Happy reading 🥳
***
Masa lalu mungkin tidak bisa diubah, tapi cara kita menerima dan memandangnya bisa membawa kita menuju penyembuhan. Kenangan adalah bagian dari kita, dan mereka tidak harus menjadi beban yang menghalangi kebahagiaan kita.***
Sudah beberapa minggu berlalu sejak aku mulai merasakan kemajuan dalam proses penyembuhanku. Setiap hari terasa lebih ringan dibanding sebelumnya. Tapi, seperti yang pernah dikatakan dr. Ethaniel, penyembuhan bukanlah perjalanan yang lurus. Ada saat-saat ketika aku merasa kuat, namun ada juga momen-momen di mana bayang-bayang masa lalu kembali menghantui. Hari ini, adalah salah satu dari momen-momen itu.
Aku membuka lemari pakaian yang jarang aku sentuh selama beberapa bulan terakhir. Di dalamnya, tersimpan benda-benda yang penuh kenangan tentang Zuhair. Pakaian pasangan yang dia tinggalkan di apartemenku, buku-buku yang pernah dia berikan padaku, dan beberapa foto kami bersama. Semuanya ada di sana, tersembunyi dalam kotak yang kuhindari karena rasa takut akan kesedihan yang mungkin menyerang jika aku melihatnya.
Namun, hari ini terasa berbeda. Ada dorongan dalam diriku untuk membuka kotak itu, untuk menghadapi kenangan-kenangan tersebut tanpa rasa takut yang berlebihan. Selama ini aku menghindar—tidak ingin membuka luka lama yang mungkin masih perih. Tapi aku tahu bahwa jika aku ingin benar-benar sembuh, aku harus berdamai dengan masa lalu, termasuk menghadapi segala sesuatu yang pernah kami bagi bersama.
Dengan hati-hati, aku mengeluarkan kotak itu dari lemari. Tanganku sedikit bergetar saat membuka penutupnya. Di atas tumpukan barang-barang, ada kaos favorit Zuhair yang dulu dia berikan padaku. Aku memegang kaos itu dengan kedua tangan, merasakan teksturnya yang lembut di jari-jari. Aroma samar pernah menjadi ciri khas Zuhair masih tersisa. Tanpa bisa dicegah, air mataku mulai mengalir. Bukan karena kesedihan yang mendalam seperti dulu, melainkan karena rasa rindu yang tiba-tiba menyeruak.
Aku duduk di lantai, membiarkan diriku terhanyut dalam kenangan. Rasanya seperti memutar ulang film dalam pikiranku, mengingat momen-momen saat kami tertawa bersama, bercanda tentang hal-hal kecil, dan merencanakan masa depan yang kini tak lagi mungkin. Namun, yang berbeda kali ini adalah aku tidak lagi merasa tersiksa oleh kenangan itu. Aku tahu bahwa ini adalah bagian dari perjalanan hidupku, bagian dari cinta yang pernah ada antara kami.
Beberapa menit kemudian, aku mengeluarkan sebuah album foto dari dalam kotak. Album itu berisi kumpulan foto yang Zuhair dan aku buat ketika kami baru saja memulai hubungan. Aku tersenyum kecil saat melihat foto pertama kami, di mana kami tampak begitu bahagia di sebuah kafe kecil, menikmati secangkir kopi bersama. Di foto lain, kami sedang berdiri di depan sebuah bangunan tua yang dia sebut sebagai karya arsitektur favoritnya. Zuhair selalu punya cara untuk membuat setiap momen terasa istimewa, dan setiap gambar dalam album ini adalah bukti dari itu.
Saat aku memandang foto-foto itu, perasaan hangat mulai menggantikan rasa sakit. Aku mulai menyadari bahwa meskipun Zuhair sudah tiada, kenangan-kenangan indah ini tetap hidup di dalam diriku. Kenangan-kenangan ini tidak harus menjadi sumber penderitaan; sebaliknya, mereka bisa menjadi sumber kekuatan. Cinta yang pernah kami miliki tidak hilang, hanya berubah bentuk. Itu menjadi bagian dari diriku yang akan selalu ada, selamanya.
Hari itu, aku menghabiskan waktu berjam-jam menelusuri benda-benda yang pernah kuhindari. Setiap benda memiliki cerita, dan meskipun beberapa di antaranya membawa air mata, aku tidak lagi merasa terbebani oleh rasa duka yang dulu begitu kuat. Aku mulai bisa melihat keindahan dalam kenangan tersebut, keindahan dalam cinta yang pernah kami bagi.
Di malam harinya, aku menceritakan pengalaman itu kepada Shania saat kami sedang minum teh di ruang tamu apartemenku.
"Aku akhirnya membuka kotak kenangan itu, Sha," kataku sambil menatap cangkir teh di tanganku. "Awalnya aku takut akan jatuh kembali dalam kesedihan, tapi ternyata… tidak seburuk yang aku kira."
Shania memandangku dengan tatapan hangat, senyum lembut tersungging di wajahnya. "Kau sudah sangat jauh, Vi. Menghadapi kenangan itu adalah langkah besar. Kau tidak perlu merasa takut lagi. Zuhair mungkin sudah pergi, tapi kenangan yang kalian bagi tetap menjadi bagian dari hidupmu."
Aku mengangguk pelan. "Aku rasa aku mulai bisa melihat hal itu. Selama ini aku berpikir bahwa menghadapi kenangan tentangnya hanya akan membuatku semakin terluka, tapi sekarang aku sadar bahwa kenangan-kenangan itu juga bisa menjadi cara untuk mengingat betapa besar cinta kami."
Shania meraih tanganku, memberiku dukungan yang selama ini dia berikan tanpa henti. "Kenangan tidak akan pernah hilang, Vi. Tapi sekarang, kau bisa memilih bagaimana cara melihatnya. Bukan sebagai sesuatu yang menyakitkan, melainkan sebagai bagian dari siapa kau sekarang."
Perkataan Shania membuatku merasa semakin yakin. Menghadapi masa lalu adalah bagian penting dari proses penyembuhan, dan aku tahu bahwa aku tidak harus melakukannya sendirian. Aku memiliki sahabat seperti Shania yang selalu ada untuk mendukungku, serta dr. Ethaniel yang terus membimbingku untuk melangkah maju.
Keesokan harinya, aku bertemu dengan dr. Ethaniel untuk sesi terapi. Aku menceritakan kepadanya tentang kotak kenangan dan bagaimana aku berhasil menghadapi benda-benda yang dulu kuhindari.
"Itu adalah kemajuan besar, Elvina," katanya dengan nada bangga. "Menghadapi benda-benda yang terkait dengan seseorang yang kita cintai dan telah pergi adalah langkah penting dalam proses penyembuhan. Kau sudah melakukan sesuatu yang sangat berani."
Aku tersenyum padanya, merasa sedikit lebih ringan. "Awalnya aku merasa takut, tapi setelah melakukannya, aku merasa lega. Rasanya seperti beban yang selama ini menahanku telah sedikit terangkat."
"Kau telah belajar untuk menerima bahwa kenangan adalah bagian dari dirimu, bukan sesuatu yang harus kau hindari," kata dr. Ethaniel. "Menerima masa lalu adalah langkah penting untuk melangkah maju ke masa depan."
Aku mengangguk, merasa bahwa kata-katanya benar. Selama ini, aku berusaha menutup rapat-rapat masa lalu karena takut akan rasa sakit. Tapi sekarang, aku mulai memahami bahwa menerima masa lalu adalah satu-satunya cara untuk benar-benar sembuh. Kenangan tentang Zuhair akan selalu ada, dan aku bisa memilih untuk mengingatnya dengan cara yang tidak menyakitkan.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai merasa lebih kuat. Setiap kali aku teringat akan Zuhair, aku tidak lagi terhanyut dalam kesedihan yang mendalam. Sebaliknya, aku bisa mengenangnya dengan senyum kecil di wajahku. Kenangan-kenangan itu adalah bagian dari hidupku, bagian dari siapa aku saat ini. Aku tidak harus melupakannya untuk bisa melangkah maju, aku hanya perlu menerima bahwa dia telah pergi, tapi cinta yang kami miliki akan selalu ada.
Di akhir sesi, dr. Ethaniel memberiku sebuah pesan yang selalu terngiang dalam pikiranku.
"Masa lalu tidak bisa diubah, Elvina. Tapi cara kita melihatnya bisa. Kau sudah menemukan cara untuk menerima masa lalu, dan itu adalah langkah besar. Ingatlah, kenangan adalah bagian dari hidupmu, tapi mereka tidak harus menahanmu dari bergerak maju."
Malam itu, aku merasa lebih damai daripada sebelumnya. Aku tahu bahwa proses penyembuhan masih panjang, tapi aku juga tahu bahwa aku telah membuat kemajuan besar. Menghadapi masa lalu adalah salah satu langkah tersulit, tapi sekarang aku merasa lebih siap untuk menerima apa pun yang akan datang di masa depan. Aku mulai merangkul kembali hidupku, dengan semua kenangan indah yang pernah kumiliki bersama Zuhair.
Kota Udang, 05 Oktober 2024
Pencinta warna biru 💙
![](https://img.wattpad.com/cover/257846714-288-k646380.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kasih Yang Pergi ✓ [SELESAI]
Romance[END & REPUBLISH] "Kasih yang Pergi" adalah sebuah perjalanan emosional yang mendalam tentang cinta, kehilangan, dan penyembuhan. Melalui perspektif pertama Elvina, pembaca akan merasakan intensitas perasaan dan perjalanan batin yang dialami setelah...