Selepas jamaah salat Isyak, seperti biasa Ummi Halimah mengajari Azrina mengaji kitab di ruang tengah.
"Alhamdulillah sudah tamat ngaji kitab ta'limul mutaalimnya, Nduk. Coba ceritakan pada Ummi isi kitab ini yang masih kamu ingat!"
"Jika orang berakal sempurna, dia akan sedikit bicara. Bicara itu hiasan, diam itu keselamatan. Sepertinya itu yang Azrina ingat Bu Nyai."
Azrina tersenyum tipis.
"Terus maksud kata-kata itu apa?"
"Mmm... Orang yang banyak ilmu, dia akan lebih hati-hati dalam berbicara, mempertimbangkan segala hal yang akan diucapkan, karena takut salah, takut yang diucapkan mudarat, atau bahkan takut menyakiti hati orang lain."
Bu Nyai Halimah tersenyum dengan menyentuh bahu Azrina.
"Pinter kamu, Nduk!" puji wanita itu dengan tersenyum kagum.
"Mboten. Bu Nyai yang pinter, sudah mengajari saya banyak hal."
Perlahan Azrina menyentuh tangan Ummi Halimah lalu mencium punggung tangannya.
"Boleh saya peluk, Bu Nyai?" pamit gadis itu dengan menatap nanar wajah wanita yang tidak lain adalah ibu dari laki-laki yang pernah dia cinta.
"Ya, boleh!"
Wanita itu pun merentangkan tangannya.
Drama kecil pun terjadi, ada air mata yang tumpah ketika Azrina memeluknya.
Kelembutan hatinya, kehangatan sikapnya, membuat gadis cantik ini tidak mampu menahan rasa. Rasa haru, rasa senang, dan rasa tidak mampu jika nanti harus berpisah dengannya.
"Loh! Kok nangis, Cah Ayu?" tanya Ummi Halimah saat melihat tetesan air mata di pipi Azrina.
Perlahan Azrina menyekanya.
"Nggak papa, Bu Nyai. Saya hanya senang belajar sama Bu Nyai di sini. Saya ke kamar dulu ya!" pamit gadis itu kemudian seolah ingin menyembunyikan kesedihannya.
Gadis itu mulai beranjak dari sofa dengan masih menggunakan mukenah, dia berjalan menuju kamar.
Ceklek!
Dibukanya kamar yang sudah dia tempati lebih dari satu bulan itu.
Azrina melihat seorang perempuan sedang berbaring di tempat tidur.
Dia adalah Ning Hana. Ternyata wanita itu menepati janji. Karena kekalahannya dalam kompetisi, dia bersedia berbagi kamar dengan Azrina, bahkan tanpa Azrina ingatkan wanita itu sudah tidur terlebih dahulu di kasur berukuran kurang lebih 180 x 200 centi meter.
Mengetahui Azrina masuk ke dalam kamar, Ning Hana membalikkan badan membelakangi Azrina.
Azrina tersenyum tipis, lalu duduk di tepi ranjang.
"Sudah lama Mbak, di kamar ini?" tanya Azrina sembari membuka mukenahnya.
Ning Hana bergeming.
Azrina masih terlihat melipat mukenah lalu memasukkannya ke dalam tas.
"Mbak Hana!"
Azrina menoleh dengan menyentuh pundak wanita berabaya dan berjilbab cokelat muda itu.
"Mbak nggak perlu khawatir untuk berbagi tempat tidur denganku. Karena malam ini, aku akan berpamitan kepada Bu Nyai Halimah untuk pergi dari rumah ini."
Azrina berkata dengan lembut.
"Soal diary itu, aku minta maaf karena sudah lancang membukanya. Tapi demi Allah, aku masih membuka halaman pertama, dan belum sempat membacanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Untuk Azrina
RomanceDia adalah Saifuddin Zuhri, seorang laki-laki yang terlahir dari keluarga Nahdiyin. Cerdas, pintar, santun, dan ramah, itulah yang membuat pria ini digandrungi oleh kaum hawa. Bukan hanya itu, kesalihannya pun membuatnya diidam-idamkan untuk dijadik...