"Jangan pernah membangunkan Harimau yang sudah lama tertidur.".
..
.
.
Arka melihat sekeliling begitu sepi, jam makan malam akan segera di mulai tapi ia tidak mendengar suara ibu sambungnya. Biasanya suara Hana yang pertama kali ia dengar setelah menuruni tangga, wanita itu sibuk dengan Mbak Siti. Setelah pulang dari taman, Arka ketiduran, rasa kantuk yang ia rasakan saat belajar begitu tidak bisa Arka hindari.
Biasanya selalu ada yang membangunkannya supaya tidak tidur di meja belajar, tapi sekarang tidak ada.
Ke mana Hana?
Arka tidak menemukannya.
Langkah kecil itu menuntunnya hingga menuju dapur, hanya
ada Mbak Siti yang tengah sibuk memasak seorang diri. "Mbak," panggil Arka pelan.Berbicara? Tentu saja Arka bisa.
Hanya saja ... Arka berbicara pada orang-orang tertentu atau pada situasi rumah sedang sepi tidak ada orang. Biasanya Arka lebih banyak berbicara dengan Mbak Siti walaupun tidak terlalu banyak hanya seperlunya.
Arka memejamkan matanya, rasanya ia lupa caranya berbicara kali ini.
"Mbak!"
Kali ini suaranya lebih kencang dari pada sebelumnya. Akhirnya suaranya sampai di telinga Mbak Siti yang sedang membelakanginya, ia pun menoleh. "Mau minum?"
Arka mengangguk.
"Susu?" Arka menggelengkan kepalanya.
Pilihan, semua orang selalu memberinya pilihan di hidupnya. Antara hidup dengan Laila atau berada di sini dengan Arga dan Mbak Siti selalu mengajukan pilihan antara susu atau air putih. Semua itu sama saja, hanya saja lidahnya bosan jika hanya minum dua minuman itu setiap harinya. Hari ini Arga tidak menginginkan susu, cuaca begitu panas di luar tidak enak jika harus minum susu menurutnya.
Ia memilih air putih Saja.
"Dingin?" Arka mengangguk.
Mbak Siti mengangguk, langsung mengambil gelas yang tersusun rapih di lemari penyimpanan, menuangkan air dingin hingga gelas itu terisi setengah. Arka menerima gelas itu kemudian kembali melangkahkan kakinya ke kamar untuk mengganti baju yang ia pakai.
Di ruang makan.
"Kenapa?" tanya Laila saat melihat Cucunya begitu tidak semangat menyantap makanan yang ada di depannya. Semua makanan yang di masak oleh Mbak Siti hari ini adalah favorit Arka tapi anak itu tidak seantusias biasanya.
Arka menggelengkan kepalanya.
"Ayo makan, habiskan."
Laila menghela napas panjang, suasana begitu sunyi jika tidak ada Hana dan juga Arga. Tidak ada pertengkaran yang membuat telinganya ingin pecah, tidak ada Arga yang mengomel jika Arka tidak menghabiskan makanannya. Baru satu hari, mereka tidak pulang rasanya ada yang hilang dari sini.
Semoga saja, ia mendapatkan kabar gembira. Sudah lama sekali ia menimang cucu yaitu Arka kali ini Laila ingin menimang buah hati kedua dari Arga. Sayang sekali, putranya hanya satu jika banyak mungkin saja ia tidak kesepian seperti sekarang. Di tempat tinggalnya, Laila hanya sibuk dengan tanaman yang menjadi obat dari sepinya.
Mereka tidak pulang
Arka merebahkan tubuhnya saat sudah meminum susu yang di antarkan oleh Mbak Siti.
_
Hana kembali menggeliat saat lehernya di tiup oleh Arga. Kerudungnya ia ke atas kan lalu memberi kecupan dari atas hingga ke bawah. "Itu engga cukup bikin tegang, Hana!"
Bukan Arga yang tegang malah sebaliknya, Hana mengigit bibir bawahnya kuat-kuat saat posisi Arga begitu dekat dengannya. Hembusan napasnya masih ia rasakan di lehernya. Arga tersenyum nakal, tangannya kembali menarikan kerudung yang Hana pakai. Tangannya lainnya lihai bermain-main di leher Hana yang berwarna kuning Langsat.
"Pak."
"Hm."
"Geli." Hana ingin menghilang saat ini juga, mulutnya memang tidak bisa di ajak kerja sama.
"Hm." Bukannya menghentikan aktivitasnya, Arga malah makin membuat Hana ingin berlari saat ini juga. Ia langsung menggeser posisi duduknya sedikit menjauh dari Arga yang tampak menggila saat ini. Sudah pasti memang salah Hana sendiri, mengapa membangunkan harimau yang tertidur beberapa tahun?
Akhirnya ya begitu.
Awalnya Arga hanya main-main tapi lama-lama ia malah menyukainya, apalagi ekspresi wajah Hana begitu tegang membuatnya ingin tertawa.
"Siapa suruh kamu nantangin saya tadi, Hana?" bisik Arga setelah merapatkan dirinya pada tubuh kecil milik istrinya itu. Hana langsung mengambil ancang-ancang saat tangan kekar itu mulai merambat di pinggangnya, ia langsung bangkit berlari menuju kamar mandi untuk bersembunyi dari Arga.
Menakutkan
Hana memegang kuat dadanya, detak jantungnya begitu kencang berdetak. Untung saja ia sedang menstruasi dan Arga masih bisa mengatur nafsunya.
Arga hanya menggelengkan kepalanya. Setelah dua puluh menit ia terdiam di toilet, Hana memutuskan keluar. Hati kecilnya berharap jika Arga sudah tertidur tapi sayang bola mata suaminya masih terbuka lebar membaca map yang sengaja ia bawa dari kantor.
Hana menghela napas, dengan cepat berlari menuju ranjang. Menempatkan guling yang di tengah-tengah antara dirinya dengan Arga. Senyuman kecil tercetak dari wajah datarnya, Arga melihat gerak-gerik Hana dari sudut matanya. Hana Langsung merebahkan tubuhnya membelakangi Arga.
"Malam ini kamu bebas Hana, entah malam esok atau seterusnya. Sebaiknya siapkan mental terlebih dahulu jika ingin menggoda saya," bisik Arga di telinga Hana.
Hana menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
_
Warna langit yang tadinya hitam kini berubah menjadi biru, suara burung-burung begitu merdu mengiringi tidurnya yang lelap. Nyaman, rasanya Hana enggan untuk membuka matanya kali ini apalagi guling yang ia peluk begitu sempurna.
Tangan kanannya merambat ke sana kemari, matanya masih terpejam. Hana merapatkan pelukannya. Ternyata guling yang Hana maksud adalah Arga.
Hana mengedip-gedipkan matanya saat merasa wajahnya di tiup oleh seseorang. Lagi dan lagi, tidur yang nyenyaknya terganggu. Karena kesal akhirnya Hana membuka matanya dengan sempurna bertapa terkejutnya saat ia melihat Arga di posisi yang amat sangat dekat. "Astaghfirullah."
"Ngapain Bapak peluk saya?"
Arga mendecak. "Lihat sendiri, apa saya yang peluk kamu?"
Hana langsung melihat ke mana tangannya berada, sialnya memang Hana yang memeluk tubuh kekar suaminya itu. Jadi yang tadi ia raba adalah dada Arga? Mata memejamkan matanya kuat-kuat, mengutuk dirinya sendiri.
"Mau sampai kapan kamu peluk saya seperti ini?"
"Hah?" Hana tersentak dari lamunannya.
"Nyaman peluk saya Hana?" tanya Arga.
"Eh." Hana yang menyadari ia masih memeluk Arga langsung melepaskan pelukannya. Arga merentangkan kedua tangannya, pegal menjadi bantal untuk Hana.
"Mau kemana?" tanya Arga saat melihat Hana bangkit dari ranjang.
Hana menunjuk pintu kamar mandi. "Oh."
Sebelum ke kamar mandi ia melihat jam yang tertempel di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, bertapa terkejutnya Hana saat melihatnya. Pantas saja, cahaya yang memantul di jendela begitu menembus tirai. Hana membalikkan tubuhnya. "Bapak engga sholat?"
"Sudah."
"Oh." Hana masuk ke kamar mandi.
"Pijat tangan saya, Hana," ucap Arga saat Hana keluar dari kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Hana
SpiritualTakdir mengantarkan Hana menuju sebuah perjodohan. Siapa sangka laki-laki yang di jodohkan adalah orang duda anak satu yang tidak lain adalah Ayah dari anak didiknya. Apa yang akan di lakukan Hana? Menerima atau menolak?