26. Welcome to Switzerland

476 64 9
                                    

Keesokan harinya, tepatnya di hari kedua puluh tiga, Mario mengajak kami berkeliling pusat kota Milan dulu sebentar sebelum melakukan penerbangan ke Bern. Kali ini dia tidak membawa wanita cantik yang tadi malam ikut makan malam bersama kami.

Mario tidak semengerikan yang aku kira, ternyata. Dia baik, ya, walaupun bicaranya agak sedikit tegas dan tanpa basa-basi. Dan ternyata, aku salah mengira, aku pikir Mario asli orang Italia. Tapi, ternyata tidak. Dia aslinya orang Amerika yang juga sedang melakukan perjalanan bisnis di sini. Juga wanita yang bersamanya tadi malam bukan pacarnya. "Aku tidak punya pacar, tapi aku punya banyak wanita di setiap tempat yang kusinggahi. Aku bersenang-senang dengan mereka, dan ketika aku pergi ketempat lain, aku akan melupakan mereka. Hubungan sex tanpa ikatan tidak akan membuat kepalamu berpikir berat tentang tuntutan-tuntutan percintaan ini dan itu. Kepalaku sudah terlalu banyak memikirkan tentang pekerjaan," katanya.

Aku pengin banget nabok kepala Mario saat dia ngomong begitu. Tapi, setelah aku pikir dengan jernih tentang akibat terburuk jika aku melakukan itu, di lempar dari pesawatnya saat kami sudah di atas udara, mungkin. Maka, aku putuskan untuk tidak melakukannya. Tapi dalam hati aku sumpahin dia supaya suatu saat jadi bucin, sebucin-bucinnya sama seorang perempuan. Biar dia tahu rasa.

Gavin terus menerus menggenggam tanganku selama kami bersama Mario. Aku juga bingung kenapa.

"Tenang, Man. Aku tidak akan merebutnya. Dia terlalu mini untukku," Kata Mario setengah tertawa meledek sambil meninju pelan bahu Gavin.

Gavin menarik bibir kesamping, bukan sebuah senyum yang sebenarnya. Lebih mirip senyum yang dipaksakan. "Bagus kalau begitu," kata Gavin.

Sebenarnya aku tidak begitu mengerti apa yang dibicarakan Mario, tapi rasanya kok dada aku panas, ya?

***

Setelah berkeliling Milan sesaat, lalu lanjut perjalanan udara sekitar sejam dengan pesawat pribadi Mario, kami akhirnya mendarat di Flughafen Bern. Sebuah Bandara yang tidak terlalu besar namun sangat menakjubkan, bandara ini di kelilingi perbukitan yang sangat asri. Tidak banyak aktifitas lalu-lalang pesawat di sini. Sepertinya memang terbatas untuk penerbangan umum.

Mario tidak mengantarkan kami lebih jauh. Dia bilang dia harus segera kembali ke New York. Bagiku tidak masalah sama sekali, aku juga tidak suka lama-lama mendengar ocehannya tentang pengalaman bercintanya dengan berbagai macam gadis. It's so weird! Kuharap Gavin tidak terpengaruh sedikitpun terhadap cerita Mario. Aku nggak mau Gavin jadi Fuck Boy.

Perjalan kami lanjutkan menuju Belp, Banhoup dengan naik Bus. Dari Belp, kami akan naik kereta yang akan membawa kami ke Interlaken, sebuah kota yang terletak di pegunungan Alpen, yang diapit oleh dua danau; Danau Interlaken dan Danau Thun.

Gavin lagi-lagi mempersilahkanku duduk di dekat jendela, membiarkanku menikmati lanskap setiap pemandangan yang kami lewati.

Aku tidak tidur atau terlelap sedikitpun selama satu jam setengah perjalanan luar biasa ini. Sesekali aku menyembuhkan kepalaku keluar jendela—aku tahu ini bahaya, jangan di tiru—untuk merasakan hembusan angin menerpa wajahku dan menerbangkan rambutku. Aku memejamkan mata dan menghirup atmosfer Swiss yang luar biasa. Asri dan menyegarkan.

Tidak ada seinci pun pemandangan Swiss yang tidak Indah. Semuanya menakjubkan. Tempat terindah yang pernah kulihat. Pegunungan sambung menyambung membentang sepanjang perjalanan, sebagian pegunungan sudah berwarna hijau, itu artinya rumput-rumput dan pepohonan sudah mulai bersemi di area itu, sebagian gunung yang lebih tinggi puncaknya masih berwarna putih. Itu salju saksi bisu perpindahan musim yang sangat dramatis dari yang begitu dingin menuju musim penuh dengan keceriaan dimana bunga-bunga bersemi dengan indahnya.

A Month to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang