"Oh ayolah, aku tak dapat berpikir jernih!"
"Tidak pula denganku.."
"Bagaimana jadinya ini?"
"Berita tentang hilangnya mereka menyebar lebih cepat dari yang kuharapkan."
Nad mengalihkan pandang, menghadap balkon utama.
Dulu, balkon utama adalah tempat tercantik di Agya. Muralnya yang kian cerah, mengandung makna tersendiri, disambi dengan ukiran-ukiran naga elegan.
Lantai batu putih menghiasi seluruh penjuru ruangan. Dan panji-panji mereka masih berkibar megah. Seolah tak terkikis oleh guratan waktu, seakan keabadian merindangi tempat itu.
Benang- benang sepuh emas perak saling membujur membentuk suatu pola abstrak yang tersulam pada dinding-dinding batu pijak. Sangat serasi dan harmonis, bila dilihat dari tempat terpencil sekalipun.
Bagai tempat berpacu ditengah gelombang mimpi dan kesuraman waktu. Sempurna.
Kenangan pahit.
"Keadaan sekarang mungkin mulai genting. Menurutmu, kita ambil lajur?"
Nad menoleh dengan cepat. Tatapannya berubah tajam,
"Janganlah terlalu buru-buru. Keputusan harus direncanakan sesuai strategi."
Sean menghela napas. Dirinya bingung sejadi-jadinya. Sejatinya, dimanakah para pengganti dalam ramalan itu? Tak kuasa ia mengatasi semua ini. Meski, memang dirinya ditakdirkan untuk menjadi penasihat Miko, sang raja malam.
Tapi, bagaimana bila ia salah?
Yah, sikap Sean memang sangat mirip seperti Miko, seperti yang telah diramalkan. Lengkap akan...yah, celelekanya. Nad pun begitu. Maya pernah menyatakan bahwa tak susah untuk mencari, bila ia telah bertemu patokannya.
Entahlah.
Ia menunduk, menatap Nad acuh tak acuh.
"B-Baiklah.."
Nad berdecak menatapnya, mantelnya ia sampirkan ke tangan. Tubuhnya lebih tinggi beberapa centi dari Sean, posturnya tertata, apik. Rambut coklatnya disampirkan kebelakang telinga. Menampakkan lencana Matahari di sisi pudaknya. Ia menghela napas,
"Aku khawatir denganmu, temanku. Kau tampak lelah."
Mata coklatnya menatap dalam ke arah rekannya.
"Istirahatlah,"
Sean masih menunduk dalam. Tak menghiraukan perintah Nad, kepalanya mengangguk kecil. Bagaimanapun, ia tak dapat membantah perintahnya. Malam berada dibawah lihaian Cahaya. Dengan gontai, ia melepaskan pegangannya dari cakram dinding.
Derr..
"Apa itu?"
Pintu dibelakang mereka sontak terbuka. Sesosok lelaki paruh baya terlihat sangat terburu-buru. Keringatnya mengucur deras di bajunya.
"Tuan. Oh tuan. Ini mengerikan!"
Pemuda itu terus menunjuk kearah luar dimana gerombol awan hitam melingkup dan berpusar diatas permadani hutan, kabut asap menanarkan penglihatan. Terlihat samar berpendar sebentuk mata merah bengis. Pertanda penting bagi mereka.
Petaka telah datang.
"Woahh!"
"Wenda! Wenda! Siapkan pasukan! Cepat," teriak Nad.
Sean melonjak, jubahnya berkibar dibelakang. Saking herannya, ia tak menghiraukan Nad yang dengan cepat menarik lengannya. Membawanya menjauh dari balkon.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Legend of Wars
Adventure"Berikan tongkat itu padaku, sekarang." teriak Kata. Tak ada hak untuk hidup, tak ada alasan! "Tunduklah padaku. Lupakan semua ikrarmu. Janjimu!" Kematian berada didepannya, kematian berada ditangannya. Morin menengadah, satu keputusan akhir telah...