#8 Kehilangan yang Mendalam

12 5 1
                                    

Eh... Ada video lagi 🥲 kira-kira cocok tidak soundtrack nya Ailee - I Will Go To Yo U Like The First Snow? Comment ya 😀

Happy reading 🥳

***

"Kehilangan bukanlah akhir dari perjalanan kita, melainkan awal dari babak baru yang harus kita jalani dengan hati yang penuh luka. Meski rasa sakit takkan pernah benar-benar hilang, kita bisa menemukan kekuatan dalam kenangan, dalam cinta yang pernah ada. Hidup terus berjalan, dan di tengah kegelapan, akan ada saat-saat di mana kita bisa menemukan cahaya lagi. Kehilangan mengajarkan kita tentang ketangguhan, dan cinta yang ditinggalkan akan selalu menjadi bagian dari jiwa kita."

***

Hari itu datang seperti badai yang tak terelakkan, meski aku sudah lama tahu bahwa waktunya akan tiba. Zuhair, lelaki yang telah menjadi poros hidupku, akhirnya mengembuskan napas terakhirnya dengan tenang di sampingku. Tangan kurusnya masih menggenggam jemariku, namun tak ada lagi hangat di dalamnya. Dada yang selama ini kutatap dengan cemas, tak lagi naik turun seperti biasanya. Segalanya terhenti, dan dunia terasa ikut membeku dalam keheningan yang menyakitkan.

Aku tak tahu harus berbuat apa selain duduk di sana, menatap wajahnya yang kini tampak damai untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu dirundung penderitaan. Air mataku sudah lama habis, dan yang tersisa hanyalah kekosongan yang begitu pekat, melingkupiku hingga sulit bernapas. Ada yang hilang, sebagian dari diriku terasa terlepas saat dia pergi.

Setelah dokter datang dan memastikan bahwa Zuhair sudah benar-benar tiada, mereka memberiku ruang untuk berduka. Aku tak bergerak, tak mau melepas tangannya meskipun aku tahu dia sudah tak ada lagi di sini. Masih terbayang di pikiranku bagaimana kami dulu bermimpi untuk masa depan yang cerah bersama. Bagaimana kami tertawa, merancang rencana, membayangkan hidup bahagia yang penuh warna. Kini, semua itu hilang begitu saja.

Setelah beberapa jam, ketika para perawat datang untuk menyiapkan tubuh Zuhair, aku akhirnya dipaksa untuk melepaskan tangannya. Itu adalah momen terberat dalam hidupku-momen ketika aku sadar bahwa dia benar-benar tak akan kembali lagi. Kamar rumah sakit yang dingin menjadi saksi dari perpisahan terakhir kami, dan aku merasa seolah hidupku telah runtuh. Semua impian, semua rencana, segalanya terhempas dalam sekejap, digantikan oleh kehampaan yang tak bisa kugambarkan dengan kata-kata.

***

Hari-hari setelah kepergian Zuhair adalah kabur, dipenuhi oleh kabut kesedihan yang tak pernah mereda. Aku melewati hari-hari dengan rasa kosong yang begitu menyesakkan, seolah-olah hidupku tak lagi memiliki tujuan. Rumah sakit, yang dulu selalu penuh dengan rasa takut dan harapan, kini terasa seperti tempat yang asing. Setiap sudutnya mengingatkanku pada momen-momen terakhir bersama Zuhair. Momen di mana aku harus menyaksikan hidupnya perlahan-lahan memudar.

Aku mencoba kembali ke rutinitas. Restoran tempatku bekerja menantiku dengan segala tugas yang biasanya bisa kupikul dengan mudah. Namun, dapur yang dulu penuh gairah dan kebanggaan, kini hanya terasa seperti penjara. Setiap kali aku mengangkat pisau untuk memotong sayuran, setiap kali wajan mendesis di bawah api, bayangan Zuhair hadir di pikiranku. Aku bisa merasakan kehadirannya di setiap sudut ruangan. Senyum lembutnya, suara tawa pelan yang dulu selalu membuatku merasa aman. Tapi kini, kenangan-kenangan itu hanya memperparah kesepianku.

