Zea terdiam membisu disana, karena ayah Danis mencurigainya. Zea berfikir untuk mengelak lagi, semoga saja ayah nya itu tidak berfikir yang sebenarnya.
Kini ayah Danis masih setia menunggu jawaban dari putri nya itu, Zea yang ditatap serius oleh mereka, pun tidak enak, akhirnya Zea memilih membuka suara.
"Ngga lah, Zea tadi cuma panik makanya lari sekalian mau ngambil obat dikamar," elak Zea, mereka yang mendengar nya setengah percaya setengah tidak.
Apabila batuk biasa, masa harus lari dan tiba-tiba langsung menutup pintu kamar rapat-rapat, itu sangat mencurigakan bagi mereka. Kini Zea harus dipastikan jujur dan tidak apa-apa.
"Serius? Kan bisa pelan-pelan Zea, ga usah lari juga," ucap bunda Ana membuat Zea menoleh kearahnya.
Kini Zea tidak tahu harus mengatakan apa, dirinya tidak mau memberitahu kan tentang batuknya itu, walaupun itu sepele tetapi tetap saja Zea tidak ingin mengatakan itu, Zea tidak ingin membuat keluarga nya itu cemas.
Tiba-tiba Gibran memberikan segelas air minum untuk Zea. "Minum," pinta Gibran pada Zea. Zea perlahan menerima gelas itu dan meminumnya setengah gelas.
"Udah malem, kamu istirahat ya, jangan lupa diminum obat nya, besok kita temenin kamu periksa ya, mumpung besok hari minggu," ujar bunda Ana.
"Periksa lagi? Tapi Zea baru terapi kemarin Bund, masa ke rumah sakit lagi, ga usah ya Bund, Zea besok kaya nya mau main ke rumah Yura sekalian belajar bareng," tolak Zea.
"Cek nya pagi, kamu ke rumah Yura nya sorean aja ya jam 3 an. Pokoknya Bunda ga terima penolakan dari kamu, udah sana masuk," kata bunda Ana membuat Zea lagi-lagi ingin menolak tetapi tidak bisa.
"Cek apalagi sih Bund? Zea cukup terapi aja, ga usah cak cek cak cek, yang penting rajin berangkat terapi kan?" ucap Zea yang masih ingin berusaha menolak.
"Cek kesehatan tubuh kamu Zea. Udah sana istirahat," ucap ayah Danis.
Zea akhirnya memilih masuk kedalam kamarnya dengan perasaan yang sedikit sebal. Dan berfikir, kenapa kehidupan diri nya itu sangat tergantung sekali? Harapan terakhirnya kini pun, ingin selesai dari penyakitnya, tetapi dirinya saja masih susah untuk merawat dirinya ke lebih sehat.
Kini ayah Danis dan bunda Ana akhirnya memilih untuk kembali ke lantai bawah, namun langkah nya terhenti karena pintu kamar Zea yang terbuka kembali.
Ceklek
"Bund, bisa bawain Zea nasi merah nya lagi ngga, aku masih lapar Bund, tadi belum habis," ucap Zea yang telah keluar dari kamar nya.
"Kirain kenapa? Ya udah bentar ya,"
"Istirahat dulu, jangan main hp." ucap ayah Danis pada Zea, Zea pun hanya mengangguk lalu kembali masuk kedalam kamarnya.
Akhirnya bunda Ana dan ayah Danis kembali ke lantai bawah, Gibran juga memilih untuk ikut bersama mereka untuk melanjutkan makan malam nya itu.
Hendak melangkah, tiba-tiba ponsel Gibran berbunyi seperti ada orang yang mengirimkan pesan. Dengan cepat, Gibran mengambil ponsel yang ada didalam saku celananya.
Setelah ponsel Gibran dinyalakan, tertera nama grup chat whatsapp dari geng nya itu.
Warriors the geng
Rey:
Ke markas, buruanKevin:
SiapRafa:
Siap paketuFarel:
Yaa
KAMU SEDANG MEMBACA
KEPRIBADIAN ZEANA
Teen FictionSetelah menyadari diri nya tidak dianggap ada oleh orang yang diri nya sukai, dia mulai merubah diri nya ke sifat aslinya itu. Dia akan membalikkan perbuatan itu kepada orang-orang yang sudah meremehkan diri nya. "Siapa lo? ngatur-ngatur hidup gue...