Central City : Amària

56 5 0
                                    

Trap-trep trap-tek...

Kuda-kuda poni marga Mud Fairlies menapak tilas jaluran setapak berbatu, surainya berkibar indah saat bergesekan dengan sinar, menatap acuh tak acuh memberi lirikan "nasib-buruk-bila-kau-tak-menyingkir" saat bertatapan dengan manusia. Pengembalanya, seekor anjing pemburu besar tampak mengawasi setiap langkah sang tuannya. Pohon-pohon Willow dan Sanchers tua menggelayuti permukaan atap rumah penduduk, menambah kesan seperti gubuk di dalam dunia dongeng.

Han Tanaka baru saja membuka matanya tertegun akan fajar yang menyingsing pucat dan pudar. Mata coklatnya menatap lurus menuju langit-langit putih, seakan tertegun melihat pagi untuk pertama kalinya. Fajar menyingsing jernih dan dingin, dengan kesegaran yang mengisyaratkan akhir musim panas. Matanya mengamati relief kuno yang terpapar hampir di setiap sudut dinding, terbawa suasana akan nuansa baru. Ini kali pertama ia melaju begitu jauh, sendirian, diterpa angin dingin. Malam adalah yang terburuk.

Sesegera mungkin ia turun dari ranjang, tak mau ketinggalan untuk menikmati hawa pagi yang tenang. Udara sangat dingin, Han hanya membilas wajahnya dengan air hangat dan menyeruput teh panas sebelum ia mendengar bunyi dentangan lonceng. Musim dingin dimulai lebih cepat tahun ini. Dia dapat merasakan udara dingin merayap menaiki tangga, napas beku dari perut bumi.

Detakan langkahnya keras menggema di sepanjang koridor, sempat membuat orang-orang penasaran akan tingkah lakunya.

"Whoa, whoa, bocah. Siap sekali kau menyambut pagi?"

"Paman." Balas Han tersenyum, "Aku ingin melihat kota."

Lelaki kekar itu mengernyitkan dahi. Terpesona akan keberanian dan semangat pemuda didepannya.

"Nah, kalau begitu cepatlah. Akan kupanggilkan John untuk menemanimu."

"Terimakasih Paman Trey, aku akan kembali selagi mungkin."

Udara dingin menyerbu masuk menuju penginapan. Sejenak ia mematung, menatap keindahan panorama alam yang kemarin sempat tertutup oleh hitamnya malam. Langit biru cerah dengan jalan setapak berbatu yang bepercik basah. Dataran Highgarden sangat memukau dilihat dari jauh, hamparan bunga menyambut hangat musim dingin. Ia merapatkan mantelnya,

"Ehem,.."

Salah seorang wanita tua menatap tajam kearah Han. Udara yang masuk ternyata cukup membekukan bagi siapapun yang berada di penginapan Rusa dan Singa itu, suhunya seakan meluncur drastis. Api perapian berdebur, nyaris mati terhadap damparan napas beku dari luar.

"Oh, maaf.."

Debur laut terdengar sayup-sayup melintasinya. Ia berjalan menuju istal belakang, belatinya tersimpan rapi dibalik jubah. Tanah yang becek membuat sepatunya terpecik lumpur lengket, menciptakan genangan air kecil setiap kali ia berpijak. Napasnya mengeluarkan asap putih yang kemudian pudar tersapu angin. Matanya terpaku akan suatu sosok gelap yang berada di pojok istal, mengulurkan tangan membelai kuda-kuda penginapan. Seseorang telah menunggunya.

"Aku yakin kau diutus Paman Trey, John?"

Pemuda itu mendengus, " Tak ada yang pernah menyebut utuh namaku selama ini, kecuali pemuda yang datang tengah malam saat hujan lebat turun. Aku tak pernah melihatmu sebelumnya, darimana kau berasal?"

"Sebut saja dataran jauh seberang," Han meringis. Dia dapat merasakan detak jantungnya yang kian cepat, menunggu sesuatu yang buruk terjadi. "Katanya kuda-kudamu berkualitas tinggi di Highland."

John melangkah maju kedepan, rambutnya dipangkas rapi kebelakang. "Rawa, hutan, padang, dan salju dengan mudah ditempuh oleh kuda-kuda gagahku. Pasti pak Tua itu yang memberi tahumu, jujur saja." Ia membusungkan dada, merasa ragu untuk meminjamkan kudanya. "Kalau begitu, mari kita lihat kemampuanmu."

The Legend of WarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang