Bab 41 (Bertemu Ning Zia)

7 0 0
                                    

Azrina mulai menyeka air mata. Hati kecilnya berbisik, terngiang sebuah kata bijak yang seorang alim pernah ucapkan.

'Jika aku berada di tempat ini karena Allah, mengapa aku harus kalah dengan ketidak nyamananku pada manusia.'

Azrina mulai mengatur napas dan mengatur emosinya.

"Iya Mbak. In Sha Allah aku nggak akan pulang sebelum tugas mengajarku selesai."

Seketika Ning Hana tersenyum lega dan langsung memeluk erat gadis itu.

"Terima kasih ya, Dik!"

"Mmmm...."

Azrina mengangguk dengan tersenyum.

****

Tidak terasa pagi menjelang. Azrina tampak membatu Ning Hana mengurus tanaman anggreknya di halaman belakang rumah.

"Mbak Hana suka bunga anggrek, ya?"

"Iya Dik, tapi ini banyak yang mati soalnya sering Mbak tinggal. Anak-anak kadang nggak bisa ngerawatnya," sahut Ning Hana dengan terus menyemprotkan cairan pupuk ke kelopak bunga-bunga.

"Kenapa nggak Mbak Hana edukasi biar anak-anak bisa merawat bunga Mbak Hana dengan baik.

Merawat bunga-bunga adalah ketrampilan loh mbak. Sangat bagus dilatih pada mbak-mbak santri, sebagai bekal jika mereka lulus nanti."

"Iya juga sih, Dik. Kamu benar."

Ning Hana mengangguk.

"Sepertinya di sini tidak hanya ada bunga anggrek, banyak sekali bunga-bunga Mbak Hana yang lain. Aku rasa jika Mbak Hana bisa membuka kelas ekstrakurikuler berkebun, pasti sangat membantu bagi para santri.

Lahan di pesantren ini juga luas. Mbak Hana bisa mengembangkan menjadi kebun bunga, selain santri di sini bisa menimba ilmu, hasil bunganya juga bisa di jual, bahkan bisa dijadikan agrowisata, yang hasilnya bisa untuk mengembangkan pesantren."

"Ma Sha Allah, Dik! Ide kamu sangat luar biasa."

Ning Hana menatap Azrina kagum.

"Aku hanya berpikiran, di pesantren ini Bu Nyai Halimah rela mendatangkan guru menjahit untuk mengajari ketrampilan mbak-mbak santri.

Kenapa tidak ditambah dengan ketrampilan berkebun, la wong yang punya santri pandai dan terampil berkebun."

Azrina membalas senyum Ning Hana sembari memuji wanita bertubuh lencir itu.

"Tapi mbak masih kurang ilmu, Dik. Mbak itu belajar berkebun hanya otodidak, hanya hobbi saja, rasanya ilmu mbak masih kurang kalau untuk ditularkan pada santri-santri."

Ning Hana terlihat kurang optimis.

"Mmm... Kalau Mbak berkenan, nanti bisa aku bantu. Kebetulan bundaku seorang peneliti di bidang pertanian, dan saat ini sedang mengembangkan budidaya anggrek. Bundaku  dan teman-temannya juga sering memberikan pelatihan, dan memiliki jaringan untuk mengembangkan bisnisnya itu.

Kalau berminat mungkin nanti Mbak Hana bisa menimba ilmu pada mereka."

"Mmm.... Boleh. Sepertinya Mbak tertarik. Terima kasih ya, Dik!" sahut Ning Hana dengan tersenyum senang.

Keduanya tampak kembali merawat tanaman.

Ning Hana dengan botol spayer berisi air pupuk, sementara Azrina dengan gunting tanaman.

****

Selang beberapa menit kemudian Ummi Halimah menghampiri mereka berdua

"Ma Sha Allah, ummi senang melihat kalian berdua, dari tadi ummi perhatikan bagai ulat dan kepompong, nempel terus."

Janji Untuk Azrina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang