Bab 25 (Bertemu Bu Nyai Halimah)

6 0 0
                                    

Kepala sekolah mulai mengajak Azrina dan Kinan keluar dari kantor yayasan pendidikan tersebut.

Mereka bertiga berjalan menuju rumah induk yang ada di belakang gedung sekolah.

"O, iya, Pak. Kebetulan saya bawa sembako, mungkin bisa dibawa ke pesantren untuk para santri," kata Kinan tiba-tiba di sela langkah mereka.

"Oooh, boleh-boleh, bisa langsung diletakkan di rumah Bu Nyai Halimah nanti."

"Tapi barangnya ada di bagasi mobil saya."

"Kalau begitu, mobilnya bisa langsung di bawa ke halaman ndalem Bu Nyai."

"Ok, kalau gitu saya ambil mobil dulu ya?"

Kinan bergegas menarik lengan Azrina. Gadis cantik itu menghela napas dalam, pikirannya kembali gelisah dengan sikap sahabatnya yang diluar nalar.

Setelah sampai di dalam mobil, Azrina mulai mengajukan pertanyaan.

"Hmmm! Bisa-bisanya ya Ki, kamu berbohong terus, tadi membual soal judul skripsi aku, sekarang membual tentang sembako."

Azrina melirik Kinan kesal.

"Ya iya lah, Na. Masa iya aku mau bilang jujur, kalau skripsi kamu tetang gangguan skizofrenia, curigalah nanti bapaknya, kok meneliti gangguan skizofren ke sekolah, bukan ke rumah sakit jiwa," terang Kinan. "Saat ini, aku lagi jadi detektif, Na. Jadi harus pandai merangkai kata," imbuhnya.

Azrina kembali melirik sahabatnya.

"Hmmmm! Aku nggak ngerti Ki, apa yang ada dalam otak kamu. Okey lah berbohong tentang skripsiku, tapi tenang sembako ini bagaimana?"

"Tenang! Di bagasi mobil ada sembako belanja bulanan mamaku, yang semalam belum sempat aku keluarin."

"Terus, mau kamu kasihkan ke pesantren?"

"Na, Missi aku belum selesai. Aku ingin memastikan keberadaan Gus itu. Dengan membawa sembako ini, aku jadi punya kesempatan untuk masuk ke dalam rumah pemilik pesantren."

"Ya Allah, Ki! Kurang kerjaan banget sih kamu," ucap Azrina dengan menggelengkan kepala.

"Demi kamu, Na. Aku mesti kasih pelajaran sama Si Gus kurang ajar itu."

Kinan mulai menggerakkan giginya. Setelah itu dia bergegas menghidupkan mesin mobil untuk masuk ke halaman rumah pemilik pesantren.

"Ayo turun, Na!"

"Kamu aja deh."

"Kok gitu?"

"Kalau Gus Aif ternyata ada di dalam gimana?" tanya Azrina dengan meremas-remas tangannya. "Bisa jadi dia memang benar putra almarhum Kiai Hasyim, Kan? Kalau pun tadi nama dia belum ada di struktur yayasan pesantren, mungkin saja itu karena dia baru lulus kuliah."

"Hmmmmh!"

Kinan membuang napas keras.

"Ingat ya, Ki! Kamu sendiri yang bilang sama aku, wanita boleh jatuh cinta, tapi bukan berarti harus jadi pengemis cinta. Bisa-bisa kalau Gus Aif beneran ada di rumah itu, aku disangkanya mau mengemis cinta."

"Mmmm.... Okey! Biar nanti aku yang urus dia kalau ketemu. Kamu di sini saja!"

Kinan bergegas keluar dari mobil tanpa memaksa Azrina lagi.

****

Azrina tampak gelisah saat berada di dalam mobil, apalagi ketika melihat sahabatnya mulai membuka sepatu naik ke teras rumah lantai dua berkeramik putih bersih itu.

Pikiran cemas yang menyelimuti membuat gadis cantik berabaya biru muda itu memutuskan untuk menyusul sahabatnya.

"Ki!" seru Azrina lirih.

Janji Untuk Azrina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang