5. Cycling Around London

690 112 19
                                    

Aku menggeliat di atas kasur. Meregangkan otot-ototku yang terasa nyeri. Seberkas sinar masuk melalui celah ventilasi. Kucoba menggerjap beberapa kali untuk membiasakan mataku dengan silau itu.

Eh, bagaimana caranya aku bisa berada di sini, di atas tempat tidur kamar hotel?

Tubuhku terbalut selimut. Mantel yang tadi malam kupakai sudah terlepas. Sama, sepatu sneakers juga sudah terlepas tersusun rapi di rak dekat pintu.

Aku mengambil tas selempang yang terletak di atas nakas di sebelah tempat tidur. Aku merogoh ponsel dari dalam tas. Pas aku cek jam, mataku terbelalak melihat jam di ponselku menunjukan pukul tiga siang. Astaga!

Aku kaget dong. Masa, sih, selama itu aku tidur? Sesaat kemudian aku baru tersadar kalau jam di ponselku masih menunjukan waktu Indonesia.

Perbedaan waktu Indonesia lebih cepat tujuh jam dari pada London. Berarti sekarang masih jam delapan pagi.

Aku mengirimkan pesan pada Gavin. "Vin, kamu sudah bangun?"

Beberapa menit belum ada jawaban. Aku memutuskan untuk pergi mandi.

Selesai mandi aku lanjut masak. For your information, aku bawa rice cooker kecil berkapasitas satu liter dalam carrier. Tolong kalian jangan tertawa. Soalnya aku harus tetap ada makan nasi dalam sehari,  paling tidak sekali sesi makan. Aku juga membawa beberapa bungkus mie instan rasa soto Banjar kesukaanku.

Beberapa menit berlalu, nasiku sudah matang bertepatan dengan ketukan pintu depan kamarku.

"Sebentar ...," teriakku dari dalam.

Pas aku buka, ternyata Gavin yang ada di balik pintu itu.

"Hai ... selamat pagi," sapanya.

"Pagi ... eh, pas banget kamu datang. Aku baru selesai masak nasi sama mie instan. Sarapan bareng, yuk!"

"Boleh," serunya dengan antusias. Kemudian senyum luar biasa itu terbit lagi di wajahnya.

Kami makan nasi yang dicampur mie instan juga abon kaleng sebagai lauknya dengan lahap.

"Tadi malam kamu yang bawa aku ke kamar?" tanyaku dengan mulut yang belum selesai mengunyah.

"Bukan," katanya sambil mengunyah juga dan melirik kearahku sebentar lalu kembali menatap piring makannya.

"Terus siapa?"

"Captain Amerika, mungkin?" Dia melirik kearahku lagi ambil tersenyum jahil.

"Ngapain dia ke London?" tanyaku pura-pura bego.

Dia mengangkat bahu dan bilang "Entahlah, mungkin lagi Backpackeran juga."

"Nggak lucu, Vin!" Aku mendengus kesal.

"Siapa juga yang ngelucu!" Dia menyelesaikan kunyahan terakhirnya lalu meneguk minumannya. "Eh, hari ini keliling Londonnya naik sepeda, yuk."

"Naik sepeda?"

"Iya. Kita sewa sepeda sampai malam,  kita bisa keliling London sepuasnya," katanya dengan antusias.

Setelah diam sebentar untuk berpikir,  aku mengangguk tanda setuju. Lalu kami saling menatap dan tersenyum beberapa saat.

"Ya sudah, aku mau beresin ini dulu terus ganti baju," kataku sambil menunjuk alat makan kami yang kotor.

"Oh oke, aku ke kamarku dulu, ya." Dia berdiri dari tempat duduknya, menimbulkan decitan keras antara ujung kaki kursi dan lantai. "Maaf." katanya.

Pas dia mau membuka pintu, aku memanggilnya "Vin!"

Dia berpaling kepadaku, tidak bicara, hanya alisnya terangkat sebelah. Aku artikan itu sebagai ekspresi bertanya.

A Month to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang