15. Birthday Dinner

496 73 20
                                    

Aku menatap diriku pada pantulan yang ada di cermin. Jumpsuit backless hitam ini sangat pas di tubuhku. Kemudian berputar untuk memastikan pakaian ini terpasang sempurna tidak ada yang selip atau price tag yang masih tertempel.

Aku memoles sedikit liptint berwarna merah di bagian dalam bibir melapisi lipstik warna peach yang sebelumnya sudah kupoles pada keseluruhan bibir untuk menciptakan efek warna ombre. Alisku yang tebal tidak perlu tambahan pensil alis, hanya di sisir sedikit dengan sisir khusus alis agar terlihat rapi. Rambutku dicepol di Puncak kepala memperlihatkan bagian belakang punggungku yang tebuka. Sedangkan anak-anak rambut di dekat telinga, di biarkan menjuntai.

Aku memakai sepatu sneakers, satu-satunya sepatu yang kubawa. Terlihat rancu memamg, tapi gimana dong? Aku nggak ada sepatu lagi, daripada nggak pakai sepatu, mending pakai sepatu sneakers, kan?

Knock ... Knock ... Suara ketukan pintu. Pasti itu Gavin.

Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Kuambil mantel yang tergantung pada gantungan di belakang pintu lalu memasangnya sebelum menekan knop pintu secara perlahan.

"Hi ...." sapaku pada Gavin yang terpaku di depan pintu.

Dia memperhatikanku dari atas sampai ke bawah. Sama, aku juga memperhatikannya dari atas sampai ke bawah, seakan tak pecaya bahwa yang ada di hadapanku ini adalah Gavin.

Dia tampan sekali dengan stelan semi formalnya. Dia memakai celana jeans berwarna dongker gelap yang terlihat agak kekecilan di kakinya yang panjang sehingga celana itu hanya sampai beberapa senti dia atas mata kakinya. Tapi itu malah membuatnya terlihat keren. Dia mengenakan jas berwarna hitam yang terlihat sangat licin dan rapi. Jas itu dia biarkan terbuka tanpa dikancing, sehingga memperlihatkan baju kemeja putih di baliknya. Kemeja itu juga terlihat sangat licin dan rapi walaupun kancing bagian atasnya terbuka. Dia juga memakai sepatu warna hitam yang sangat mengkilap.

Apa dia menyeterika dan menyemir sepatu dulu sebelumnya?

Rambutnya yang biasanya disisir seadanya sekarang terlihat jadi sangat rapi dengan sentuhan pomade yang membuat rambutnya menjadi klimis. Dia juga mencukur brewoknya. Belahan di dagunya sekarang terlihat sangat jelas dan bagus sekali.

Aku kehabisan kata, nggak bisa berkomentar apapun meski dalam hati aku berteriak-teriak "Gavin kamu ganteng banget!"

"Happy birthday," katanya.

Dia mengeluarkan sesuatu yang dia sembunyikan di belakang punggungnya. "Maaf aku binggung mau kasih apa, jadi ini dulu, ya. Nanti hadiah aslinya menyusul deh." Dia menyerahkan setangkai bunga Mawar berwarna merah padaku.

Aku sebenarnya agak bingung. Bukannya apa, Mawar yang dikasih Gavin ini tangkainya masih ada duri-durinya. Walaupun begitu, aku tetap mengambil bunga itu dengan hati-hati biar nggak kena duri.

"Mawar ini baru aku petik tadi di halaman hotel." Dia nyengir sambil menggaruk tengkuknya.

"Astaga ...." Aku memutar bola mata. "Ya sudah, berangkat sekarang aja deh, ayo!" putusku dengan cepat sebelum sisi jahat yang ada diriku ingin mendebat Gavin tentang masalah bunga mawar yang banyak banget durinya ini.

Gavin masih nyengir saat aku menarik tangannya untuk mulai berjalan.

Sumpah ya, Gavin adalah laki-laki yang paling nggak 'so sweet' yang pernah aku kenal! Masa aku diberi setangkai mawar yang masih ada durinya yang baru dia petik di tempat orang. Aku yakin pasti dia metiknya nggak minta ijin. Untungnya aku cuma temannya jadi aku nggak protes. Coba kalau aku pacarnya, di kasih beginian pasti aku ngambek berbulan-bulan nggak mau ngomong lagi sama dia.

A Month to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang