Saat ini Azrina sudah berada di sekolah menengah atas pesantren tersebut.
Selepas mengajar dia masuk ruang guru dengan perasaan yang masih diselimuti kesedihan.
"Mbak, dipanggil kepala sekolah," kata Bu Nurul saat Azrina hendak duduk di kursinya.
"Iya, Bu."
Gadis itu pun mengurungkan niatnya untuk duduk. Dia bergegas melangkah menuju ruang kepala sekolah.
Kurang lebih dua puluh menit Azrina berada di dalam ruangan tersebut, setelah itu dia keluar dari ruangan bersama kepala sekolah dan seorang guru perempuan.
Sepertinya sore ini Allah mengabulkan keinginan Azrina.
Bu Arini, guru bahasa Inggris yang tengah cuti sengaja datang ke sekolah untuk mengabarkan bahwa mulai besok dia akan kembali mengajar.
Tentu kabar bahagia ini sangat membuat Azrina senang. Bisa pergi dari pesantren Gus Aif adalah harapannya, karena dengan begitu dia akan lebih mudah untuk menyembuhkan luka hatinya.
***
Selepas bel pulang berbunyi Azrina bergegas menuju ndalem ummi Halimah. Dia memutuskan untuk segera berpamitan, karena dia berpikir semakin cepat keluar dari rumah ini adalah keputusan yang terbaik.
Azrina mulai membuka pintu ruang tamu yang tidak tertutup rapat, tampak di depan kamar ummi Halimah berkerumun mbak-mbak santri.
Gus Aif pun terlihat buru-buru masuk ke dalam kamar tersebut.
Azrina mengernyitkan dahi dan mempercepat langkah untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Ada apa Mbak?" tanyanya pada salah satu santri yang berkerumun.
"Ning Zia tadi terpeleset di tangga asrama, Mbak. Kakinya terkilir," sahut santriwati tersebut.
"Ooooh."
Mulut Azrina membulat seraya menerobos kerumunan santri untuk melihat keadaan Ning Zia yang dibaringkan di kamar ummi Halimah.
Gadis itu melihat Gus Aif tengah berdiri di sisi ranjang, seorang tukang urut perempuan yang tengah memijit kaki Ning Zia, dan ummi Halimah yang duduk di tepi ranjang dengan mengusap-usap lembut kepala calon menantunya itu.
"Dibawa ke dokter saja, Nak. Ummi takut ada apa-apa dengan Ning Zia."
Kata ummi Halimah pada putranya.
"Mboten usah Ummi, kaki Zia sudah lebih enakan habis dipijat," sela Ning Zia.
"Yo wes, kalau begitu panggilkan mantri kesehatan pesantren saja, karena dokter umumnya hari ini nggak ada jadwal ke klinik," kata ummi Halimah lagi dengan melihat ke arah Gus Aif.
"Mboten usah Ummi. Zia takut disuntik," kata gadis itu manja dengan menyentuh tangan Ummi Halimah.
"Walah Nduk. Nggak disuntik, cuma diperiksa saja, takutnya kamu kenapa-kenapa."
Dengan manja ummi Halimah menyentuh hidung mancung gadis berwajah oval itu.
"Cerita sama ummi, Nduk! Kenapa tadi kamu sampai jatuh?" tanya ummi Halimah kemudian.
"Maaf, Ummi. Tadi Zia agak pusing, mungkin karena lupa belum makan siang," terang Ning Zia.
"Walah, Nduk. Ngopeni santri oleh, tapi ojo lali njogo kesehatan," kata ummi Halimah dengan masih mengusap-usap lembut kepala Ning Zia.
Azrina yang melihat pemandangan penuh kasih antara calon menantu dengan mertua itu mulai menghela napas dalam.
Perlahan gadis itu berbalik, dia berpikir untuk keluar dari kamar itu, karena sudah begitu banyak orang yang mengurus Ning Zia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Untuk Azrina
RomanceDia adalah Saifuddin Zuhri, seorang laki-laki yang terlahir dari keluarga Nahdiyin. Cerdas, pintar, santun, dan ramah, itulah yang membuat pria ini digandrungi oleh kaum hawa. Bukan hanya itu, kesalihannya pun membuatnya diidam-idamkan untuk dijadik...