Happy reading 🥳
***
"Mencintai lagi bukan berarti melupakan cinta yang telah pergi. Ini adalah tentang merangkul hidup dengan semua kenangan, dan menerima bahwa hati kita mampu mencintai lebih dari sekali, dengan cara yang unik dan tak terduga"
***
Ada perasaan campur aduk yang menyelimuti diriku setelah pertemuan dengan Zavier malam itu. Sejak dia mulai hadir dalam hidupku, aku merasa seperti berjalan di atas dua dunia yang berbeda. Di satu sisi, ada bagian dari diriku yang masih terikat kuat pada kenangan bersama Zuhair—pria yang begitu lama menjadi pusat hidupku, cinta pertama yang sulit kulupakan. Di sisi lain, ada Zavier, yang datang dengan kebaikan dan kesabarannya, mencoba memahami diriku dengan cara yang tidak pernah kuminta, tapi sangat kubutuhkan.
Saat aku mulai menerima kenyataan bahwa aku bisa membuka hati untuk Zavier, ada perasaan bersalah yang selalu menyusup ke dalam pikiranku. Bagaimana mungkin aku bisa merasa bahagia dengan orang lain sementara Zuhair masih begitu hidup dalam ingatanku? Bagaimana aku bisa mencintai Zavier tanpa merasa seperti mengkhianati perasaan yang pernah kubagi dengan Zuhair?
Pertanyaan-pertanyaan itu seringkali datang tanpa permisi, terutama saat aku sendirian, di malam hari ketika hanya ada keheningan yang mengelilingiku. Kenangan tentang Zuhair masih datang seperti ombak yang tak bisa kuhindari. Tapi kali ini, dengan kehadiran Zavier, aku mencoba sesuatu yang baru—menerima bahwa aku tidak harus melupakan Zuhair untuk bisa melangkah maju.
***
Sore itu, aku duduk di bangku kecil di dapurku, mencoba menyelesaikan beberapa resep baru. Rutinitasku sebagai koki telah kembali mengisi hari-hariku, membawa sedikit ketenangan. Saat aku sedang mengiris bawang, pikiranku melayang ke arah Zavier. Kami berencana bertemu malam ini, makan malam bersama di restoran kecil yang pernah dia rekomendasikan. Perasaan gugup melandaku, bukan karena aku khawatir akan pertemuan ini, tapi lebih karena perasaan dalam diriku yang terus-menerus bergulat antara menerima hubungan ini atau mempertahankan jarak yang nyaman.
Aku menutup mata sejenak, mengingat sesi terakhirku dengan dr. Ethaniel. "Adaptasi bukan berarti menghapus masa lalu, Elvina," katanya dengan bijak. "Kau bisa membawa kenangan itu bersamamu, tapi jangan biarkan mereka menahanmu dari melangkah ke depan."
Kata-katanya terus terngiang di benakku, seolah menjadi mantra yang harus aku ingat setiap kali merasa ragu.
Beberapa jam kemudian, aku tiba di restoran tempat kami berjanji untuk bertemu. Zavier sudah menungguku di meja yang agak terpencil, tersenyum saat melihatku datang. Dia selalu bisa membuat suasana menjadi nyaman tanpa berusaha terlalu keras, sesuatu yang sangat kusyukuri.
"Bagaimana harimu?" tanyanya saat aku duduk.
"Baik," jawabku sambil tersenyum. "Aku menyelesaikan beberapa resep baru hari ini."
Zavier mengangguk, tertarik dengan ceritaku. Kami berbicara tentang hari-hari kami, tentang pekerjaanku di dapur dan kegiatannya di klinik. Obrolan ringan itu perlahan membantuku merasa lebih tenang, dan aku bisa merasakan dinding yang selama ini kubangun di sekelilingku mulai retak sedikit demi sedikit. Namun, di tengah percakapan, ada momen keheningan yang tiba-tiba menyelinap di antara kami.
Zavier menatapku dengan penuh perhatian. "Elvina, aku tahu ini mungkin masih terlalu cepat, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku menghargai setiap langkah yang kamu ambil dalam hubungan ini. Aku tidak akan pernah mendesakmu untuk melupakan Zuhair atau memaksamu untuk berubah. Aku hanya ingin ada di sini bersamamu, apa pun itu."
Kata-katanya begitu tulus, membuatku terdiam sejenak. Aku merasakan air mata menggenang di pelupuk mataku, tapi aku menahannya. Bukan karena sedih, tapi karena terharu. Zavier adalah orang yang paling mengerti bahwa aku tidak bisa begitu saja meninggalkan masa lalu, dan itu adalah sesuatu yang membuatku merasa diterima tanpa syarat.
"Aku tahu," kataku pelan, mencoba menahan emosi yang mendesak keluar. "Aku juga masih berusaha menyeimbangkan semuanya, Zavier. Ada saat-saat ketika aku merasa seperti masih terjebak di masa lalu, tapi aku juga ingin melangkah maju. Dan bersamamu... itu membuat segalanya terasa mungkin."
Dia meraih tanganku di atas meja, menggenggamnya erat. "Aku akan selalu ada di sini untukmu, apa pun yang kamu butuhkan."
***
Minggu-minggu berikutnya, hubungan kami terus berkembang dengan cara yang lambat tapi pasti. Aku masih menghadapi kenangan tentang Zuhair, tapi sekarang aku mencoba untuk tidak membiarkan rasa bersalah menghantuiku. Aku mulai menerima bahwa mencintai Zavier tidak berarti mengkhianati Zuhair. Ini adalah perjalanan yang berbeda—cinta yang berbeda, dengan orang yang berbeda, tapi tetap memiliki tempatnya sendiri dalam hatiku.
Di tengah semua itu, aku juga belajar bahwa cinta adalah sesuatu yang dapat tumbuh di tempat yang tidak terduga. Zavier, dengan caranya yang tenang dan penuh perhatian, memberiku ruang untuk menjadi diriku sendiri, tanpa menuntut atau memaksakan apapun. Dia menghargai proses yang aku jalani, dan itu membuatku semakin yakin bahwa mungkin, hanya mungkin, aku bisa menemukan kebahagiaan lagi.
Namun, di balik semua itu, aku masih berusaha menyeimbangkan perasaan yang ada di dalam diriku. Aku tahu Zuhair tidak bisa digantikan, dan Zavier juga tidak berusaha untuk melakukannya. Hubungan ini berbeda, seperti buku baru yang bab-babnya masih harus kutulis perlahan. Setiap kenangan tentang Zuhair masih ada, tapi aku tidak lagi merasa bersalah ketika aku tertawa bersama Zavier, atau ketika kami berbicara tentang masa depan.
Satu momen yang sangat berarti bagiku terjadi ketika aku mengunjungi makam Zuhair bersama Zavier. Awalnya aku merasa canggung, tidak tahu apakah ini langkah yang tepat. Tapi Zavier, seperti biasa, hanya ada di sisiku, memberi dukungan tanpa kata-kata.
Rasa sakit itu masih ada, menusuk dalam setiap langkah yang kuambil. Tapi kali ini, aku tidak merasa seperti tersedot kembali ke dalam pusaran kesedihan. Aku bisa merasakan kekuatan baru yang membantuku tetap tegak berdiri. Zavier berada di sisiku, memberi dukungan tanpa harus mengucapkan sepatah kata pun.
Di depan nisan Zuhair, aku berbicara dalam hati. "Aku tahu kau selalu akan menjadi bagian dari hidupku, Zuhair. Aku tidak akan pernah melupakanmu, tapi aku juga tahu bahwa aku harus melanjutkan hidup. Dan aku harap kau mengerti bahwa meski aku mencintai lagi, itu tidak berarti aku berhenti mencintaimu."
Setelah beberapa saat, aku menoleh ke Zavier. Dia hanya tersenyum lembut, seolah mengerti bahwa aku butuh momen ini untuk diriku sendiri.
***
Hari-hari berikutnya, aku terus belajar untuk menyeimbangkan hidupku antara mengenang Zuhair dan merangkul hubungan baruku dengan Zavier. Kami mulai berbicara lebih dalam tentang harapan dan mimpi kami. Zavier dengan sabar mendengarkan ceritaku tentang Zuhair, dan aku pun mendengar kisah hidupnya, memahami bahwa setiap orang membawa masa lalu mereka sendiri.
Cinta yang tumbuh di antara kami adalah cinta yang dewasa, yang memahami bahwa kehidupan tidak selalu sempurna. Aku tahu, kehadiran Zavier tidak akan pernah menggantikan Zuhair, dan dia pun tidak pernah mengharapkan itu. Tapi hubungan ini memberi arti baru dalam hidupku—bahwa aku bisa mencintai lagi tanpa harus merasa bersalah.
Dan dalam proses adaptasi ini, aku menemukan sesuatu yang lebih penting: Aku bisa mencintai dua orang di waktu yang berbeda, dengan cara yang berbeda, tanpa kehilangan bagian dari diriku yang pernah kumiliki bersama Zuhair.
***
Kota Udang, 7 Oktober 2024
Pencinta warna biru 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Kasih Yang Pergi ✓ [SELESAI]
Romance[END & REPUBLISH] "Kasih yang Pergi" adalah sebuah perjalanan emosional yang mendalam tentang cinta, kehilangan, dan penyembuhan. Melalui perspektif pertama Elvina, pembaca akan merasakan intensitas perasaan dan perjalanan batin yang dialami setelah...