Bab 1 (Gus Aif)

111 5 0
                                    

"Apa putra kiai itu, harus menikah dengan putri kiai, Ummi?" tanya Gus Aif kepada umminya saat mereka berdua duduk di sofa ruang keluarga.

Putra Kiai Hasyim yang memiliki nama panjang Saifuddin Zuhri ini, tampak mengejar jawaban umminya yang hendak menjodohkan dia dengan wanita salihah pilihan keluarga.

"Ya, nggak begitu juga, Nak. Cah Bagus," sahut Ummi Halimah lembut dengan menyentuh bahu putranya.

"Ummi dan abi, hanya ingin memilihkan wanita salihah yang pintar dan cerdas buat kamu, yang bisa diajak berjuang, mengemban amanah, ngopeni santri dan mengembangkan pesantren ini," tutur Ummi Halimah lembut.

"Ning Zia itu cantik dan baik, salihah, keturunan orang alim, dan yang terpenting ilmunya itu loh, Nak. Dia sudah teruji, bisa ngopeni lan ndidik santri," tambah Ummi Halimah.

"Lulusan pesantren salafiyah, hafal kitab kuning, hafal 15 juz Al-Quran. Subhanallah, rasanya ummi ingin sekali melihat dia segera menjadi menantu ummi."

"Ummi.... Sejujurnya, Aif sudah punya pilihan. Hati Aif telah terpaut pada gadis lain."

Gus Aif berkata dengan menundukkan kepala.

"Siapa?.... Mbak-mbak satri?" Ummi Halimah bertanya dengan mata penuh selidik.

"Bukan, Ummi."

"Lalu?"

"Teman di kampus."

"Loh, kamu pacaran?"

"Mboten Ummi. Aif tidak pacaran."

Gus Aif berusaha meyakinkan umminya kalau dia sama sekali tidak pernah mengkhianati amanah orang tua untuk tidak pacaran sebelum menikah.

"Aif sering memperhatikan gadis itu. Kita tidak satu fakultas, tapi dalam kegiatan kampus, Aif sering sekali bertemu dia."

Gus Aif bercerita dengan senyum mengembang seolah membayangkan gadis yang dia kagumi.

"Secantik apa dia?"

"Cantik sekali," jawab Gus Aif masih dengan senyum.

"Akhlaknya?"

"In Sha Allah, dia gadis yang sangat salihah."

"Ngajinya bagaimana?"

"In Sha Allah, dia gadis yang istiqamah mengaji."

"Tau dari mana kamu?"

"Sehabis salat Ashar, Aif sering melihat dia mengaji bersama teman-temannya di masjid kampus."

"Ooooh...." Ummi Halimah tersenyum berat.

"Ning Zia itu, gadis yang sangat cerdas," cerita Ummi Halimah seolah ingin mempengaruhi perasaan putranya.

"Nana juga gadis yang sangat cerdas Ummi. Dia masuk universitas dengan beasiswa prestasi," balas Gus Aif.

"Hmmmmh!"

Ummi Halimah membuang napas kasar.

"Lulusan pesantren mana dia?"

"Mmmmm.... "

Gus Aif menggumam, dia bingung hendak menjawab apa, karena dia sama sekali tidak tahu apakah gadis yang dia suka pernah mengenyam pendidikan di pesantren atau tidak.

***

Sementara itu di rumah keluar Dr. Ilham, seorang rektor universitas swasta ternama, tampak seorang ibu dan anak gadisnya tengah menyiapkan hidangan untuk makan malam.

"Bunda dengan dari Budhe Ida, dr. Iqbal itu, suka loh Nak, sama kamu."

"Ah! Bunda."

Gadis berjilbab biru itu terlihat acuh, sama sekali tidak tertarik dengan cerita bundanya tentang dokter muda yang kemarin berkunjung ke rumahnya bersama Budhe Ida, kakak kandung ibunya.

Janji Untuk Azrina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang