Saat aku terbangun, aku menemukan diriku terbaring di atas kasur empuk dan hangat di dalam kamarku di kabin yang kami sewa. Sendirian berbalut selimut bulu domba yang lembut dan hangat.
Mungkin aku bermimpi tentang indahnya ucapan sayang Gavin kepadaku. Mungkin aku bermimpi tentang nyamannya terlelap dalam pelukannya. Ya. Mungkin itu semua hanya mimpi. Dongeng. Gadis biasa sepertiku dibersamakan dengan lelaki selevel pangeran di zaman modern seperti Gavin. Yap. Sepenuhnya dongeng. Klise.
Aku bangun dari nyamannya kasur, keluar dari selimut hangat ke atmosfer asli pagi hari switzerland yang dingin. Pelan aku keluar kamar. Seluruh gorden terbuka sepenuhnya, menerangi dalam kabin dengan sinar remang jingga berpadu dengan warna dominan kayu.
Gavin sedang duduk di kursi taman di bagian samping kabin. Aku melihatnya dari gorden jendela yang terbuka. Lalu kuputuskan untuk menyusulnya.
"Hai," sapaku saat berada di sisi kursi taman.
Dia menengadah menatapku, tersenyum hangat di tengah menusuknya udara dingin.
"Hai, selamat pagi. Duduklah," ajaknya seraya mengusap bagian kosong kursi di sebelahnya.
Aku duduk, menarik napas dalam, membiarkan paru-paruku terisi penuh dengan udara segar dari perbukitan Switzerland yang mempesona.
"Bagaimana tidurmu?" tanya Gavin.
"Nyenyak." jawabku sambil menarik seutas senyum. "Aku bermimpi indah."
"Oh ya? Tentang apa?"
Aku menatap Gavin, tersenyum malu. "Kalau kuberi tahu, pasti kamu ketawain."
"Tidak. Tidak akan."
"Janji?"
"Ya, aku janji." Dia berusaha meyakinkanku. "Jadi apa mimpimu?"
Aku menelan ludah dan membasahi bibir sebelum mulai berbicara. "Aku bermimpi kamu bilang, kamu sayang aku," ucapku agak canggung.
Aku menatap Gavin, wajahnya merah, bibirnya terkatup rapat sekali. Dia menahan tawa. Wajahnya konyol sekali saat berusaha keras menahan tawanya. Harusnya aku tahu, ini memalukan dan Gavin akan menertawakanku.
Dia tidak kuat lagi, akhirnya dia tertawa. Tertawa lepas dan nyaring yang terdengar menyebalkan di telingaku.
"Maafkan aku, Fee. Sungguh maafkan aku. Aku melanggar janjiku. Tapi sungguh, aku tidak kuat lagi untuk menahan tawa. Kamu ... astaga lucu sekali."
Aku malu sekali, aku menunduk, tidak berani lagi menatapnya. Dia pasti berpikir yang tidak-tidak. Dia pasti menganggapku konyol. Dia pasti mengira aku begitu tergila-gila padanya sampai-sampai memimpikan sesuatu yang Indah tentangnya.
"Fee?" Dia memanggilku dengan suara rendah dan lembut.
"Hhmmm?" Aku tidak berani menatapnya.
Namun, tanpaku sangka, dia menyentuh daguku. Mengarahkan wajahku untuk menatapnya.
"Aku menyayangimu Freya. Kuharap kali ini kamu cukup sadar untuk mendengar kata-kataku."
Wajahku memanas. Sudah bisa kupastikan wajahku bersemu merah. Dan sudah bisa kupastikan juga Gavin melihat itu dengan jelas karena saat ini kami saling berhadapan.
Aku tidak bermimpi, aku sepenuhnya sadar, dan aku mendengar dengan jelas ucapan Gavin.
Dia menyayangiku?
Sungguh?
"Ya, Vin. Aku sangat sadar dan aku sangat yakin dengan apa yang aku dengar. Aku juga menyayangimu, Vin. Sangat," ucapku hanya dalam hati. Aku tidak mampu mengungkapkannya, bibirku kelu karena terlalu bahagia.
![](https://img.wattpad.com/cover/211468870-288-k242837.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Month to Remember
قصص عامةFee memutuskan resign dari tempat kerjanya dan menguras habis semua isi tabungannya untuk pergi travelling ke Benua Eropa. Ini bukan perjalan biasa, ini adalah pelarian. Pelarian dari konyolnya hidup yang dijalanani Fee selama ini. Fee berkenalan...