Setiap malam, saat aku kembali ke apartemen yang pernah kami huni bersama, kesedihan semakin menyesak. Tak ada lagi tawa, tak ada lagi percakapan tentang masa depan. Hanya ada sunyi. Aku sering kali duduk di sofa tempat kami biasa menonton film, memeluk bantal yang masih mengandung sedikit aroma tubuhnya, berharap keajaiban bisa mengembalikannya padaku.

Tapi keajaiban itu tak pernah datang.

***

Sebulan setelah kepergian Zuhair, aku mulai menyadari bahwa hidupku tak lagi sama. Aku terbangun setiap pagi dengan rasa hampa, dan malam-malamku dipenuhi oleh mimpi buruk tentang kehilangannya. Kehidupanku telah berubah secara drastis, seperti pohon yang akarnya tercabut dari tanah. Aku mencoba melanjutkan hidupku, mencoba berdiri di atas kakiku sendiri, tapi setiap langkah terasa berat.

Di tengah kesepian yang begitu dalam, aku sering bertanya pada diriku sendiri: "Bagaimana bisa aku melanjutkan hidup tanpa dia?" Zuhair bukan hanya kekasihku; dia adalah sahabatku, orang yang paling mengerti siapa aku sebenarnya. Tanpa dia, rasanya seperti separuh dari jiwaku telah pergi bersamanya. Dan itu adalah rasa sakit yang tak tertahankan.

Malam-malam terasa paling sulit. Aku berbaring di tempat tidur yang dingin, menatap ke langit-langit yang kosong, berharap bisa mendengar suara napasnya lagi di sampingku. Tapi yang kudengar hanyalah keheningan. Aku ingin menangis, ingin berteriak, tapi sepertinya tubuhku sudah terlalu lelah untuk merespons. Air mata sudah habis, dan yang tersisa hanyalah kehampaan yang semakin lama semakin menggerogoti jiwaku.

***

Suatu hari, aku duduk di tepi tempat tidur, memegang foto yang diambil beberapa bulan sebelumnya sebelum kehilangan Zuhair. Wajahnya masih tersenyum cerah, seolah tak ada yang salah. Aku mencoba mengingat saat-saat itu, mencoba merasakan kembali kebahagiaan yang dulu begitu nyata. Tapi sekarang, semuanya terasa seperti mimpi yang kabur.

Aku tahu aku harus kuat. Zuhair pasti ingin aku melanjutkan hidupku, mencari kebahagiaan baru. Namun, rasanya mustahil. Bagaimana aku bisa menemukan kebahagiaan ketika hatiku sudah hancur berkeping-keping? Bagaimana aku bisa menjalani hari-hari tanpa merasa ada yang hilang, sesuatu yang takkan pernah kembali?

Waktu terus berjalan, tapi luka di hatiku terasa semakin dalam. Kematian Zuhair bukan hanya kehilangan seseorang yang kucintai. Itu juga adalah kehilangan masa depan, kehilangan semua impian yang pernah kami rajut bersama. Dan meskipun orang-orang di sekitarku mencoba menghibur, mengatakan bahwa aku akan menemukan cara untuk sembuh, aku tahu di dalam diriku bahwa luka ini takkan pernah sepenuhnya sembuh.

***

Akhirnya, aku mulai menyadari bahwa hidup setelah kehilangan bukan tentang melupakan. Bukan tentang mencoba menyembunyikan rasa sakit di balik senyuman palsu. Sebaliknya, itu tentang belajar hidup dengan rasa sakit, menerima bahwa kehilangan adalah bagian dari perjalanan hidup.

Aku mulai mencoba mengisi hari-hariku dengan hal-hal yang dulu kami nikmati bersama. Aku mulai memasak lagi, bukan untuk melarikan diri dari kenyataan, tetapi untuk mengenang Zuhair. Setiap hidangan yang kusajikan mengingatkanku pada saat-saat indah yang pernah kami habiskan bersama di dapur. Aku mencoba melanjutkan hidupku, meski perlahan, sambil membawa kenangan tentangnya di hatiku.

Mungkin aku takkan pernah benar-benar sembuh dari kehilangan ini. Mungkin akan ada hari-hari di mana rasa hampa kembali menghantui. Tapi aku tahu bahwa Zuhair ingin aku menemukan kebahagiaan lagi, meski itu tanpa dirinya. Dan itu adalah harapan yang harus kujaga, meski terasa berat.

***

Kota Udang, 22 September 2024

Pencinta warna biru 💙

Kasih Yang Pergi ✓ [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang