Bab 6. Status Whatsapp

166 11 2
                                    

"Ya sudah kalau kamu memang tidak mau bercerita, tidak apa. Jangan di paksakan!" Sang Ibu mengusap tangan Alana. Sejak tadi Alana tetap bungkam enggan untuk bercerita.

"Apa pun yang terjadi, jangan pernah menyerah hadapilah, karena mungkin saja itu adalah ujian rumah tanggamu. Ibu hanya bisa mendo'akan yang terbaik." Lanjut Ibunya.

"Baik, Bu. Apa pun yang terjadi, aku pasti akan menghadapinya. Mungkin memang kami masih berproses untuk membina rumah tangga apalagi kami menikah karena perjodohan." Alana hanya bisa berkata sebatas itu tidak untuk menceritakan semuanya. Ini demi kelangsungan rumah tangga karena ia yakin jika bercerita semuanya, yang ada sang Ibu akan kecewa bahkan membuat situasi berantakan.

"Ya sudah, jangan sedih lagi. Ayo kita makan Ibu rindu sekali ingin makan bersamamu." Sang Ibu mencairkan suasana mengajak Alana untuk melangsungkan makan siang.

Sementara itu, di tengah kesibukannya Rafli baru bisa beristirahat. Dia masih berada di ruangan tengah duduk sambil memejamkan matanya. Lalu Rafli kembali membuka mata dan menatap jam tangannya, keningnya berkerut diambillah ponsel yang tergeletak di meja lalu mengeceknya dan ternyata tidak ada pesan mau pun panggilan dari Alana.

Rafli terheran biasanya jam segini Alana sudah datang untuk mengantar makan siangnya, tetapi kali ini bahkan sudah lewat lima belas menit belum juga datang. 

"Apa dia marah karena perkataanku waktu itu, makannya dia tidak mau mengantarkan makan siang lagi untukku." Rafli mengingat kembali apa yang di katakannya waktu itu, bahwa ia tidak mau lagi Alana mengantarkan makanan karena ingin makan di luar. 

Rafli merasa tidak enak kalau memang karena itu Alana tidak mengantarkan makanan lagi. Tetapi, bukankah ini yang ia mau karena kesempatan untuk bisa makan di luar. Rafli diam beberapa saat, ia akan menunggu sepuluh menit lagi, jika Alana tidak datang juga maka ia akan makan di luar.

Setelah menunggu ternyata Alana benar-benar tidak datang membuat Rafli bersemangat untuk makan di luar tidak lupa ia pun mengajak Laras si sekretarisnya itu.

"Kita beneran mau makan di luar, Pak?" tanya Laras yang kini sudah berada di dalam mobil Rafli.

"Ya, lagi pula Alana tidak datang," jawabnya.

Laras diam-diam tersenyum sambil memainkan jemarinya, karena ini pertama kalinya ia di ajak makan di luar dan hanya berdua saja.

"Tetapi, kalau boleh saya tau, kenapa Bu Alana tidak datang?" tanya Laras.

Rafli menoleh sebentar lalu kembali fokus menyetir.

"Saya juga tidak tau, mungkin ada kesibukkan." Jawab Rafli tidak mau terlalu memikirkannya.

Laras mengangguk sejenak. "Saya lihat Bu Alana begitu perhatian dengan Bapak, dari sejak saya bekerja di sini tidak pernah beliau absen untuk mengantarkan makanan, sosok istri yang baik banget. Makannya pas tau sekarang beliau tidak datang rasanya aneh saja."

Selama ini Alana memang tidak pernah absen, selalu datang tepat waktu, mengatur jadwal makan siangnya dengan baik. Rafli sendiri tidak menyadari akan hal itu, setiap Alana datang ke kantor yang ada di dalam hatinya hanyalah rasa kesal dan risih.

"Apa mungkin karena saya, Pak?" Lanjut Alana.

"Tidak ada kaitannya dengan kamu, kenapa kamu berpikir begitu?"

"Soalnya, setiap Bu Alana melihat saya dia seperti tidak suka begitu, Pak."

"Tidak usah kamu hiraukan, dan kamu harus selalu husnudzon sama orang. Intinya masalah Alana tidak datang bukan karena kamu, jadi kamu tidak usah berpikir berlebihan."

"Baik, Pak. Kalau memang begitu tentu saya merasa tenang." Keduanya kembali fokus dengan pikirannya masing-masing.

Setelah menempuh waktu beberapa menit keduanya sampai di sebuah restoran. Dimana di sana ternyata sudah ada dua rekan kerja Rafli yang sudah menunggu, seketika raut wajah Laras berubah seakan tidak senang.

Aku pikir hanya berdua, ternyata berempat. Batin Laras.

Mereka menikmati hidangan yang telah di sediakan, Laras sesekali melirik ke arah Rafli yang duduk di sampingnya. Ia begitu tidak menyangka mempunyai Boss yang tampan serta baik, di ajak makan siang walau pun ada yang lain tetapi mampu membuat hati Laras berbunga-bunga.

***

"Ya ampun, aku lupa mengantarkan bekal makan untuk Mas Rafli," gumam Alana. Ia sendiri baru saja selesai makan, setelah melihat jam ia pun langsung teringat dengan kebiasaannya selama satu tahun ini.

Alana merasa tak enak sekarang, bayangannya bahwa Rafli tengah menunggu sambil menahan laparnya. Alana bergegas menuju kamarnya untuk mengambil ponsel yang ia simpan di tasnya tadi. Alana menghubungi nomor tersebut tetapi tidak di angkat, mencoba sekali lagi tetap saja tidak di angkat.

"Jangan-jangan dia ngambek," gumam Alana. Ia tau bagaimana Rafli dikala sedang lapar, si paling kesabaran setipis tisu.

Alana mencari kontak Laras, karena Rafli tidak mengangkatnya juga, jadi ia memutuskan untuk bertanya kepada Laras. Tetapi belum sempat mengetuk panggilan ia tertarik dengan lingkar hijau yang mengelilingi profilnya, itu tandanya Laras telah membuat status. Mendadak penasaran Alana pun mengetuknya sampai akhirnya dia terdiam dengan menatap foto status yang di buat oleh Laras itu.

(Makan siang with Pak Boss) Caption yang Laras tulis, dimana di sana ada sang suami yang sedang makan, walau pun Laras fokus mengambil gambarnya tetapi Rafli juga ikut terfoto.

Seketika hati Alana berdenyut sakit, pemikiran itu kembali hadir. Bagaimana ia bisa berprasangka baik ketika melihat sang suami tengah menikmati makan siang hanya berdua dengan sekretarisnya. Bahkan dengannya saja selama satu tahun pernikahan tidak pernah Rafli mengajak makan di luar. Mata Alana berubah sendu dan sedikit berkaca, ia memegang erat ponselnya, bahkan niatnya untuk menghubungi Laras pun tidak jadi.

Ia merasa kecewa sekarang, mungkin ini maksud Rafli ingin makan di luar. Ternyata supaya bisa berduaan dengan Laras, Alana tidak kuat lagi membayangkan bagaimana mereka berdua di sana seketika air mata menetes begitu saja. Selama ini ia memang selalu mencurigai keduanya, dengan foto yang ia lihat saat ini menjadi bukti bahwa suami dan sekretarisnya memang ada main.

"Kenapa Mas? Kenapa kamu tidak jujur saja?" Alana mencoba menahan air matanya agar tidak keluar tetapi tidak bisa justru semakin sedih.

"Ya Allah, aku hanya manusia biasa, boleh bukan jika aku merasa cemburu melihat suamiku bersama wanita lain? Aku tidak bisa terus terlihat kuat, karena kenyataannya hati ini sudah begitu rapuh." Alana memejamkan matanya sejenak dengan air mata yang masih bercucuran. 

Jika sebelumnya ia selalu menangis karena sikap dingin Rafli, tetapi kali ini tangisan yang keluar karena perasaan cemburu serta kecewa yang begitu dalam. Mencoba menerima kenyataan tetapi begitu sulit, Alana pernah mencoba untuk menghapus perasaannya tetapi selalu saja gagal. Yang ada setiap kali melihat suaminya rasa cintanya terus bertumbuh semakin besar.

***
Yuk tembusin per bab 20 vote, biar author rajin update 🤗

Rahasia Dibalik Senyum IstrikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang