Sang Zaman

426 15 2
                                    

Pertempuran tetap berlanjut seiring Perputaran. Waktu berlalu begitu cepat, menyapu setiap kenangan rapuh. Sejarah perlahan memudar menjadi Mitos, yang hilang ditelan peradaban. Zaman-zaman Kelam terlewat sudah. Zaman baru telah mencapai awal Perputaran Waktu, dimana Legenda memudar menjadi cerita belaka. Cerita yang dimaksudkan untuk menakuti anak-anak yang tak patuh.

Cerita memiliki kekuatan, yang dapat mengubah hidup. Petunjuk tersirat yang ampuh untuk mengubah jalan, bahkan takdir. Tak ada awal maupun akhir dalam Perputaran, tetapi Waktu mengawali sesuatu.


Dua dimensi bertaut satu

Masa pertumpahan segera berakhir

Zaman kejayaan akan kembali

Dibawah Mata sang Dunia

Tongkat tanda damai

Dibawa ke saksi kunci

Saat itulah,

Sejarah akan terulang kembali

----------------▪▪▪----------------
Abad 21

Angin kencang mengalir turun melalui pegunungan berkabut, melibas habis benda yang meghalanginya. Turun diatas permukaan air, dan berbelok seiring jatuhnya hujan. Musim kemarau telah tiba, namun angin tetap membawa hawa dingin, seolah-olah mau menurunkan salju.

Pagi hari yang sangat mendung,

Sebuah mobil sedan hitam, melaju kencang menembus terpaan hujan. Badai semakin liar, awan hitam pekat terlihat menggantung di udara. Debu-debu berterbangan menghalangi laju pandang. Para petir bersahut-sahutan membelah angkasa, mengguncangkan pohon dari tempatnya. Dan anehnya, Badai tidak mengusiknya sama sekali.

Miko Harata, direktur dari sebuah organisasi perkumpulan ilmuwan tingkat negara, menyetir mobil ke arah apartemen yang tidak jauh dari kantornya. Sangat lincah menyelip di antara kemacetan kota.

Gerbang otomatis terbuka saat moncong mobil hampir menyentuh permukaannya. Halaman terlihat amat sepi, suara angin berdesir lewat saat ia menuju bangunan tersebut. Ia segera menuju tangga lobby. Akhir-akhir ini, ia lebih menyukai tangga daripada lift. Meskipun kamarnya terletak di lantai 6.

Hamparan kota terlihat jelas mengelilingi apartement, awan mendung menggelayuti permukaan. Air danau bergejolak liar seakan diaduk-aduk. Rasa dingin membeku tak menghambat langkahnya, mata birunya terus menghadap bawah. Sesekali ia mengecek tas yang dibawa, memastikan ia telah membawanya. Maklum, suasana seperti ini mudah membuat orang lupa.

Bintang malam berpijar tenang dibawah sinar rembulan. Ia merapatkan jaketnya, mengambil kunci dari saku. Sesaat ia menghembuskan napas, asap putih seakan keluar dari mulutnya. Akibat udara yang amat dingin.

"hai, Miko" sapa sebuah sosok, lorong dibelakangnya gelap gulita.

Ucapannya sempat membuat Miko bergidik, suaranya yang serak terasa seperti zombie (maaf).

Dia agak aneh, sangat menyukai hal-hal berbau kimia. Meskipun ia tidak pernah melirik buku sekalipun. Pernah sekali, ia membantu Miko mencampur zat yang kemudian berujung buruk. Ruangan sempat terbakar, karena campuran nuklir yang tak sengaja terbuat.

Bibirnya mengulum, jaket bulunya yang tebal membuatnya terlihat seperti Yeti. Wol merahnya tersandang rapi di bahunya. Ia memakai kacamata hitam.

"hei, Ren. Sedang apa kau di depan kamarku ?"

"Kawan, kau terlihat sangat buruk." Ia tersenyum. "Kau tahu, aku mungkin dapat membantumu kali ini."

Miko memasang mimik curiga. Ia mengangkat alis,

"Oh ayolah, aku hanya ingin mengajakmu jalan-jalan, kau mau ikut ?" sikut Ren.

"Untuk kali ini tidak ,Ren. Maaf. Aku harus melanjutkan pekerjaanku."

Ia berjalan cepat menuju pintunya, dengan sigap Ren menangkap pergelangan tangannya. Wol merah mengulur turun dari bahunya.

"Heh, aku belum bilang tujuan kita. Kau mau ke Perpustakaan Kota, aku yang antar?" goda Ren. Ia tahu kalau temannya yang genius itu sangat menyukai buku.

Mata Miko berbinar-binar. Baiklah, sedikit refreshing ucapnya dalam hati, ia mengangguk. Dan, sekali lagi mereka dapat menembus badai ganas kedua kalinya.


------------▪▪▪------------

Saat mendekati perpustakaan, langit sudah mulai cerah. Tampaknya awan enggan untuk bergerombol di langit. Bulan samar-samar menampakkan siluet cahaya merah pudar. Jalanan masih licin dan becek, rupanya hujan deras telah meninggalkan jejak di wilayah ini.

Perlahan, Ren memarkirkan kendaraannya disamping sebuah bangunan. Matanya memandang ke bawah, ia terlihat gelisah.

"Baiklah. Miko, kutunggu kau di kafe sebelah ya?" ujarnya, meskipun ia berbicara dengan Miko, matanya tertuju tepat kearah seorang remaja cantik. Dengan senyum nakalnya, ia beranjak pergi.

"kau tidak ikut ?" tanya Miko, sembari menutup pintu mobil.

"Buku ? Hufftt...ayolah kau tahu kan aku benci buku?" jawabnya merengut.

"baiklah, aku tak akan memaksamu."

"Yah, mungkin lain kali." ia mengangguk. Jaket bulunya bergemerisik tertiup angin.

Tanpa sadar, Miko tengah memperhatikan sesuatu. Selama ini ia tidak tahu bahwa lengan Ren ditato. Tato hitam pudar, lebih mirip seperti rajah. Berlukiskan api hitam, dan sepasang belati menyilang. Tulisan di bawahnya tak begitu jelas. Ia merasakan sesuatu yang menggelitik di benaknya, sekejap ia dapat memahaminya.

Shađar Mořgoth. Api Mořgoth. Api, bahaya, Perang!. Rentetan kalimat beruntun muncul di otaknya. Ia dapat memahami bahasanya, entah mengapa. Otaknya telah terprogram untuk itu.

Desiran angin dingin kali ini membuat bulu kuduknya merinding. Akhirnya, Miko menjauhi tempat itu.

Ia menghindari Ren.
--

Ps. Gimana? Yah, untuk Ren ( Temen, tapi memang suaranya nyeremin) itu true story. Maaf untuk yang bernama Ren yaa...

The Legend of WarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang