Bab 43 (Penjelasan Gus Aif)

10 0 0
                                    

Setelah meletakkan nampan di meja dapur Azrina bersandar di dinding sisi pintu.

Jantungnya berdegup kencang, aliran darahnya naik turun, bulu kuduknya berdiri, tubuhnya gemetar.

Perlahan kedua tangannya menekan dada yang terasa sesak.

Sayup gadis itu mendengar suara Gus Aif yang tengah berbincang dengan ibunya di meja makan.

"Bener, kamu pulang karena ada kepentingan? Bukan karena Ning Zia sudah boyong ke pesantren ini?"

"Ma Sha Allah, Ummi! Saestu, Aif ada kepentingan."

"Kepentingan opo? Pingin ketemu Ning Zia, to? Penasaran koe, saiki Ning Zia tambah ayu opo ora?"

"Ummi!"

"Ummi tau, kamu wes kebelet ketemu Ning Zia. Tapi ummi ora iso diakali. Ning Zia manggon di asrama pesantren putri. Jadi, meskipun kamu pulang ke rumah ini. Yo tetep, ora iso ketemu."

Ummi Halimah melirik putranya dengan senyum menggoda.

"Memang bukan itu tujuan Aif pulang, Ummi. Aif mau menyelesaikan revisi skripsi Aif yang terbengkalai.

Habis sidang skripsi di kampus dakwah kemarin, Aif belum sempat mengerjakan revisi.

Dosen Aif ngasih deadline satu Minggu Ummi, biar Aif bisa ikut wisuda tahun ini.

Makanya Aif sengaja pulang.

Alhamdulillah sudah diizini sama Kiai Anshor dan ustadz Anwar.

Rencananya, tiga atau empat hari Aif mau nginep di rumah, biar bisa fokus mengerjakan," terang Gus Aif panjang lebar.

"Loh?"

Ummi Halimah tercengang.

"Ora iso ngunu," kata wanita itu.

"Kenapa Ummi?"

"Kamu nggak boleh nginep di sini."

"Kenapa? Ini kan rumah Aif. Masa Aif nggak boleh tidur di rumah sendiri. Aif 'kan juga kangen sama Ummi."

"Iya, ummi tahu, Nak. Tapi 'kan Azrina tinggal di sini. Jadi nggak bener kalau kamu nginep di rumah ini," jelas Ummi Halimah.

"Azrina tinggal di sini?"

Gus Aif tercengang.

"Iya."

Ummi Halimah mengangguk.

Gus Aif membeku, laki-laki itu bergeming tanpa komentar.

"Kamu tidur di asrama pesantren putra saja. Kalau mau tenang ngerjakan skripsimu, ya naik sana ke balkon lantai tiga asrama. Pasti ora ono sing ngganggu," kata Ummi Halimah.

Gus Aif masih terdiam.

***

Sementara itu di dapur, Azrina tampak berdiri di depan wastafel mencuci tangan lalu berkali-kali membasuh mukanya.

Krek!

Kembali terdengar seseorang membuka pintu kulkas.

Seketika Azrina menoleh.

Gus Aif yang tengah meraih botol air mineral tampak memperhatikan Azrina.

Azrina mulai mengatur napas dan menenangkan emosinya, seraya mengalihkan pandangan.

Gus Aif perlahan mendekat, menghampiri rak piring dan gelas yang ada di sisi kanan wastafel.

Laki-laki itu meraih gelas yang berjajar di bagian atas rak.

Jarak mereka begitu dekat.

Azrina tampak fokus melihat kran air yang dia hidupkan kembali.

Sementara Gus Aif tampak memperhatikan sikapnya.

Janji Untuk Azrina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang