Alana merasakan denyutan dihatinya kala mendengar kata menghamburkan. Tetapi sedetik kemudian, Alana membalas dengan senyumnya sehingga membuat Rafli muak dan memutuskan untuk menatap makanannya dari pada melihat senyum Alana, yang sampai sekarang dia masih penasaran kenapa wanita dihadapannya ini selalu memakai jurus senyum setiap kali berhadapan dengannya.

Dia pikir dia cantik, senyumnya sangat murahan. Batin Rafli.

"Terimakasih, Mas. Aku usahakan bulan ini uang yang kamu berikan ada sisanya," ucap Alana. Dan selanjutnya kembali hening karena Rafli yang tidak menjawabnya dan sibuk dengan menyantap makanannya.

Alana sudah terbiasa dengan sikap dingin Rafli, sampai tidak bisa dia ambil hati lagi yang terpenting sejauh ini, pria itu masih tetap mempertahankannya sebagai istri walau dia tau suaminya masih belum bisa mencintainya. Bertepuk sebelah tangan memanglah sakit, tetapi semua terasa mudah dijalani dengan keikhlasan hatinya.

***

"Mas, tasmu ketinggalan!" Teriak Alana sedikit berlari menyusul suaminya yang sudah berada di samping mobilnya.

Rafli tidak jadi masuk dan langsung menghadap ke arah Alana. Mungkin karena terburu-buru membuat Alana tersandung kakinya dan hampir saja terjatuh, untungnya Rafli segera menangkapnya dan membuatnya harus memeluk Alana.

Jantung Alana berdetak sangat cepat, pertama kali merasakan pelukan hangat dari suaminya. Kontak fisik terjauh yang dia rasakan selama menjadi istri dari Rafli.

"Kalau jalan itu hati-hati! Untung ada aku, kalau tidak kamu sudah tersungkur tadi." Bentaknya setelah menjauhkan tubuh Alana dari pelukannya. Rafli mengambil tas miliknya dan langsung masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan Alana begitu saja.

"Terimakasih sudah menolongku, Mas. Kalau tidak, mungkin aku sudah terjatuh." Alana tersenyum lalu mencium tangan dan dia tempelkan kekeningnya, membayangkan jika itu adalah kecupan dari suaminya ketika ingin berangkat bekerja.

"Ya Allah, ridhoi setiap langkah suamiku, lindungi dia dimana pun berada." Setelah berdo'a Alana memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumahnya. Kembali dengan kesendiriannya, karena tidak punya pembantu jadi semua pekerjaan rumah dia sendiri yang kerjakan. Bukan tidak mampu, tetapi ini atas permintaan dirinya sendiri, karena Alana ingin menjadi istri yang sesungguhnya dan menjalani tugas-tugas seorang istri didalamnya.

Di dalam Mobil

Rafli sedang menyetir mobil dengan laju yang begitu cepat, dia selalu merasa kesal setiap kali Alana bersikap ceroboh. Entah, tadi itu cara Alana supaya bisa dipeluk atau memang karena benar tersandung yang jelas dia tidak suka.

"Sampai kapan aku akan terjebak dipernikahan ini? Aku sudah berusaha untuk menerimanya, setiap malam aku terus berdo'a supaya kau bukakan pintu hatiku untuk Alana. Tetapi, begitu sulit dan aku tidak pernah bisa mengubah perasaan benci ini menjadi cinta. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Terlalu lama malah semakin terasa, pernikahan tanpa ada cinta bukan mengantarkan kepada kebahagiaan tetapi menambah tekanan di dalam hidupku." Gumam Rafli dengan satu tangan memijat kepalanya. Nyatanya dia sangat tersiksa menjalani pernikahan tanpa cinta dihatinya.

***

Cerita Baru dari author, semoga kalian suka 🤗 jangan lupa vote dan komennya ya. Semakin ke bawah babnya semakin seru ceritanya, jadi budayakan baca sampai bab terakhir oke ☺️

Rahasia Dibalik Senyum IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang