Tanah basah berair diterpa badai tadi malam, ketika ia duduk di dekat perapian. Tatapannya menyiratkan rasa mual atas salju yang telah turun semalaman suntuk. Pikirannya berkelana jauh ke seberang laut sempit.
"Aku tak butuhkan seluruh kalasar-nya."
"Memang tidak, kekuatan mereka melemah tuan."
Bayang mendekat.
"Kita dapat manfaatkan situasi ini untuk merebut Amaria."
"Ya, ya. Kau benar-benar menghancurkan pikiranku."
Mata hijaunya berkilat merah, jelas-jelas dirinya sedang naik pitam. Amarah yang telah dipendamnya bertahun-tahun, ini merupakan kesempatan langka.
"Bagaimana, my lord ?
"Aku... bagaimana dengan Traktat Damai?"
"Enyahkan itu! Kau tahukan, para Abdi hanyalah bersandiwara?"
"Sandiwara maupun tidak, tetaplah tanggunganku."
Tangan keriputnya merapikan selasar dengan angkuh. Sekali-kali memilin pin di dadanya. Lambang kerajaan mereka secara turun-temurun, pertama ditempa dalam gua Gunung Mondrin, Gunung Kelam saat zaman pertarungan antara Elves dan para kurcaci. Tulangnya mirip dengan Aven, Daun Dafnah.
Salju yang berderai tak lagi menarik perhatiannya. Timpang mendendang di bawah sinar melarat, malam ini akan sangat berat.
"Enar, anakku. Kemarilah,"
Seorang pemuda menyongsong masuk, tali emasnya mengulum keluar dari ikatan rambut. Permata putih terpasang disela-sela jemari halusnya. Dudukan yang tegap, dan angkuh.
"Kuperkenalkan Putra Mahkotaku, Enar Tredonai."
Bayang menjauh, mengisi seluruh ruangan dengan hawa panas. Matanya berkilap merah, ia memutar kepalanya.
"Bagus, begitu bagus. Sangat anggun bila disia-siakan."
Senyum tersungging licik diantara bibirnya. Bayang melingkar,
"Tapi, bukankah kau memiliki dua putera?".
"Ah, yang satu itu.."
"Lupakan dia! Dia hanyalah pengganggu di kerajaan ini. Pengecut kecil yang tak dikaruniai! "
"Enar! Tutup mulutmu!"
Lelaki paruh baya itu terlihat merah padam. Tangannya menggertak di atas meja, membuat sepasang penjaga pintu merunduk ketakutan.
"Maafkan kami. Kurasa, anakku yang termuda, berjubah putih."
"Aih, aku mengerti.."
Ia menoleh,
"Enar sayang, bisakah kau tinggalkan ruang ini sebentar?"
"Baik, paman."
Cakar hitamnya melebur di udara, membelai manis sang penguasa. Membuatnya terpendam dan terlebur di alam bawah sadar,
"Apa yang. .Kau.."
"Aku ingin kau menurutiku. Promosikan Putra Mahkotamu memimpin seluruh pasukanku ke gerbang Agya."
"B-baik."
"Bagus, Fley. Dan apakah kau bersedia menjadi tuan rumah yang baik?"
"Baik, sedia."
Bayang kembali menyeringai, tampak sangat puas akan sihir hitam yang ia masteri. Menguasai pikiran manusia adalah pekerjaan paling mudah untuknya, apalagi tipe rakus yang gila akan kekuasaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Wars
Adventure"Berikan tongkat itu padaku, sekarang." teriak Kata. Tak ada hak untuk hidup, tak ada alasan! "Tunduklah padaku. Lupakan semua ikrarmu. Janjimu!" Kematian berada didepannya, kematian berada ditangannya. Morin menengadah, satu keputusan akhir telah...