The Shaden of Amaria

37 2 0
                                    


"Menyedihkan."

Hembusan napas hangat menyembur bagaikan kristal panas di dalam udara.

Yang Mulia Shaden, Raja Tinggi Sean, duke dari Amaria Utara, lord pertama dalam turunan Kekaisaran (penguasaan ahli dalam Shade-- Ilmu hitam), Kedudukan takhta Yang Mulia Penasihat Kedua dalam garis Silver Roses dari Amaria, mencondongkan diri dari balkon istana sembari mengharapkan rombongan prajuritnya akan segera mendarat. Ia sudah menunggu sejak siang, sementara hari itu, panas untuk ukuran musim panas.

Bertambah panas.

Dengan kesal ia menundukkan kepalanya di bawah teriknya mentari, inilah yang ia tak sukai tentang Pagi, hal-hal yang berbau silau, terang, sangat terang sampai mereka berhasil membakar kulit dan tulangmu. Luluh, kering.... Sean menelan ludah. Selama bertahun-tahun ia telah terbiasa dengan balutan kenyamanan kegelapan dan bayangan, keluar satu langkah saja ke dalam cahaya dan tubuhnya akan memprotes.

"Hah....huff.." Sang Penasihat menghela napas, panas sekali hawa hari ini, atau hanya badannyalah yang bereaksi terlalu berlebihan? Ia tak terlalu yakin. Rasanya ingin sekali ia kembali ke masa depan, apartemennya, dengan AC yang menyejukkan. Ahh, jikalau Oryn tidak berhasil melacak baunya, jikalau saja mereka tidaklah muncul. Bila saja mereka tetaplah mitologi belaka, dalam hamparan buku-buku usang di sela perpustakaan. Dan sekarang mereka menjadi nyata, mitos yang menjadi sejarah, kaki-kaki hina mereka yang selalu memburu haus akan darah murni para pahlawan.

Ah, dunia memang tragis.

Pelintasan ruang dan waktu, selain menghabis-habiskan tenaga, juga membutuhkan daya yang begitu besar. Tentunya, makhluk-makhluk mitologi tersebut lihai dalam mencari mangsa dengan bau magis yang ditimbulkannya. Dan bila ia nekat melakukannya, sudah pasti bangsa Oryn dari seluruh penjuru akan menyerbunya di satu tempat. Bukti nyata: apartemennya. Ah, lelaki bangsawan itu tertawa kosong, mengingat akan kejadian lugu pada malam bulan purnama itu.

Saat kuku kaki pertama hewan mitologis biadab itu berani menginjakkan kakinya dalam kediaman rumah sang petinggi Abdi, dan tentu saja, menghancurkan seisi rumahnya. Untung Cahaya berpihak padanya, ia tak membawa barang berharga apapun disana, sebagian besar barang pribadinya ia tinggal di Agya. Namun tetap saja, ia merasa bersalah telah menghancurkan apartement milik boss-nya.

Boss, heh, baru dua minggu ia 'bekerja' di sebuah industri perkapalan rempah-rempah sebagai penyamaran. Dirinya yang tak fokus dan diburu misi untuk menyelidiki fenomena sejarah ini, dan mortal yang memiliki status 'bos'-nya telah berbaik hati meminjamkan apartemen pribadi kepadanya.

Jadi, yah bisa dikatakan ia terjebak dalam dimensi ini.

"Yunani." Ucapnya tak beremosi. "Apa yang telah engkau rencanakan, Cahaya?"

Ia terdiam sejenak, bibirnya mengulum seakan menunggu jawaban. Debu-debu berlapis kilat putih berterbangan disekitaran udara, menandakan jarangnya tempat itu dipakai untuk umum. Aliran mata air panas yang menjalar dalam dinding-dinding batu membuat kamarnya serasa menjadi sauna ditengah-tengah musim panas. Untuk sesaat, kau akan merasa seperti terlempar ke masa lalu bila duduk di dalamnya.

Ruangan yang ditempatinya adalah ruangan pribadi miliknya dari 5000 tahun yang lalu, cermin yang seharusnya kusam, dipoles mengkilat tanpa noda dan bercak. Karpet beludru hitam terhampar di bawah desikan perapian, tak ada yang berubah selama tahun itu. Tangan-tangan api kecilnya berderak-derak di bawah tatapan tajam Sang Shaden.

"Aihh... orang macam apa yang menyalakan perapian siang terik begini?" Ia menggelengkan kepalanya, jelas terlihat tak nyaman. Ah tapi, bukankah hanya Sang Shaden saja yang boleh masuk ke ruang sakral? Oh. Sepagian ini dibawah kesadaran otaknya, ia telah menyulut api di perapian. Saat musim panas. Siang terik.

The Legend of WarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang