Senar-Senar Perak

33 4 0
                                    


Cahaya-cahaya rembulan memantul diatas gejolak air yang tenang. Percik-percik air bergelombang diatas permukaan danau, ketika serangga kecil berjalan dan menyelam.

Bulan nampak putih bersih, bersinar terang, lembut mengalun. Tiba-tiba ia tersenyum, matahari memancarkan emosi dirinya. Begitu juga sahabatnya, rekanya, teman baiknya, bulan terlihat indah dan menarik malam ini. Semoga Malam tak berubah, ia berpikir.

Dimanapun ia berada.

-------------

Tak tak

Detak tak menentu.

Tak tak

Hampir tengah malam.

Tak tak

"Tuan, Anda tidak tidur?"

"Tidak, Avian."

Pemuda itu menghela napas berat. Dari wajahnya memang tersirat, kelelahan yang mendalam. Mata batinnya menatap kegelapan sang penghujung.

"Ada kabar dari Nad?"

"Tidak tuan. Penggarai Utara telah dijaga dari amukan Bayang. Dua pemimpin, Raja Andalusia dan Ratu Azbeth dilaporkan terkena penyakit aneh."

"Gila lagi ya? Heheh...akhir-akhir ini sangatlah buruk." Sutra hitamnya terseret saat ia berputar menghadap bawahannya, "Terimakasih Avian, kau dibubarkan."

Kesatria itu mengangguk kepada sang Penasihat, baju logamnya berbalik pergi menuju pintu. Sepasang sepatu besi menoreh langkah berat di atas marmer berpoles putih.

"Hhh.. Abdi, kita kehabisan waktu." Ia menghela napas, tangannya bermain rambut dengan gelisah. Sementara mahkota peraknya tersandang tipis diantara rambut hitam.

"Nad, di manapun kau berada, sudahkah kau menemukan Raja kita?"

Mata abunya mulai berair. Ia terisak dibawah sinar rembulan, ia terisak dibawah belaian angin. Begitu dalam, begitu menyayat. Bagaimanapun ia adalah remaja, remaja yang tak pernah tumbuh, yang tak pernah merasakan tua, merasakan sakit, kematian.

Bintang malam seakan merasakan penderitaan tuannya, bersinar dan menari, sebagai penghias aliran mimpi. Menyelimuti kegelapan tiada akhir, yang seakan memandang hampa tak berujung.

Karena tuannya adalah kematian.

Ialah sang Penasihat Malam. Mereka seperti berjalan tanpa tujuan.

"Tuan Sean,"

"Avian? Ada apa?"

"Kami menemukan seseorang. Kupikir, ia ingin bertemu denganmu."

"Tengah malam?"

".....kurasa dia manusia, Tuan. Aku sudah bertanya."

"Eh, Umm, bawakan ia kemari."

Tengah malam begini? Siapakah berani keluar malam begini? Bahkan rakyat Amaria takkan ada yang berani, buruknya, begitu terhinanya malam kita. Oh Sang Raja Malam!

Malam terburuk diantara seribu bulan. Oh tidak, tidak. Sang keparat hanyalah menyebut malam sebagai dirinya. Aku berani bertaruh, Bulan kami lebih baik dalam Masa Emas. Lebih megah dan indah bertaburkan lentera malam.

Akan ada nyanyian, dansa dan pesta. Bukannya keresahan, kesakitan.

Hutan sekarat diantara pucatnya hitam, aku merasakan. Bahkan kekuatanku tak cukup untuk mengembalikan malam kami. Sang Penasihat Malam yang tak memiliki kontrol akan kekuatannya.

Aku tertawa, ini adalah sebuah aib yang besar.

"Tuan?"

"Yeah? Kau sudah bawa kemari?"

The Legend of WarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang